Mentari kala itu bersinar sesuai titah tuhannya. Tanpa awan gelap yang menyembunyikan sinarnya dan dengan iringan kicau burung bersuka cita menyambut hangat mentari pagi. Hari yang menyenangkan. Tidak ada lagi pembully-an untuk Via.
Beberapa siswa yang sempat ikut-ikutan demam gossip Riki dan turut mencacimaki Via mulai berdatangan untuk meminta maaf. Mereka mengaku salah, dengan wajah menyesal mereka menghampiri Via dan dengan senyum tipis Via memaafkan mereka, tidak memperpanjang urusan. Dia cukup mengerti bahwa mereka termakan ucapan Riki dan Zahra atau Reni dan Aldi.
Mood Via kembali kesediakala. Via yang riang, Via yang penuh energy positif. Tidak ada gurat kesedihan, semuanya benar-benar sirna setelah Koran terbaru keluar dengan membawa headline hangat tentang Ayah Via yang terbebas dari tuduhan. Koran tersebut tidak hanya berdampak untuk Via. Tapi juga berdampak besar bagi Riki si penebar berita.
“Via. Aku emang nggak ikut-ikutan mojokin kamu, tapi aku sempat percaya sama omongan Riki. Maafin aku ya, Vi,” ucap Gloria menjabat tangan Via.
Via tersenyum. Entah kecewa atau bahagia karena Gloria telah mengakui perbuatannya.
“Wajar kok, Glow kalo kamu percaya, mereka hebat banget ngefitnahnya,” ujar Via.
“Orang kayak mereka emang harus dikasih pelajaran, Vi! Sebel aku!” sungut Gloria.
Zahra memasuki kelas bersama Aldi dan Reni. tatapan sinis teman sekelas masih berlangsung, Kali ini bukan untuk Via tapi untuk Zahra dan geng. Zahra si manusia batu itu cuek saja melihat tatapan sinis teman-temannya.
“Via! Sorry ya, waktu itu gue ikutan ngehina elo, gue bener-bener kemakan omongan Zahra yang ternyata hoax belaka!” seru Duwi. Kelas kembali hingar-bingar.
Via berdiri. Isi kelas terlihat tenang, mereka tahu Via akan mengucap beberapa kalimat.
“Aku bisa terima maaf kalian temen-temen. Aku tahu kalian nggak salah, semua ini terjadi karena ulah oknum yang nggak bertanggung jawab dan bego naggepin berita yang datang. Dia nggak mikir dulu tentang kebenaran berita itu dan langsung nyebar gossip murahan.” Via berpidato seolah Kepala Sekolah sedang memberi wejangan pada muridnya.
“Lain kali teman-teman kalo dapet info dari orang itu jangan dipercaya, bukan sekali duakali dia bikin cerita hoax. Kalo kalian masih percaya berarti kalian termasuk orang yang nggak berpikir!”
Beberapa siswa tertunduk merasa malu dengan ucapan Via. Merasa bodoh termakan pada gossip yang belum tentu kebenarannya.
“Via maaf!” koor beberapa siswa.
Via tersenyum, “Sudahlah teman-teman, toh semua sudah berlalu. Aku bisa nerima semuanya! Udah terjadi juga kan pembullyan-nya.”
Debo bertepuk tangan dari bangkunya. Disusul Bagas dan beberapa siswa lainnya.“Via, atas nama kelas XI IPA 1 kami minta maaf karena bersikap tidak pantas padamu. Aku tidak tahu sejak kapan kelas kita menjadi retak begini. Sungguh, jangan ada kisah menegangkan lagi teman-teman. Jika ada sesuatu yang salah, langsung konfirmasi dengan orangnya, jangan memperkeruh keadaan dengan menyebar berita yang tidak benar. Sekali lagi, kami minta maaf, Vi. Tetap kompak dengan XI IPA 1.” Debo menunjukkan kekuatannya. Kalimatnya disambut tepuk tangan lebih gemuruh lagi.
“Buat Zahra, bersikaplah seperti orang terpelajar! Berhati-hati untuk kemudian hari,” telak Debo. gadis-gadis bersorak. Ketua kelas mereka marah dengan cara elegan.
Zahra menatap Debo jengkel. Hari ini seperti neraka baginya, setiap inci dia melangkah ada saja tatapan sinis, ucapan kotor yang dilontarkan untuk Zahra. Dia semakin kesal, bukan karena menyesal atas perbuatannya, tapi dia kesal pada Via yang menurutnya sok-soan melankolis. Padahal saat ini Zahra lah yang paling dirugikan. Gadis enam belas tahun ini tidak menyadari bahwa perbuatannya sendirilah yang membuat dirinya seolah berada di neraka.
KAMU SEDANG MEMBACA
CAHAYA DARI ALYSSA [Sudah Terbit]
Spiritual🍓 Follow me first for best reading... Alyssa siswa pindahan dari pesantren harus duduk di bangku SMA Safir, SMA Favorite di kotanya. Dia yang biasa dengan lingkungan religius serba teratur dari pesantren memulai kehidupan baru di SMA Safir yang s...