Matahari mulai menyapa bumi pertiwi dengan hangat yang bersahabat. Ia selalu konsisten muncul tepat waktu dan setia mengerjakan tugasnya menghangatkan bumi−menghidupkan suasana bumi. Begitu patuh ia pada penciptanya hingga tak pernah melanggar apa yang telah di gariskan.Apa yang akan terjadi bila matahari tak lagi mencintai titah tuhannya? Ia tak muncul dan bersembunyi di antara kabut-kabut tebal di angkasa sana, apa yang akan terjadi apabila penghuni tata surya tak berputar pada garis edarnya? Siapa yang memberitahunya di mana mereka harus berada? Jawabannya hanya satu, Allah sang pencipta alam semesta. Sudahkah kita bersyukur atas nikmat yang telah diberi tuhan pada kita? lalu sang pencipta berfirman dalam surat Ar-Rahman—kalimat itu berbunyi 'Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?'
Gadis berbalut kerudung panjang dengan kaos seragam olah raga yang menutupi tubuhnya—duduk bersender pada tiang penyangga gedung besar itu. Pandangannya lurus jauh ke depan. Dia lihat pohon-pohon yang menari-nari kecil bersama nyanyian burung-burung pipit menambah megahnya alam ini. Dia selalu bahagia melihat alam sekelilingnya dia tak bisa membayangkan bagaimana Tuhannya menciptkan alam se-indah ini. Mahasuci Allah yang meninggikan langit tanpa tiang, menumbuhkan pohon tanpa tuan dan mengajarkan burung-burung terbang di langit luas. Dia selalu bertasbih mengagungkan Tuhannya.
Seorang gadis berseragam olahraga dengan rambut terurai bebas, menghampiri Alyssa. Gadis itu duduk di samping Alyssa.
"Hai Alyssa, Via mana kok sendirian? Eh, kamu kenal aku, kan?" tanya gadis berwajah oriental dengan mata bening dan alis tebal yang sangat elok itu.
Alyssa tersenyum pada gadis itu. "Tentu saja aku mengenalmu Gloria, kita kan satu kelas. Via? Mungkin masih di jalan," jawab Alyssa seadanya.
Gadis bernama asli Gloria Christa Larissa itu menyungingkan senyum untuk Alyssa. Lega sudah rasanya bisa menyapa Alyssa, yang selama ini dia ragu untuk menyapanya. kepercayaan dirinya selalu hilang ketika hendak bertegur sapa dengan Alyssa. Alyssa yang pendiam juga memilih diam dan canggung untuk menyapa. Alyssa cukup tau diri bahwa dia tidak terlalu disenangi di kelas.
"Soalnya kita nggak pernah bicara sebelumnya, Lyss. Aku pikir kamu nggak tau namaku," kata Gloria.
Alyssa hanya tersenyum.
"Oh iya Lyss, bukannya aku nggak mau nyapa kamu, tapi sebenernya aku takut kamu nggak mau temenan sama aku, karena kita berbeda." Gloria menundukkan wajahya.
"Maksudmu beda?" tanya Alyssa yang tak mengerti arah pembicaraan Gloria.
Gloria mengeluarkan kalung berbandul bentuk Salib dari balik kaos olah raganya. Alyssa jadi paham maksud dari kalimat 'Kita beda' yang diucap Gloria tadi, dia paham bahwa Gloria adalah pemeluk agama Kristen. Alyssa tersenyum memandang kalung yang Gloria tunjukkan padanya.
"Gloria, kita memang beda keyakinan tapi kita tetap bisa berteman, aku bisa menghargai kamu sebagai nonmuslim dan aku yakin kamu bisa menghargai aku sebagai muslim, bukankah selama ini kamu berteman baik dengan Via dan teman-teman di kelas?"
"Iya Lyss, aku akrab dengan mereka, jujur saat kenal kamu aku takut berbaur, aku takut kamu nggak mau menerima aku, karena aku liat kamu berbeda dengan mereka. Kamu terlihat seperti para pendakwah di televisi," ucap Gloria dengan senyum renyah.
Beberapa detik kemudian Gloria tampak kaget. Buru-buru dia meluruskan kalimatnya.
"Eh, sorry, Lyss aku nggak ada maksud bilang kamu beda," kata Gloria setelah menyadari dalam ucapannya tadi ada kata membedakan Alyssa dan teman sekelasnya.
Alyssa kembali tersenyum. Beda kata yang selalu menyinggung hatinya. Apa dengan berpakaian sesuai syariat lantas membuatnya berbeda dan mendapat perlakuan beda juga? Alyssa selalu berpikir, sejauh inikah islam sehingga harus ada diskriminasi pada orang-orang yang memegang teguh agamanya? Dia kembali rindu suasana pesantren. Namun, dia kembali yakinkan dirinya bahwa dimanapun dia berada tidak akan membuatnya jauh dari Tuhannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
CAHAYA DARI ALYSSA [Sudah Terbit]
Spiritual🍓 Follow me first for best reading... Alyssa siswa pindahan dari pesantren harus duduk di bangku SMA Safir, SMA Favorite di kotanya. Dia yang biasa dengan lingkungan religius serba teratur dari pesantren memulai kehidupan baru di SMA Safir yang s...