"Kita akhiri hubungan kita sampai di sini, Ra. Lupain gue, berhenti mencintai gue, kejar kebahagiaan lo sendiri."
"Oke, gue akan melakukan apa yang lo mau." Kiara tersenyum kepada Morgan. Ia mungkin sudah gila karena mengatakan hal yang tak bisa ia lakukan.
Morgan kini menatap Gracia. "Bukankah itu yang oma inginkan? Kalau begitu biarkan Morgan pergi ke London dan penuhi keinginan Morgan."
"Kamu gak perlu khawatir, oma pastikan besok kamu sudah pergi dari negara ini. Dan oma akan memenuhi keinginanmu."
Kiara mengepalkan tangannya. Matanya terasa panas dan dadanya mulai terasa nyeri. Ia tak menyangka kalau hubungannya dengan Morgan akan berakhir seperti ini. Bukan ini yang Kiara inginkan, tapi ia tak bisa berbuat apapun. Ia sudah berjanji akan menjauhi Morgan demi Gracia. Lagipula ia tak tega Gracia menanggung malu karena hubungan Kiara dengan Morgan.
Morgan memutar tubuhnya hingga berhadapan Kiara. Sementara Kiara terus menunduk, tak berani menatap Morgan. Bohong jika Kiara bisa melakukan semua yang Morgan katakan. Ia tak akan pernah bisa. Hatinya telah jatuh terlalu dalam pada seorang Morgan Pradipta, tapi pria itu tak memiliki niat sedikitpun untuk menyelamatkannya.
Kiara kira Morgan akan meminta maaf kepadanya atau mungkin mengucapkan salam perpisahan, tetapi Morgan hanya diam dan tak mengatakan apapun juga. Hanya ada keheningan menyesakkan di antara mereka. Jika saja takdir tidak sesuka hati memainkan perasaan mereka, Kiara pasti sudah berlari dan memeluk Morgan serta meminta pria itu agar tidak pergi dari sisinya.
"Lebih baik lo pergi sekarang."
Kiara tersenyum sendu. Hanya kalimat itu yang terucap dari mulut Morgan. Kalimat usiran yang semakin memperdalam luka di hati Kiara.
Morgan membalikkan badannya dan berjalan keluar dari ruangan Gracia.
"Perlu saya menyuruh anak buah saya untuk menunjukkan jalan keluar?"
Kiara mengangkat kepalanya dan menatap manik Gracia yang masih menenangkan seperti biasa. "Boleh Ara di sini dulu? Ara gak bisa pulang sekarang," ujarnya dengan suara bergetar.
Gracia memasang ekspresi tak suka. "5 menit, setelah itu kau harus angkat kaki dari rumah ini. Oh iya, soal orang tuamu, saya akan memberitahukannya besok."
"Makasih, Oma," ucap Kiara tulus.
Gracia bangkit berdiri lalu berjalan keluar dari ruangannya.
Kiara menatap kosong pada kursi Gracia tadi. Ia menjatuhkan tubuhnya yang terasa lemas di lantai. Tubuhnya mulai bergetar saat hatinya tak tahan lagi menerima rasa sakit bertubi-tubi yang dilayangkan kepadanya. Rasanya begitu sakit. Seperti ada pisau yang menusuk dadamu dan menembus hingga ke dalam jantungmu.
Tangisnya semakin kencang. Ia tak peduli jika ia akan dikira gila setelah ini. Mungkin saja ia bisa gila setelah ini. Kiara memukul dadanya berulang kali, mencoba menghilangkan rasa sesak dalam dadanya. Bahkan untuk bernapas saja ia merasa nyeri.
Kiara terlihat menyedihkan. Dan semua itu karena pria yang sangat ia cintai. Mungkin memang benar ungkapan kalau tidak mau sakit, jangan pernah jatuh cinta. Semakin kita jatuh dalam perasaan itu, semakin dalam pula rasa sakit yang akan kita rasakan.
Sementara Gracia berdiri mematung di muka pintu. Ia memang tidak sepenuhnya meninggalkan tempat itu. Ia terus mengamati apa yang Kiara lakukan. "Bodoh."
------------
Morgan membuka pintu kamarnya kasar. Bryan dan Edwin masih sibuk mengganti seprey kasur Morgan. Mereka merasa bertanggung-jawab karena insiden tumpahnya air seni Edwin ke kasur Morgan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Baby is Mine [COMPLETED]
RomanceMorgan hanya ingin mencari anaknya yang hilang. Namun Tuhan malah mempertemukannya dengan Kiara, penulis cantik yang galak, dingin, dan menawan. Semua hal tentang wanita itu selalu mampu membuat Morgan takjub dan terbuai. Akan tetapi bukan hanya Kia...