Snowdrop (Hope)

351 37 3
                                    

Untuk kali ini saja, aku akan menuruti skenario yang telah dibuat oleh Tuhan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Untuk kali ini saja, aku akan menuruti skenario yang telah dibuat oleh Tuhan. Berusaha memainkan peranku sebaik mungkin. Menjiwai setiap dialog yang harus ku ucapkan. Membuat seluruh penonton terpukau akan penampilanku. Mungkin saja, jika aku melakukannya...

Sebuah akhir bahagia akan menungguku di ujung sana.

-x-

Seminggu mungkin adalah waktu yang cukup panjang bagi Trista dalam menjalani sebuah hubungan dengan orang lain, mengingat ia tak pernah pacaran dengan siapa pun sebelumnya tentu saja ini pencapaian yang luar biasa. Trista bahkan sampai memuji dirinya sendiri di depan cermin.

Hubungannya dengan Samara bisa dikatakan sangat baik. Keduanya berusaha untuk saling terbuka satu sama lain. Samara pun selalu mengantar Trista pulang di malam hari, hingga hari ini mereka memang belum pergi berkencan sekali pun. Namun, Trista sama sekali tidak keberatan karena setiap harinya pun sudah terasa seperti kencan ketika dirinya bersama Samara. Pacarnya itu bukanlah orang yang pandai mengekspresikan perasaannya melalui kata-kata, ia lebih mudah menyuarakan isi hatinya dengan perilaku.

Misalnya saja ketika ia khawatir pada Trista, ia akan segera memeluk gadis itu erat-erat. Kemudian, ketika ia merindukan Trista ia akan menepuk kepala Trista beberapa kali sebelum memeluknya dengan lembut—kadang juga disertai kecupan ringan di dahi. Samara juga sering memeluknya dari belakang secara tiba-tiba, membelikan Trista makanan—bagian Aya dan Ardiez juga—dan selalu menemaninya kapan pun ia bisa. Sejauh ini, yang ditangkap oleh Trista adalah Samara itu sangat romantis.

Ah, Trista benar-benar merasa kalau hidupnya sempurna saat ini.

Kalau saja... batin Trista dengan kepala tertunduk.

Ya, semua akan menjadi sempurna kalau saja mimpi buruk itu tak datang lagi setiap malamnya. Padahal baru saja Trista dapat bernapas lega karena telah lepas dari mimpi itu, namun beberapa hari belakangan ini semua seolah tergambar begitu jelas di dalam kepalanya. Kenangan buruk yang ingin sekali dilupakannya kembali berputar bagai kaset rusak di dalam kepalanya.

Trista mencoba berpikir positif, jika dibandingkan dengan dirinya, maka Samara mengalami hal yang lebih berat kan? Trista masih beruntung karena setelah ia dibuang pun ia langsung mendapat kasih sayang dari pasangan Warouw. Tetapi Samara.. dipukuli oleh pelayannya sendiri hingga trauma membekas pada dirinya, kemudian harus menyaksikan kematian kakaknya sendiri dengan mata kepalanya, dan sekarang ia hanya bisa tertidur ketika matahari terbit. Pasti rasanya berat sekali, ya. Padahal Samara dari luar terlihat seperti orang yang punya segalanya, tapi ternyata tidak.

Di saat seperti ini, Trista merasa menjadi begitu melankolis. Mendadak menjadi begitu egois dan rasanya ingin membantu Samara menyelesaikan segala urusannya, tetapi tentu saja tidak bisa begitu kan? Bahkan jika mengatasnamakan cinta pun tentunya ada batas-batas yang tak bisa dilewati oleh Trista. Dia ini bukan remaja baru puber, umurnya sudah dua puluh dua tahun sekarang. Sudah waktunya ia sadar kalau dalam sebuah hubungan itu kau tidak bisa sepenuhnya mengorbankan dirimu untuk pasanganmu.

The Princess Who Could Not SleepTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang