The Return of Happiness

370 42 5
                                    

Sang putri masih saja memandang keluar jendela dengan penuh harap.

Menunggu pemilik lentera itu datang padanya dan menerangi hari-harinya yang begitu suram itu. Memberikan warna baru pada kastilnya yang begitu kelabu tersebut. Menyelamatkan dirinya dari kutukan yang melekat selama ini.

-x-

1 April mungkin adalah hari yang paling ditunggu setiap orang jahil di dunia ini. Karena pada hari itu, mereka bisa mengerjai orang lain tanpa perlu takut dihajar karena memiliki ungkapan April fools sebagai tameng mereka. Tradisi konyol yang sejak lama ingin diketahui Samara dari mana asalnya. Siapa orang bodoh yang menciptakan tradisi tak berguna ini dan kenapa ia menciptakannya. Jika ia tahu, ia akan menggali kubur orang itu dan membunuhnya sekali lagi karena berkat tradisi konyol itu sekali dalam setahun kakaknya bertingkah lebih konyol dari biasanya.

Hal ini lah yang membuat Samara menarik nafasnya dalam-dalam setiap kali kalender menunjukkan tanggal 1 April—namun itu hanya cerita lama. Karena sejak Trista muncul dalam kehidupannya, 1 April menjelma menjadi hari yang membahagiakan. Trista Nathaniel lahir pada tanggal 1 April, dua puluh dua tahun yang lalu.

Samara mengetahui hal ini dari kartu mahasiswa Trista yang jatuh di lantai kamarnya ketika gadis itu mabuk dan dibawa oleh Samara ke rumahnya beberapa hari yang lalu. Setelah mengetahui hal itu, Samara pun memutuskan untuk menyiapkan sesuatu untuk Trista sebagai hadiah ulang tahunnya. Alasan itulah yang membuat Samara berada di sebuah butik ternama bersama Marina saat ini, mencoba memilah pakaian yang kira-kira pantas untuk dihadiahkan pada Trista.

“Bagaimana kalau ini?” tanya Marina untuk yang kesekian kalinya dengan membawa sebuah babydoll dress berbahan sutera berwarna peach di tangan kanannya dan untuk kesekian kalinya pula Samara menatapnya dengan dingin.

“Kali ini keluhanmu apa lagi?” gerutu Marina tak sabar.

“Kau serius ingin memberikan pakaian itu pada Trista? Kenapa tidak sekalian saja kau berikan gaun tidur padanya?” sahut Samara dengan kesal, “Dasar laki-laki,”

“Hei!” Marina berseru marah mendengar ucapan yang terakhir digumamkan Samara, hampir saja ia melempar adiknya itu dengan dress yang bawanya.

Wanita itu akhirnya menghela nafas dan meletakkan kembali pakaian itu ke gantungan di sisi kirinya dan melipat kedua lengannya di depan dada, “Samara, kalau begini terus sampai butikku ini tutup pun kita tidak akan menemukan hadiah yang tepat.”

“Kan aku sudah bilang kalau pakaian itu bukan pilihan yang tepat untuk hadiah ulang tahun Trista,” sahut Samara masih kesal karena usulannya untuk membelikan Trista barang lain sebagai hadiah ditolak mentah-mentah.

“Dengar, ya, nona muda, kalau hadiah untuk seorang wanita itu tentu saja harus pakaian yang indah berkelas. Tidak ada yang lain lagi,” ujar Marina masih dengan pendiriannya.

“Trista bukan wanita yang seperti itu,”

“Tahu darimana kau?” tanya Marina.

Kedua bahu Samara terangkat, “Entahlah, aku tahu saja.”

Gadis itu kemudian berjalan menyusuri rak-rak yang lainya, meninggalkan Marina yang kini menandangi punggungnya dengan senyuman penuh arti, “Anak itu benar-benar, deh..”

Ingatan Marina kembali pada hari di mana mereka bertiga berkumpul bersama di dapur kediaman Samara. Suasana sempat menjadi tegang ketika Samara memasuki dapur dengan wajah kesal karena Marina hampir saja menyinggung masalah tidurnya dihadapan Trista yang seharusnya masih tergolong orang asing bagi mereka.

The Princess Who Could Not SleepTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang