Henry tengah bersusah payah membuka peti tersebut. Dia menyuruh Noah untuk ikut membantunya tetapi Noah menolak. Noah tidak ingin melakukan hal itu. Karena menurutnya, isi dari peti kayu itu bukanlah sebuah perhiasan seperti apa yang dikatakan oleh Henry.
"Kreeekkkkk..."
Tutup peti kayu berhasil terbuka yang membuat Henry terdiam sejenak. Kedua bola matanya membulat.
"Ma--mayat?" Bibir Tessa terasa bergetar.
"Henry! Cepat tutup kembali!" tungkas Grace.
"A--aku ti--tidak bisa bergerak," ucap Henry yang sedikit terbata-bata.
Noah menarik Henry untuk keluar dari lubang itu tetapi Henry menolak. Dia sendiri tidak menyangka bahwa dia telah menemukan seorang mayat yang dikubur di tengah hutan.
"Grace, Tessa, bantu aku merekam penemuan kita kali ini," pinta Henry dengan kedua mata yang berbinar.
Grace langsung menghidupkan kembalikamera perekamnya. Sementara Tessa sudah siap dengan buku catatan yang dia genggam agar tidak menimbulkan perdebatan diantara dirinya dengan Henry meski dia sendiri merasa gemetar.
"Sabtu, 13 Agustus 2016. Kita baru saja menemukan sebuah makam berisikan mayat seorang wanita yang terkubur di dalamnya. Diperkirakan, mayat itu sudah terkubur selama 20 tahun yang lalu. Kami meyakini dia adalah Phyrena, putri dari seorang pemilik ladang jagung. Penemuan apa lagi yang akan kita temukan? Tetaplah bersama kami."
Grace menekan tombol berhenti tanda dia telah selesai merekam diri Henry.
"Kau yakin mayat itu adalah mayat seorang wanita?" tanya Tessa.
"Aku yakin. Keluarga mereka tidak memiliki seorang anak laki-laki. Mereka hanya memiliki anak perempuan. Sudahlah, bantu aku untuk menutup kembali peti itu dan menguburnya," tuturnya
"Anak perempuan?" gumam Tessa mengernyit heran.
"Kau belum tau ceritanya?" tanya Grace.
Tessa menggeleng.
"Bukankah Henry sudah mengirim sebuah situs untuk kita baca?" tanyanya kembali.
"Kapan?" Tessa mengernyitkan dahinya.
"Dua hari yang lalu. Sebelum kita pergi," jawabnya.
"Aku tidak menerima apapun," seru Tessa.
"Huh." Grace menghela napas perlahan. "Nanti akan aku ceritakan."
"Ayo kita kembali ke mobil. Langit sudah semakin gelap. Sepertinya, tidak lama lagi hujan akan turun," ucap Noah.
Mereka memutuskan untuk kembali berjalan menuruni bukit. Henry berjalan di depan Tessa yang membuat wanita itu terus saja memperhatikan teman sekelasnya dari belakang. Tessa terus berpikir apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya sendiri dan terlebih pada diri Henry hingga membuat mereka terlihat tidak begitu akur.
"Tidakkah sebaiknya kita masuk ke dalam rumah itu?" tanya Noah.
"Tidak perlu," jawab Tessa.
Henry berdecak.
"Aku yakin akan ada badai saat malam nanti. Lebih baik, kita masuk ke dalam sana. Kulihat, rumah itu tidak terlalu usang," seru Grace.
"Kau yakin?" Tessa mengernyitkan dahinya.
Grace mengangguk dan langsung merangkul temannya itu.
Suara decitan pintu yang bergesek pada besi-besi penahan pintu tersebut, membuat tikus-tikus di dalamnya langsung berlari mengumpat. Sorotan cahaya senter yang dimiliki Noah, dia arahkan berupaya untuk menerangi isi dari rumah tersebut. Mereka masuk ke dalam rumah yang benar-benar sudah berdebu dan juga pengap. Langit-langit rumah itu sudah mulai rapuh. Beruntung tembok tersebut masih kokoh berdiri di atas tanah.
KAMU SEDANG MEMBACA
[Completed] TSS [1]: Tessa Sophia and The Secret of Cornfields
HorrorBest of Wattpad Outreach Ambassador in Wattpad Outreach [30/5/23] ¬ 1st horror story [Actocity Belt] in YAIndo [26/3/19] HIGHEST RATING: #1 in HORROR STORY [15/11/20] #18 in CREEPY [20/10/18] [TONTON TRAILERNYA!] The Secret Series [1]: Tessa Sophia...