18. Terulang

171 16 2
                                        

"Begitulah wanita, ketika lisan tak mampu lagi berkata-kata, air matanya yang kemudian berbicara." -Shikamaru Nara

"Semuanya sudah berakhir sebelum aku mulai nenyadari."

***

Esoknya, Arghi kembali menelponku. Aku tak enak bila tak mengangkatnya. Apalagi ia pernah berkata akan datang ke rumahku bila aku tak mengangkat telponya. Entah kenapa Arghi jadi lebih pemaksa. Aku tak suka dipaksa.

"Rah lo jadian sama Ganjar?"

"Ga," ketusku.

"Syukurlah, soalnya gue masih suka sama lo."

Aku diam tak menjawab. Rasanya malas mendengarkan obrolannya yang malah membuat ku ilfill. Hari ini Kak Ganjar mengajakku jalan. Ketika aku mendengar suara dentruman motor, aku segera menutup telepon.

Aku segera mengambil helmku. Aku segera pergi menghampiri Kak Ganjar. Ketika kubuka pintu, tiba-tiba Kak Ganjar sudah ada di depanku. Ia berdiri di sana sembari memegang sebuah buket bunga.

Ia merogoh tanganku. Matanya seperti menembus ruang fana. Membuat aku terleha tergeletak dalam kesusahan bernafas. Aku sedikit berdehem untuk mencairkan suasana. "Kita bukannya mau jalan kak? Ayo!" ucapku sedikit gugup.

Kak Ganjar masih terdiam. Ketika aku hendak pergi, ia menarikku ke dalam pelukannya. Dadaku berdebar tak karuan. Aku masih tak mengerti dengan suasana ini. Waktu itu, aku tak menyadari sesuatu. Ada yang datang ke rumahku. Aku tak tahu siapa, namun aku menemukan setangkai mawar merah tergeletak di luar pekarangan rumahku.

Sudah selesai date hari ini. Aku menyebutnya date karna aku kira hari ini Kak Ganjar sungguh sedang romantis. Malam ini kuputuskan untuk ikut Kak Dio melihat bintang di atap. Aku sedang senang, biasanya aku selalu menolak ajakan Kak Dio.

Kak Dio sering sekali melihat bintang, ia sangat suka langit di malam hari. Aku sama sekali tak berminat dengan itu. Makanya aku sering menolak ajakannya. Malam itu dingin, sepi, sunyi, meskipun langit indah bertabur bintang.

"Lo tau ga, menurut filosofi hidup itu minimal haruslah belajar pada bintang. Seluruh kemampuan dan nyawanya digunakan untuk menghasilkan dan menjaga nyala terangnya. Cahaya terang itu bukan untuk menunjukkan dan menyombongkan eksistensinya, tetapi cahaya itu digunakan untuk menyinari semua yang ada di dekatnya. Meski situasi yang dia hadapi adalah gelap, dingin, dan sesak di luar sana, ia tetap bertahan." jelas Kak Dio panjang lebar.

Aku pun mengangguk setuju. Aku melihat ke arah langit kembali. Aku menunjuk salah satu bintang yang sendiri. "Kalo yang itu kenapa sendirian?"

"Justru kalo sendiri, cahaya yang dihasilkan terlihat amat kontras dan jelas untuk menunjukkan ketegaran hati dan ciri khas uniknya."

Tak terasa sudah lama aku dan Kak Dio sudah lama di atap. Karena malam ini sudah terlalu larut, aku segera turun untuk tidur. Malam ini sangat mengesankan. Apalagi aku juga semakin dekat dengan kakak angkatku.

Esoknya, aku berangkat sekolah bersama Kak Ganjar. Hari ini Arghi kembali sekolah. Namun aku tak menemukannya di kelas. Setelah perlajaran berlangsung pun aku tak melihat batang hidungnya. Aku tak peduli namun hatiku sungguh penasaran. Terakhir kali Arghi menelpon adalah kemarin. Biasanya setiap malam ia selalu menelpon tapi semalam tidak.

Aku tak peduli, namun aku sedikit risih. Meskipun Kak Ganjar sudah berdiri di depanku, namun aku masih saja memikirkan orang yang jelas sudah pernah menyakitiku. Mungkin bukan ia yang sakiti itu namun aku tersakiti oleh takdir pertemuan aku dan dirinya.

"Rah si Arghi kemaren sore katanya kecelakaan," ucap Rahma tiba-tiba. Aku menjatuhkan buku yang sedang aku baca. "Gue gak tau pasti sih kecelakaan kenapa, tapi anak-anak katanya pengen jenguk lo mau ikut?" tanya Rahma.

"Ah iya ntar gue bareng Kak Ganjar deh," timpalku.

Sepulangnya, aku menjenguk Arghi bersama Kak Ganjar. Aku sedikit telat,  teman-temanku sudah lebih dahulu. Aku baru datang setelah semuanya sudah akan pulang. Aku melihat kondisi Arghi yang benar-benar parah. Ia terbaring tak berdaya, tak ada kepastian kapan ia akan bangun. Saat ini Arghi koma, dan dokter menyatakan hanya keajaiban yang dapat membantunya. Kak Ganjar seperti mengerti, ia meninggalkanku berdua dengan Arghi.

"Ghi, lo-lo kok bisa jadi kek gini sih?!" ucapku tersedu-sedu. Rasanya napasku tersenggal-senggal. Aku menangis dan membuat pipiku kebasahan. "Lo tau Ghi, kemarin itu gue suka banget, saat dimana gue sama lo jadi kita, saat dimana kita sering tukar-tukar kabar. Meskipun hubungan kita cuma berjalan sangat sebentar. Tapi gue jelas sangat bahagia Ghi. Ini salah gue, maafin gue Ghi. Gue jelas salah."

Aku memegang tangannya, tiba-tiba tangan dingin itu berubah suhu. Ia bergerak. Aku terkejut bukan main. Setelah itu, aku segera memanggil dokter. Kak Ganjar menarikku ke luar, "Kita pulang ya Rah? Papa kamu udah nelpon." Aku hanya mengangguk setuju.

Keesokannya, aku mendengar kabar bahwa Arghi akan ke Singapura. Aku masih belum mengerti kenapa. Menurut kabarnya, Arghi sudah siuman, namun karna Ayah Arghi memang akan pindah ke Singapura, Arghi juga ikut.

Sepulang sekolah, aku pergi ke rumah Silvi. Silvi menyambutku dengan baik. Kami banyak berbincang-bincang. Sebelum alur obrolannya kemana-mana, aku segera menanyakan perihal Arghi yang jadi maksud utamaku datang ke sini. "Bener Kak, tapi Kak Arghi belum pergi kok, dia masih di sini. Lusa dia baru akan berangkat."

Tiba-tiba sebuah chat masuk ke handphoneku.

ArghiGann : Rah, maaf gue ganggu lo, tapi ada yang mau gue omongin. Gue minta maaf Rah, kayanya ini terulang lagi. Gue bakal tinggalin lo lagi. Tapi gue pikir kali ini lo pasti gak akan peduli. Sebenernya gue mau ngomong langsung kemaren gue lupa hari apa ga tau kenapa mungkin karna kebentur kali ya, tapi lo lagi sama Ganjar gue ga mau ganggu.  Gue juga udah bawa mawar merah kesukaan lo, yang gue ingt waktu SMP lo suka itu. Gue ga tau sekarg lo masih suka apa enggak. Tapi gue lupa jatohin bunganya dimana, yg gue ingt itu. Kemaren gue denger lo jenguk gue ya? Makasih banget ya. Semoga lo bahagia sama Ganjar. Dan gue bakal temuin jodoh gue juga di sana. Kalo lo nikah sama Ganjar jangan lupa undang gue wkwk. Bye maaf ya juga makasih buat hari-hari kemarin.

"Ja-jadi bunga itu?"

"Kenapa Kak? Ada apa?" tanya Silvi.

Aku segera pamitan kepada Silvi. Perasaanku tak karuan sekarang. Sungguh aku masih ingin melihatnya. Namun apa daya, aku yang telah menyia-nyiakannya. Mungkin sudah cukup, aku juga akan mengakhirinya. Akan ku fokuskan hatiku untuk terus belajar mencintai Kak Ganjar.

Arghi, kamu akan tetap jadi bagian di hatiku meski kamu tlah pergi jauh dari hidupku.

***

Hallooo guys
Lama ga update ya, gak tau kenap males banget, maafin ya gengs.
Btw ini udah akhir cerita setelah ini aku mau buat epilog. Makasih pembaca setia Abirah. See u next story.

Follow ig : salwa.mld
I

d line : salwamlda15

ABIRAH [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang