XVI

1.2K 151 9
                                    

Senja sore hari begitu terang menyinari sebuah ladang jagung di Grand Island Nebraska, Amerika Serikat. Angin berhembus secara perlahan yang membuat tanaman jagung tersebut bergerak berirama. Angin sore itu menuntun dirinya ke sebuah rumah berisikan dua pasang suami istri. Ya, hanya ada satu rumah yang berada di tepi ladang jagung tersebut. Mereka menyebut diri mereka sendiri adalah 'Prayor' yang berarti kepala biara.

Mereka adalah penganut Jemaat yang taat beragama. Mereka tidak segan menghabiskan waktu mereka untuk berdoa agar diberikan sebuah keturunan. Karena, salah satu sepasang suami istri yang tinggal di sana, tidak dapat dikaruniai anak (lagi).

Oleh karenanya, keluarga Pallegrin terutama nyonya Pallegrin, mengharapkan bahwa kakaknya iparnya; nyonya Palmer, dapat mengandung seorang anak agar mereka bisa mendapatkan keturunan untuk keluarga mereka.

1979.

Setelah dua tahun menunggu keajaiban, hingga hari itu tiba, nyonya Palmer melahirkan bayi kembar yang dibantu oleh adiknya sendiri. Kebahagiaan begitu terasa menyelimuti keluarga besar Prayor. Tuan Palmer dan tuan Pallegrin mengambil kedua anak tersebut dan mengangkatnya ke atas. Mereka membacakan sebuah mantra yang memang sudah menjadi kebiasaan bagi keluarga mereka sendiri ketika seorang anak telah lahir di keluarga mereka.

  🔱🔱🔱  

1996.

"Bunuhlah dia! Dapatkan daging-daging yang menurutmu paling empuk untuk dimakan!"

Seorang pria tua berteriak dengan kencang dari teras rumahnya ketika melihat dua orang putri kecilnya berlari mengejar seekor rusa. Pria yang tengah menghisap sebatang rokok tebal itu terus menatap mereka dari arah kejauhan. Kedua putrinya sudah tumbuh sesuai apa yang dia dan istrinya harapkan.

"Bagaimana perkembangan mereka?" tanya datar seorang wanita yang berjalan mendekati pria tersebut dengan kedua tangan yang menyatu ke depan.

Pria tua itu menoleh ke belakang, "Mereka mengerti dengan cepat tentang apa yang kuucapkan."

Wanita itu berdiri tepat di samping pria tersebut, "Aku berharap bahwa Sang Dewa akan menerima apa yang Dia harapkan."

Angin berhembus secara perlahan. Wanita itu melihat sebuah foto yang berada di genggaman tangannya. Dia tersenyum simpul melihat kedua keponakannya kini telah tumbuh dewasa dan Dewa Fortuna sudah memberikan kepercayaan tersebut kepada keluarga mereka.

 Dia tersenyum simpul melihat kedua keponakannya kini telah tumbuh dewasa dan Dewa Fortuna sudah memberikan kepercayaan tersebut kepada keluarga mereka

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Lebih baik kita masuk ke dalam. Sebentar lagi matahari akan terbenam," ujar wanita tersebut.

Suara tembakan terdengar bergema dari arah kejauhan. Burung-burung gagak yang tengah terdiam pada ranting pohon, kini berterbangan ke udara. Keluarga dari kedua putri tersebut bisa mendengar dari dalam rumahnya bahwa anak-anak mereka sudah mendapatkan hasil buruannya pada malam hari ini.

Pyrena dan Palma adalah dua orang putri kembar dari keluarga Palmer. Mereka tumbuh dengan cepat dan penuh dengan cinta. Mereka diajarkan untuk saling memburu hewan yang nantinya akan disajikan sebagai makanan. Terkadang, kedua gadis kecil itu juga diajarkan cara memotong daging dari hewan hasil buruannya. 

Kehidupan Phyrena dan Palma sangatlah bahagia tanpa mereka ketahui bahwa kedua orang tua beserta bibi dari ayah mereka akan menjadikan diri mereka sebagai pengorbanan untuk Dewa Moros. Dewa yang telah dianut oleh keluarga mereka sendiri.  

Pada malam harinya, tepat saat kedua anak kembar itu sudah berumur 17 tahun, terjadilah pembekapan yang dilakukan oleh keluarganya sendiri. Ayah mereka bertugas membekap Palma saat melihat anaknya berada di dapur untuk mengambil makanan kaleng. Sementara ibu dan bibi mereka bertugas untuk melakukan perdebatan hebat agar menarik perhatian Phyrena. Saat Phyrena berada di teras rumah, ibunya langsung masuk ke dalam rumah, tanpa sepengetahuan Phyrena, ibunya membawa tongkat kayu dan langsung menghantap tengkuk anaknya itu.

Palma dan Phyrena berada di tempat yang berbeda. Palma diikat di dalam kandang kuda pada sebuah kayu berbentuk salib terbalik sedangkan Phyrena diikat di tengah-tengah ladang jagung.

Pengorbanan kedua putri tersebut rupanya hanya satu yang diterima oleh Dewa Moros yang tidak lain adalah Phyrena. Dewa Moros tidak bisa menerima Palma karena rupanya anak dari keluarga tersebut memiliki agama yang sangat ketat dan diajarkan oleh pamannya sendiri secara diam-diam. Karena merasa kecewa, akhirnya Dewa Moros memutuskan untuk mengambil semua nyawa ayah, ibu serta bibi dari anak kembar tersebut.

[Completed] TSS [1]: Tessa Sophia and The Secret of CornfieldsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang