Tempat yang selalu menjadi favorite saat istirahat adalah kantin sekolah. Tak ada yang bisa menandingi padatnya siswa di kantin saat jam istirahat begini, tiap pemilik perut berlomba-lomba memenuhi panggilan yang menjadi hajat hidup mereka.
Tiga pasang kaki ini berjalan dengan terburu-buru seperti menargetkan sesuatu yang harus dicapai sesegera mungkin.
Terik matahari mendukung setiap pemilik kerongkongan untuk segera menyiramkan minuman segar untuk memulihkan tenaga yang terkuras untuk berpikir di dalam kelas. Bagi para siswa, berpikir adalah sesuatu yang sangat berat sama beratnya dengan pekerjaan kuli bangunan mengangkat semen, bata, kayu yang membuat mereka kelelahan dan butuh asupan minuman segar untuk memulihkan kembali tenaga yang keluar.Via tampak terburu-buru. Langkahnya lebar dan cepat, dia sampai menarik lengan Alyssa supaya lebih cepat lagi.
“Emang harus cepat ya, Vi?” tanya Alyssa di sela langkah terburu-buru mereka.
“Alyssa, kalo nggak cepat kita nggak bakal kebagian meja, dan yang paling penting aku takut nggak kebagian Bakso bakar yang sedap itu, lho.” Via berujar sambil melebarkan langkahnya.
Dua lelaki menyalipnya dari samping. Langkah mereka lebar dan cepat, sama seperti yang dilakukan Via dan Alyssa.
“Heh Via, cepat lho! Bakso bakarnya kita sikat!” seru Bagas—satu dari dua lelaki yang menyalip Via dan Alyssa.
Via dan Bagas sama-sama penyuka bakso bakar. Tak jarang mereka berebut bakso yang tinggal satu porsi. Pernah, Via kehabisan bakso bakar, karena tidak bisa menahan nafsu makan untuk bakso bakar, Via mencomot bakso milik Bagas. Dan hal itu membuat mereka saling umpat karena Bagas tidak rela baksonya diambil Via walaupun hanya satu.
“Oy! Tungguin dong!” Via berlari mengejar Bagas dan Debo yang sudah jauh di depan.
“Via,” lirih Alyssa dengan terpaksa dia kejar Via yang tengah berlarian dengan Bagas dan Debo. Dan yups! Mereka berempat berada diurutan paling depan, belum banyak siswa berdatangan.
Dengan mudah mereka memesan makanan. Saat lengang begini kantin sudah seperti surga kecil yang ada di bumi. Tidak perlu berdesak-desakan tidak perlu menunggu lama makanan sudah siap santap.
“Alyssa, mau pesan apa? Tuh menunya.” Via menunjuk papan besar bertuliskan menu makanan lengkap dengan harga yang tersedia di kantin.
“Samain aja, Via,” Alyssa memandang Via sejenak, kemudian mereka beranjak mencari tempat duduk. Via menuju tempat duduk sama dengan meja Bagas dan Debo, di depan mereka masih ada bangku kosong, karena tiap meja di kantin memang berisikan dua kursi yang saling berhadapan.
“Via, duduk di mana?” cegat Alyssa ketika melihat Via berjalan ke meja Bagas dan Debo.
“Di situ bareng duo rusuh.” Via menunjuk Debo dan Bagas.
“Kita duduk di sana saja ya?” ajak Alyssa mengarah pada kursi pojok belakang.
“Waduh kok di pojokan sih, Alyssa? Entar ada setannya lho.”
“Malah kalau duduk di situ banyak setannya, Via.”
“Iya bener! Kok kamu tau Bagas sama Debo udah kayak setan rusuh!” Via terpingkal menyangka Alyssa mengata-ngatai Bagas dan Debo. Rupanya Via tidak mengerti arah pembicaraan Alyssa. Mereka duduk di tempat yang Alyssa maksud.
“Via! Duduk mana sih? Nggak lomba makan sama aku?” seru Bagas dari mejanya.
“Lain kali ya, Bro aku mau makan baksoku dengan khidmat nih,” ucap Via dengan cengiran khasnya.
“Gaya banget kamu, Vi,” seru Bagas keduanya tertawa bersama. Terlebih Via, ia selalu lepas saat tertawa tak mempedulikan telinga orang-orang yang risih mendengar tawanya. Alyssa belum berani berkomentar, baru beberapa jam mereka bertemu belum tepat untuk Alyssa yang pendiam mengutarakan apa yang dia ketahui dan dia pikirkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
CAHAYA DARI ALYSSA [Sudah Terbit]
Espiritual🍓 Follow me first for best reading... Alyssa siswa pindahan dari pesantren harus duduk di bangku SMA Safir, SMA Favorite di kotanya. Dia yang biasa dengan lingkungan religius serba teratur dari pesantren memulai kehidupan baru di SMA Safir yang s...