8. Dia Pandangan Pertamaku

254 39 21
                                    

"Waktu akan terasa lama saat kita menunggu sesuatu yang kita inginkan." -Yakushi Kabuto


"Karnanya aku jadi serta merta tak karuan, rasaku, jiwaku, ragaku, tak karuan."

***


Seseorang tiba-tiba mencekal lenganku. "Awh," ringisku. Ia menarikku ke taman belakang sekolah. Tempat yang sangat sepi.

"Lo apa-apaan sih Ghi?"

"Kamu yang apa-apaan Rah, kamu dingin banget sama aku. Terus kamu bisa-bisanya berduaan sama cowok lain!" bentaknya.

"Emangnya salah ya temenan sama cowok lain hah?! Emangnya lo siapa berhak ngatur-ngatur gue?! Lo cuma sampah yang buat gue susah!" ucapku dengan nada yang tinggi. Aku benar-benar tak tahan. Hingga aku luapkan semuanya saat ini. Aku yang biasanya ambigu kini memarahi orang yang masih berstatus pacarku.

"Aku mau hubungan kita udahan aja," sambungku setelah mengatur napasku. Arghi seperti syok saat mendengar perkataanku. Ia melepaskan genggaman tangannya.

"Apa? Apa salah aku Rah? Maksud kamu sampah apa? Apa salahnya aku cemburu sama pacar aku sendiri?" ucapnya.

"Takdir pertemuan kita memang salah," lirihku sembari pergi meninggalkan Arghi. Mungkin Arghi akan berpikir aku tak masuk akal dan beranggapan bahwa aku sudah mempermainkan hatinya. Terserah, aku tak mau lagi peduli.

Tak terasa air bening itu keluar. Sungguh aku benar-benar seorang pengecut. Ini kedua kalinya sakit hati meraba jiwaku dan dikarenakan pria itu. Dulu dia meninggalkanku tanpa alasan, sekarang aku yang meninggalkannya tanpa alasan yang kuat.

Aku berlari entah ke mana arahnya. Dan akhirnya aku menemukan kelas Abin. Ia terkejut dengan keadaanku yang begitu kusut dan cucuran air mata yang terus saja mengaliri pipiku. Lalu Abin menggopohku ke UKS.

"Rah, biar lo tenang gimana kalo lo pulang aja? Biar gue izinin ke guru piket ya?"

Aku mengangguk setuju. Dari tadi pagi aku memang sudah tidak enak badan, ditambah lagi kejadian tadi yang membuatku semakin lemas. Aku pun pulang ke rumah. Ini adalah hari yang buruk.

***

"Mama rasa kamu udah baikan,"

Betapa terkejutnya aku ketika melihat Mama, Papa dan Kak Dio di kamarku. Sungguh ini baru pertama kalinya Mama dan Papa menghampiriku ke kamar.

"Mama? Papa?"

"Gue gak disebut? Gue loh yang angkat lo ke kamar dek," ucap Kak Dio.

"Angkat aku?"

"Iya tadi pagi-pagi kamu dianter pulang sama temen kamu katanya kamu pingsan di sekolah eh ga bangun-bangun, Mama sama Papa khawatir loh." jelas Mama.

"Mama sama Papa kok tumben pulang cepet?"

"Hm, kebetulan rekan bisnis Papa kamu mau mampir ke sini jadi Papa sama Mama pulang cepet."

Aku mengangguk tanda mengerti. Aku segera bangkit dari tidur dan langsung menelepon Rahma. Untuk menanyakan pelajaran tadi di sekolah. Besok aku harus sekolah karena tak ingin terlalu banyak ketinggalan pelajaran. Satu hari pun bagiku sangat berharga.

ABIRAH [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang