ABC

273 29 4
                                    

Apakah kau akan tetap di sini bersamaku?

Ku mohon tetaplah di sini..

Sang putri memohon, meminta gadis itu untuk tak meninggalkan sisinya hingga kapan pun. Karena gadis itu adalah cahaya yang menerangi kastil sang putri, menerangi kehidupannya yang selama ini begitu gelap dan suram.

Namun gadis itu, hanya tersenyum dan tak mengatakan apapun. Hanya tersenyum dan menggenggam tangan sang putri dengan lembut. Ia tak berkata apapun. Hanya duduk di sana dan tersenyum.

Sebuah senyuman yang membuat sang putri ikut tersenyum.

-x-

Gary dan Varez mengisi bangku taman yang masih kosong. Matahari belum terlalu tinggi ketika itu, sehingga tak banyak orang di taman kampus. Karena itulah keduanya dapat duduk berdua tanpa ada yang mengganggu—walau sebenarnya pun mereka sama sekali tak merasa terganggu akan pandangan orang-orang di sekitar mereka. Hanya saja, taman yang sepi juga sejuk itu menangkan, bukan? Tidak ada keributan sama sekali.

Varez dengan nyamannya menyandarkan kepalanya pada bahu Gary yang cukup lebar, pemuda itu tampak asik dengan game yang dimainkannya melalui ponselnya itu. Sementara yang menjadi sandaran tidak terlihat keberatan sedikit pun, dengan tenang ia membolak-balik buku yang mengisi pangkuannya itu.

Hubungan keduanya yang sempat bermasalah beberapa waktu lalu berhasil dibangun kembali dari awal membentuk jalinan yang lebih kuat. Bisa dibilang, semua ini berkat Samara dan Trista. Jika saja Samara tidak menghajar Varez malam itu, mungkin saja ia tak akan pernah menyadari perasaannya yang sebenarnya pada Gary.

Kini, Varez lebih senang menempel pada Gary kemanapun pemuda dengan tahi lalat di bawah mata itu pergi, ketimbang bermain-main dengan wanita cantik seperti yang dilakukannya dulu. Karena tak ada tempat yang lebih nyaman dibandingkan dengan berada di sisi orang yang kau cintai.

“Aah!” Varez berteriak cukup keras, dahinya berkerut seribu dan wajahnya kini cemberut.

Sepertinya dia kalah lagi, untuk kesekian kalinya.

Gary diam-diam tersenyum kecil, dalam hati mentertawakan Varez yang terus-terusan kalah itu. Tangannya bergerak mengusak surai kekasihnya itu dengan lembut, mencoba menghiburya dengan elusan tersebut. Dan sepertinya berhasil, Varez tidak lagi mengumpat dan kembali melanjutkan gamenya. Tipe yang pantang menyerah.

Setelah pacarnya itu kembali tenang, Gary pun kembali berfokus pada buku bacaannya, mencoba melucuti setiap kata yang mengisi kertas putih itu, yang menyusun deretan kalimat dan paragraf. Matanya begitu terpaku pada setiap lembaran halaman itu, hingga Varez tiba-tiba saja memanggilnya. Memaksa Gary menoleh ke arahnya.

Begitu Gary memutar lehernya sedikit menghadap Varez, bibirnya tiba-tiba saja dikecup dengan lembut oleh Varez. Memang hanya sebuah kecupan ringan dan singkat, namun cukup untuk membuat Gary hampir mati karena jantungnya bisa saja meledak. Varez nyengir kuda saat melihat wajah Gary yang tertegun, ia hanya tersenyum jahil menyaksikan semburat merah memenuhi pipi Gary yang putih.

Karena di matanya Gary terlihat begitu menggemaskan, Varez kembali memajukan kepalanya agar dapat mengecup pipi putih itu dengan lembut dan dia sungguh mendapatkannya. Gary buru-buru kembali berkutat pada buku tebal yang dipinjamnya dari perpustakaan kemarin, berusaha menutupi semua perasaan malunya. Tetapi, ia sama sekali tidak bisa fokus karena jantungnya berdetak sangat cepat.

“Tidak perlu pura-pura membaca buku begitu, aku tahu kalau kau tidak bisa fokus, Gary.” Tegur Varez dengan senyuman lebar pada wajahnya.

Karena ucapannya tidak digubris oleh Gary yang keras kepala, Varez pun segera memeluk pinggang Gary erat. Dipandanginya wajah Gary dari bawah dagu pemuda itu dengan tatapan kesal, “Kau mengabaikanku dan lebih memilih untuk membaca buku itu?”

The Princess Who Could Not SleepTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang