17. Ada Apa?

163 14 12
                                    

"Semakin lama kau hidup, semakin kau menyadari bahwa kenyataan hanya menciptakan rasa sakit, penderitaan dan kekosongan." -Uchiha Madara

"Siapapun kamu berhak menangis saat sedih dan tertawa saat bahagia."


***

"Lo mau nikung gue?" tanya Arghi dengan amarah yang memuncak. Kevin hanya menundukan kepalanya. "Dari pertama sebenarnya gue gak setuju lo sama Abin, dia itu gak baik buat lo. Dia lebih pantes buat gue yang udah bejad."

"Maksud lo?"

"Sebelumnya, gue pernah pacaran sama Abin. Dan--"

"Dan, lo sama dia?" potong Arghi. Kevin menganggukkan kepalanya. Arghi mengepalkan tangannya. "Sebelum lebih jauh, gue minta lo jauhin Abin. Ini demi kebaik--"

Sebelum menyelesaikan perkataannya, satu pukulan mendarat ke arah Kevin. "Lalu kenapa dari awal lo gak bilang sama gue?! Lo ngerencanain itu semua sama Abin?!" Arghi terus memukuli Kevin.

Tiba-tiba Abin sudah ada di kantin. Matanya sembab melihat Arghi dan Kevin yang berkelahi, lebih tepatnya Arghi yang memukuli Kevin. "CUKUP GHI!!" teriaknya melerai. Abin membantu Kevin yang tersungkur di lantai. Ia memapah Kevin ke luar kantin tanpa memperdulikan keberadaan Arghi.

Guru Bk sudah datang. Aku yang menyusuli guru Bk. Aku tak menyangka kalau yang bertengkar adalah Arghi dan Kevin. Aku hanya menatap Arghi di ambang pintu. Rahma segera menarikku ke dalam kantin.

Setelah kejadian tadi siang, aku selalu gemetaran melihat Arghi maupun Kevin.

"Lo gak papa Rah?" tanya seseorang di belakangku. Aku menatap Kak Ganjar. Tatapan matanya sungguh meneduhkan hatiku. Aku menggelengkan kepalaku.

Kak Ganjar menggandeng tanganku, "Ya udah yu pulang."

"Kak kita masih di sekolah," ucapku. Kak Ganjar tersenyum dan melepaskan genggaman tangannya. "Kalo gitu jalannya di samping gue, biar gue bisa jagain lo."

Tak kusadari pipiku mulai memerah. Aku jadi salah tingkah sekarang. Kak Ganjar tiba-tiba tertawa. "Lo baper?"

"Enggak ih apaan," ucapku mengelak. "Iyain aja deh biar yang boong seneng."

"Apaan sih ka? Siapa juga yang boong," ucapku sembari menatap mata hitam lekatnya. Pandangan kami mulai bertubrukan. "Jangan natap gue kek gitu ntar lo kesemsem loh," ucap Kak Ganjar tiba-tiba.

Aku yang sebal mengabaikan Kak Ganjar dan langsung bergegas masuk ke mobil Kak Ganjar. Sebelum kami ke luar dari parkiran. Arghi tiba-tiba menghalangi jalan dan menyuruhku turun.

"Rah gue mau ngomong," aku mulai gemetaran. Kak Ganjar yang melihat itu, ia langsung ke luar dari mobil. "Lo bisa minggir ga ini jalan bukan punya nenek lo!"

"Gue gak punya urusan sama lo," aku melihat tangan Arghi yang sudah membentuk kepalan. Aku segera ke luar tanpa ba-bi-bu. "Ada apa?" tanyaku  tanpa melihat ke arahnya. Aku memang tak berani melihatnya setelah kejadian yang mempermalukanku tadi di kelas.

Arghi memegang lenganku dan menarikku ke tempat yang agak sedikit jauh dari Kak Ganjar. Kak Ganjar hanya menatapku dari kejauhan. "Maafin gue soal tadi yang di kelas," ucapnya dengan wajah sendu. Aku hanya menganggukkan kepala. Ia kembali tersenyum, mungkin karena lega dan tak lagi merasa bersalah kepadaku.

"Ada yang mau gue jelasin juga," ucapnya lagi. Netra kami pun beradu. "Lo pantes benci sama gue, gue udah bejat Rah. Gue di skors dan Kevin juga Abin dikeluarkan dari sekolah." lanjutnya.

"Dikeluarkan? Karena cuma berantem gini? Lalu Abin juga?" tanyaku tak percaya. Arghi kembali menundukkan kepalanya. "Kenapa Ghi?! Kenapa bisa?"

Air bening itu ke luar dari pelupuk mata Arghi. Ia tak lagi peduli di mana ia berada. Pasti ia sedang menghadapi masalah yang besar. "Mungkin sebentar lagi gue juga bakal dikeluarin. Maka dari itu, sebelumnya gue minta maaf sama lo dan juga makasih pernah mau sama gue."

Arghi pergi meninggalkanku, aku segera menahannya. "Lo bisa cerita sama gue, gue kan temen lo. Meskipun lo cowok tapi kalo lo butuh saran atau hanya sebatas meluapkan beban lo bisa curhat sama gue," kataku yakin.

"Kalo gue curhat sama lo, itu justru bakal buat lo benci sama gue." batin Arghi.

"Makasih Rah, gue cengeng banget ya jadi cowok?" tanyanya dengan tersenyum lembut. Rasanya aku sedikit tenang melihat senyuman itu. "Enggak kok, Arghi gak cengeng. Kadang mau cewek atau pun cowok itu sama aja, mereka berhak menangis di kala sedih dan berhak tertawa di kala bahagia," jelasku.

"Mulai deh sok puitis," ucap Arghi sembari mengacak rambutku. "Kebiasaan ih orang udah rapi," kesalku. Arghi kembali mengacak ranbutku lalu kabur tak bertanggung jawab. Aku segera mengejarnya.

"Aish, awas ya kalo ketangkep." ucapku bersiap untuk mengejar. "Coba aja kalo lo bisa nangkep gue," katanya dengan nada meledek. Tiba-tiba seseorang memegang lenganku. "Rah ayo kita pulang, Papa lo sakit." ucap Kak Ganjar.

Aku segera pergi meninggalkan Arghi. Arghi yang melihat itu mungkin kebingungan. Wajahnya menjadi murung lagi. Hanya saja waktu itu aku terlalu panik memikirkan Papa. Dan lupa untuk pamit kepada Arghi.

Aku dan Kak Ganjar sampai di rumah sakit. Kami mulai mencari kamar Papa. Ketika sampai, aku melihat Papa terbujur kaku di ranjang, atau lebih tepatnya tertidur di ranjang. Aku berlari dan memeluk Papa.

"Papa kenapa Ma?" tanyaku panik. "Papa gak papa kok cuma butuh istirahat," ucap Mama meyakinkan. "Alhamdulillah," ucapku seraya bersyukur.

"Kok malah Alhamdulillah? Papa kamu kan sakit ini malah bersyukur," ucap Kak Ganjar. Aku mendengus sebal. "Maksud aku ya kak, Papa itu gak sakit apa-apa cuma butuh istirahat jadi aku beryukur."

Kak Ganjar hanya ber oh ria. Aku pun pulang diantar Kak Ganjar. "Mau masuk dulu Kak?" tanyaku basa-basi. "Gue pulang duluan aja, bye."

"Tumbenan," batinku.
Biasanya Kak Ganjar selalu mampir untuk sekedar minta air putih atau ngobrol. Mungkin sekarang dia gak haus, atau ada sesuatu yang penting dan mendesak.

Aku malah terpikirkan soal Arghi. Arghi di skors, Kevin dan Abin dikeluarkan. Sebenarnya apa masalah mereka? Kenapa bisa Abin juga ikut-ikutan dihukum? Ah, aku sungguh penasaran.

Aku mulai memainkan ponselku. Aku berniat menelpon Abin. Ah, aku lupa. Aku sedang tidak baik dengan Abin. Lalu aku melihat kontak Arghi. Baru saja aku akan menekan tombol pesan, Arghi menelponku duluan. Karena kaget, aku sampai tak sadar membantingkan ponsel. Untung tak rusak karena kubantingkan ke kasur.

"Hallo Rah?"

"Hm?"

"Lo tadi bilang sama gue, gue boleh curhat sama lo kan?"

"Iya boleh,"

"Gue lagi bosen nih,"

"Terus?"

"Iya itu,"

"Terus?"

"Iya gue lagi bosen gak papakan gue pengen ngobrol sama lo?"

"Gue kira lo mau curhat,"

"Tadikan udah,"

Aku segera menutup telepon dari Arghi. Sungguh gak jelas, tapi perasaanku berbunga-bunga. Ah, itu tidak boleh terjadi.

***

Tbc
Terimakasih sudah membaca
Follow ig : salwa.mld
Id line : salwamlda15

ABIRAH [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang