XII

1.1K 150 5
                                    

Mereka mencium bau amis yang sangat menyengat entah berasal dari mana. Hal ini tentu membuat Noah tidak bisa menahan gejolaknya untuk muntahkan rasa mualnya. Berulang kali Noah berusaha keras untuk memuntahkan sesuatu yang mengganjal di tenggorokannya, hal itu membuat urat leher serta urat di kening Noah terlihat dengan jelas.

"Apa kau baik-baik saja Noah?" tanya Tessa.

"Entahlah, leherku terasa gatal sekali," jawab Noah dengan wajah yang memerah.

"Di mana kita bisa mendapatkan air?" tanya Grace yang panik.

Tessa tidak sengaja melihat sebuah ember berisikan air yang menetes dari atas. Dia tidak tahu air tersebut berasal dari mana. Tetapi, jika Noah menginginkan air untuk diminum, lelaki itu tidak mempunyai pilihan lain selain memilih ember tersebut.

"Kau yakin Noah?" Grace mengernyitkan dahinya.

Raut wajah Noah merasa ragu sedikit, dia meminta Tessa untuk menyinari air tersebut sebelum diminum.

Noah merasa tenggorokannya semakin panas tanpa alasan tertentu. Dia segera meminun air tersebut dari dalam ember dan setelah itu rasa panas dan gatal pada leher lelaki tersebut perlahan semakin hilang.

"Bagaimana?" tanya Tessa.

"Sudah lebih membaik," jawab Noah dengan memegang lehernya.

🔱🔱🔱

"Krieeetttt..."

Suara sebuah pintu terdengar bergema dari dalam ruang bawah tanah. Mereka yang panik segera mencari cara untuk bisa bersembunyi.

Panik? Tentu.

Mereka tidak bisa menemukan sesuatu untuk bersembunyi. Sepertinya mereka telah terjebak. Kalaupun mereka bersusah payah untuk memecahkan kaca jendela kecil di atas, itu tidaklah mungkin karena tubuh mereka tidak akan muat untuk keluar dari benda tersebut. Noah menyuruh Tessa untuk mengumpat di belakang sebuah lemari yang memang tidak menyatu dengan tembok.

"Drap..."

"Drap..."

Mereka mendengar suara langkah kaki yang menuruni anak tangga ruang bawah tanah secara perlahan. Noah segera mencari cara agar bisa menyembunyikan Grace. Dia melihat sebuah kain berwarna hitam yang menutupi sesuatu di dalamnya. Ditariknya kain tersebut dan memperlihatkan sebuah jam besar tua yang sudah berdebu tetapi tidak memiliki lonceng di dalamnya.

Noah membuka kaca jam besar tersebut dan untungnya tinggi tempat lonceng yang biasa menggelantung di dalamnya, setinggi dengan tubuh Grace.

"Bagaimana dengan kau, Noah?" tanyanya gemetar.

"Kau tidak perlu mengkhawatirkanku. Aku akan bersembunyi di tempat lain," ucapnya sembari menoleh ke belakang.

Setelah Grace berhasil mengumpat di dalam jam besar tersebut dengan cara berdiri, Noah menutup kembali jam itu menggunakan kain hitam tadi.

Sekarang hanya tinggal dia seorang diri.

Noah tidak tahu harus bersembunyi di mana. Pikirannya terasa buntu setelah melihat sinar dari senter milik Henry semakin lama semakin terlihat jelas. Pandangan Noah akhirnya teralihkan pada tumpukan kardus di ujung ruangan.

Dia memutuskan untuk bersembunyi di sana dan berharap bahwa Henry tidak bisa menemukannya. Keadaan benar-benar terasa hening saat mereka bersembunyi di tempatnya masing-masing.

Grace mulai kehabisan udara karena berdiri di dalam jam besar, sementara Tessa mulai merasakan kakinya kesemutan kembali dan Noah tetap berjongkok di belakang tumpukan kardus tersebut.

[Completed] TSS [1]: Tessa Sophia and The Secret of CornfieldsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang