Never Want to Let You Go

315 37 1
                                    

Jika memang benar bahwa Tuhan selalu memberikan ujian pada hambanya sesuai kemampuan masing-masing, maka ku rasa Tuhan berharap terlalu tinggi padaku.

Semua datang secara bersamaan, membuatku tak dapat menanganinya dengan baik. Membuatku tak dapat memainkan peranku dengan baik. Walau seperti itu, aku lelah. Aku ingin istirahat sejenak saja.

Apakah aku diizinkan?

Aku lelah terus terjaga seperti ini.

-x-

Dua minggu berlalu sejak kejadian itu.

Hingga hari ini tak ada satu pun yang pernah melihat Viviyona Glory Wantari lagi.

Mereka mengatakan bahwa gadis itu mengambil cuti kuliah, ada juga yang mengatakan bahwa ia berhenti, rumor lainnya mengatakan bahwa ia pergi ke luar negeri, ada juga yang mengatakan ia menghilang tanpa jejak. Kabar yang mana pun yang benar itu sudah tidak masalah lagi. Trista sama sekali tak ingin memikirkannya lagi.

Apa yang menyebabkan Yona melakukan semua itu padanya, Trista sungguh tak peduli lagi. Ia bisa saja menerka, namun semua itu hanyalah tebakan semata. Ia tak pernah sekali pun mencari tahu kebenarannya sebab mengetahuinya pun tak akan mengulang apapun. Trista akan tetap jatuh ke sungai dengan mengalami hipotermia, sedangkan Yona akan tetap pergi meinggalkan kehidupan kampus yang begitu ketat dan penuh persaingan ini.

Saat ini Trista hanya perlu menjalani hidupnya sebagaimana ia harusya. Tetap menjadi sahabat dari Aya dan Ardiez, tetap menjadi mahasiswa yang tidak mencolok, dan juga tetap menjadi kekasih dari Samara Evans. Keduanya dari hari ke hari terlihat semakin dekat. Mereka mulai lebih sering meluangkan waktu bersama kapan pun mereka bisa. Samara sama sekali enggan meninggalkan Trista seorang diri lagi—bukan hanya Samara—semua mendadak menjadi sangat menempel pada Trista, tak seorang pun membiarkannya seorang diri walau sedetik.

Bahkan Hanna pun harus ikut repot menjaga Trista.

Namun, karena mereka berdua ternyata memiliki selera tak beda jauh jadilah Hanna akrab dengan Trista selama ia menemani gadis itu ditengah-tengah kesibukannya sebagai mahasiswa tingkat akhir yang sebentar lagi juga akan magang di perusahaan besar dan mengambil ujian kelulusan. Suatu perkembangan yang bagus bagi Trista yang selama ini hanya memiliki Aya dan Ardiez, juga Evelina sebagai kawannya.

“Tanganmu, kemarikan.”

“Hm? Tangan?” Trista menyodorkan tangannya pada Samara, membiarkan gadis itu menggenggamnya erat. Keduanya kembali berjalan sambil bergandengan tangan.

Jika biasanya Trista akan segera melepaskannya karena malu, kali ini ia tetap menggenggam tangan Samara. Memberikannya rasa tenang. Sejak hubungan mereka dimulai selalu ada masa dimana Trista merasa khawatir akan Samara dengan sangat, ia juga menyimpan seluruh pertanyaannya rapat-rapat mengenai Nicholas yang menurut Evelina dibuat cuti kuliah oleh Samara. Kapan pun ia melihat wajah Samara, terkadang Trista sangat ingin menanyakannya. Apalagi Samara datang ke rumah sakit waktu itu dengan tangan lecet, Trista ingin bertanya apa yang terjadi.Namun, saat mata mereka bertemu semua niatan itu sirna begitu saja.

Trista ingin memercayai Samara lebih dari orang lain dan percaya bahwa gadis itu pasti akan menceritakan segalanya ketika waktunya tiba.

Pasangan itu kini duduk di salah satu meja restoran kecil yang menyajikan masakan khas Eropa, Aya merekomendasikan pada mereka minggu lalu. Trista memakan goulash pesanannya dengan lahap. Hidangan nasional Hungaria itu menyajikan kelezatan daging sapi yang diolah dalam kuah kental dan bumbu bercita rasa kuat. Sayuran seperti wortel, bawang bombai dan paprika menambah kenikmatan menu yang unik itu.

The Princess Who Could Not SleepTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang