13. Sisa Rasa

184 22 10
                                    

"Tolong diingat kalau hidupmu bukan cuma untuk dirimu saja." -Hyuuga Neji

"Payah, aku bahkan masih memikirkan orang yang telah menggoreskan luka di dada."

***

Hari ini Arghi sudah mulai masuk sekolah. Aku menunggunya di kelas. Jangan berfikir yang tidak-tidak dulu. Hanya saja aku dan dia sekelompok dalam tugas presentasi Ipa yang diberikan Pak Rahmat tempo hari. Masalah Abin, aku sudah bodo amat. Aku juga malas harus membahasnya.

Berdasarkan info dari Kevin dia akan masuk hari ini. Tapi sampai bel masuk berbunyi Arghi belum datang juga. Dan saat Pak Rahmat sudah ada di kelas, Arghi datang dengan pakaian yang tak rapi terburu-buru. Dia tetap ceroboh. "Maaf Pak saya telat, tadi macet." ujarnya.

Untung saja Pak Rahmat sedang baik. Mungkin karena beliau mengetahui bahwa Arghi baru sembuh dari sakitnya. Wajahnya memang masih terlihat pucat, tapi ia terlihat sangat semangat hari ini.

"Oke, hari ini Bapak minta maaf karena harus rapat jadi pelajaran sampai di sini saja. Dan untuk tugas presentasi minggu besok Bapak akan tes dan sebaiknya sekarang kalian berkumpul dengan kelompok masing-masing untuk membahasnya. Terima kasih." jelas Pak Rahmat seraya membereskan buku-bukunya dan meninggalkan kelas.

"Loh, gue kan gak tau sekelompok sama siape," ucap Arghi celingak-celinguk. Aku menghampiri dan menyodorkan makalah kepada Arghi. "Apaan ni?" Aku menjawab gusar. "Ini bahan presentasinya lah tolol,"

"Oh jadi gue sekelompok sama lu ya Rah?" tanyanya lagi. Aku hanya mengangguk. "Asyik dong, gue gak perlu ngerjain." ujarnya tersenyum sok imut. Hanya saja aku sudah muak melihat tingkahnya itu.

"Karena lo gak ikut ngerjain, lo apalin itu semua," ucapku memperjelas. Arghi melirik makalah setebal kamus di depannya. "Buset, najis lu. Masa yang sakit dikasih hapalan segini banyak. Bisa sakit lagi nih dedek,"

"Alay lu," aku meninggalkan Arghi yang masih kebingungan. Aku meliriknya yang kesusahan mengahapal dari bangkuku. Tiba-tiba lengkungan manis terukir di bibirku. Ia berdiri dari duduknya dan melihat ke arahku. Aku langsung memalingkan pandanganku.

Ia menghampiriku. "Lo bikin makalah apa kamus sih? Gue gak mampu ngapalinnya, gue kan baru sembuh."

"Banyak gaya lu njing, bilang aje lu males ngapalin makalah segede banyak gitu," sahut Kevin dari belakang. "Bener tuh, sakit tuh jangan dibikin alesan," kataku. Yup, Arghi kalah. Dengan cemberut dia kembali ke bangkunya dan kembali menghapal. Aku tertawa melihatnya. Aku sungguh gemas.

Tunggu, kenapa aku jadi gemas padanya. Aku menggelengkan kepalaku. Aku harus menjauhinya, itu yang sudah kujanjikan pada Abin. Ini hanya hubungan sebatas teman sekelas dan sekelompok. Tidak lebih. Aku bergegas ke toilet karena memang ingin buang air kecil.

Aku melihat Abin tengah berjalan ke arah kelasku. Aku diam sejenak di depan kelas. Ketika kami berlewatan, ia bahkan tak melirikku sedikit pun. Ia hanya fokus pada tujuannya yaitu kelasku. Ia menganggapku tak ada dan hanya angin lalu. Aku yakin pasti dia akan mendatangi Arghi.

"Woy," seseorang mengagetkanku.

"Kak Ganjar? Ada apa?"

"Maafin gue ya hari ini gue gak bisa pulang bareng lo,"

"Iya gak papa Kak,"

"Lo gak nanya kenapa?"

"Emang kalo aku nanya, Kak Ganjar bakal jawab?"

ABIRAH [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang