BAB 5.B (ISTANA ALYSSA)

4.8K 315 23
                                    


Jalan Graha Kencana nomor 246 alamat yang tertulis di plang kecil pojok pagar, cocok dengan alamat yang disebut Alyssa saat perkenalan dulu. Pagar setinggi dua meter menghalangi laju motor ketiga motor yang dikendarai Bagas, Denis dna Via. Pagar jenis stainless-steel itu terlihat mewah dengan kilatan warna perak yang terbuat dari baja.

Datang lelaki dewasa membawa kunci. Gerakannya lincah dalam hitungan detik gerbang kokoh itu terdorong ke sisi kanan, memberikan jalan lebar untuk Bagas, Debo, Denis, Via dan Alyssa memasuki rumah besar itu.

Assalamualaikum, Mas,” ucap Alyssa sambil menggamit tangan kanan lelaki itu kemudian menciumnya takzim.

Waalaikumsalam, selamat datang di rumah kami. Aku Mas Bisma, kakak Alyssa,” jawab lelaki yang mengaku sebagai Mas Alyssa. senyumnya terlukis apik di wajah tirusnya.

Mas Bisma menyalami Bagas, Debo, dan Denis ketika bersalaman mereka menyebutkan nama masing-masing. Ketiganya kikuk ketika bersalaman. Debo jadi ingat Abangnya, ketika Abangnya baru pulang kerja atau Debo akan berangkat sekolah tidak pernah sekali pun dia mencium tangan abangnya, hal paling sopan yang dia lakukan hanyalah memeluk abangnya, itu pun ketika Abang mengabulkan permintaan Debo.

Sama halnya dengan Debo, Bagas juga merenungi budaya Alyssa mencium tangan Mas-nya. Jangankan mencium tangan kakak laki-lakinya, mencium tangan orangtuanya saja Bagas tidak mau, dia malu untuk mencium telapak tangan ibunya, cukup bagi Bagas pamit sekolah dengan berteriak bahwa dia akan berangkat. Namun, di dalam lubuk hati terdalamnya ingin sekali ia melakukan hal itu.

Denis berpikir keras, masih ada pemuda sesopan Mas Bisma. tidak gengsi menyalami duluan, tidak malu berkenalan duluan pada orang yang lebih muda. Untuk lelaki seumuran Mas Bisma jarang ditemukan pribadi yang bersahaja dan ramah, kebanyakan dari mereka menunjukkan betapa hebatnya mereka, apalagi mereka yang berstatus Mahasiswa. Denis berharap dia menjadi pribadi seperti Mas Bisma-nya Alyssa.

Via menyodorkan tangan kanannya seperti yang dilakukan Debo, dan tak salah lagi respon Mas Bisma sama dengan respon Alyssa ketika berkenalan dengan Debo. Betapa malunya Via saat itu, kini dia tau rasanya jadi Debo yang seketika itu juga langsung bête alias sebal.

“Via, ya? Alyssa banyak cerita tentang kamu dan kalian semua. Ayo masuk,” sapa Mas Bisma yang melirik Via sekilas kemudian melangkah mendahului remaja-remaja ini.

Seiring dengan menjauhnya Mas Bisma, Debo tak lagi sanggup menahan tawa. Dia terpingkal-pingkal memegangi perut, tangan kanannya menunjuk-nunjuk Via. Via dongkol pada Debo, sebegitu senangnya kah si Debo ini?

“Heh! Dia ini pindahan dari pesantren jangan asal todong gitu dong!” Debo menirukan respon Via di hari pertama Alyssa muncul di sekolah.

“Diem atau aku colok mulutmu pake sandal?” ancam Via sebal, ia berjalan mendahului yang lain.
Bagas dan Denis yang tidak mengerti candaan Debo hanya nyengir-nyengir tak jelas. Debo masih terpingkal-pingkal. Sedangkan Alyssa hanya diam, dia pun masih ingat betul kejadian yang Debo maksud. Dia tidak bermaksud mengabaikan uluran tangan Debo, hanya saja dia tidak punya pilihan lain selain menolak. Alyssa jadi tak enak hati karena baru sadar bahwa Debo tersinggung. Ingin sekali Alyssa menjelaskan sedetail-detailnya supaya Debo tidak salah paham. Tapi, apalah daya dia tidak bisa melakukannya.

                      💝💝💝

Di teras rumah marmer yang mengkilat itu hadir wanita setengah baya berkerudung besar memakai jilbab. Wanita itu duduk di kursi kayu, senyum lebar tak pernah pudar ia pamerkan. Wanita tua itu berdiri seiring mendekatnya Alyssa dan teman-teman kemudian Menyapa teman Alyssa ramah dan bersalaman pada Via. Ingat, hanya Via. Debo, Bagas dan Denis kompak mengucap salam sambil menundukkan kepala sekilas. Wanita tua itu membalas salam ketiga lelaki remaja ini.

CAHAYA DARI ALYSSA [Sudah Terbit] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang