Chapter 49 | Kenyataan Sebenarnya

12.1K 584 17
                                    

"Untuk apa gue melakukan itu? Gak ada untungnya sama sekali." Dinda menatap Kiara yang masih tak sadarkan diri karena obat bius yang sudah ia berikan kepada wanita itu. Ada perasaan puas dalam hatinya, setidaknya rasa bencinya kini terbalaskan.

"Apa juga untungnya buat lo kalau kami mati terpisah? Bukankah buang-buang tenaga untuk membunuh kami satu-persatu?"

"Anggap saja itu balasan buat lo, karena udah melanggar syarat yang kami tetapkan. Anak buah? Cih! Lo emang pengecut!" balas Rico lalu masuk kembali ke ruangan tadi.

Ia muncul bersama seseorang yang sangat Morgan kenal. Rico berjalan ke sisi pinggir bangunan. "Indah 'kan pemandangannya, Sayang? Kalau saja ibumu itu tidak menolak terus, aku gak akan melakukan ini." Rico mendaratkan Javon di sana.

Alya berusaha menghentikan Rico dengan suaranya. Ia sudah tak dapat mentoleransi ini lagi. Javon bisa jatuh kapan saja jika dibiarkan.

"Kita lihat, apakah kakak tiri berani mengorbankan nyawanya demi anaknya?" Rico berjalan beberapa langkah menjauh dari Javon. "Sekarang gue yakin lo akan nurutin perintah gue 'kan?" Rico tersenyum senang.

"Katakan apa yang lo mau!"

"Gue cuma pengen lo mati!"

"Oke! Gue akan mati kalau itu yang lo mau, tapi jangan pernah membahayakan anak gue!" Morgan menghampiri Javon yang terus menangis. Ia berjongkok dan memindahkan anaknya ke tempat yang lebih aman. "Gue akan lompat sekarang."

"Lo kira semudah itu? Gue masih mau bermain sama kakak tiri gue yang sombong. Lo gak mau nyium kaki gue, Kak?"

Morgan mengeraskan rahangnya. Dengan berat hati, ia berlutut bersiap untuk menuruti keinginan Rico. Namun sebelum itu terjadi Rico sudah menendang wajahnya sehingga Morgan hampir jatuh ke bawah.

"Rico, lepaskan dia!" teriak Alya saat tangannya berhasil lolos dan membuka lakban yang sedari tadi menutupi mulutnya. "Gue gak akan pernah maafin lo seumur hidup gue kalau sampai terjadi sesuatu sama mereka bertiga."

"Kamu kira aku peduli? Setelah semua penolakan yang kamu lakukan, aku gak peduli dengan perasaan kamu lagi."

"Oke, kalau gitu biar gue aja yang mati." Alya berjalan menuju sisi bangunan yang lain. "Bukankah lo seneng kalau gue mati?"

Rico terdiam. Ia mengepal tangannya kuat-kuat.

"Apa yang lo lakukan?! Jangan gila, Alya! Ara pasti gak akan suka dengan ide lo ini." teriak Morgan.

Alya terdiam. Begitu pula dengan Rico. Mata mereka berdua saling bertemu, mengadu rasa sakit hati mereka yang terlalu dalam.

"Biarkan saja, Rico. Orang-orang seperti mereka pantas mati." Dinda menarik tangan Rico agar menjauh dari orang-orang yang menurutnya sudah tak waras itu.

Suara tangis Javon membuat mereka semua menoleh bersamaan. Javon bangkit berdiri perlahan-lahan. Morgan benar-benar terkejut melihatnya. Anaknya sudah bisa berdiri.

Tapi bayi itu malah berjalan semakin ke pinggir.

"Javon!" teriak Morgan dan Alya bersamaan.

"Javon.."

Suara lemah itu membuat tangis Javon berhenti. Kiara perlahan bangkit berdiri walaupun tubuhnya terasa lemah. Kiara tersenyum pada Javon. Ia mengangkat jari jempolnya di udara. "Good job, Javon! Anak mommy sudah bisa jalan. Sekarang Javon ke daddy ya."

Mata Javon kembali berkaca-kaca. Tangannya mencoba meraih Kiara.

"No, no!" Kiara menggeleng lalu menunjuk Morgan. "Ayo Javon jalan ke daddy, mommy mau lihat."

The Baby is Mine [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang