Kelas XI IPA 1 masih tenang sebelum kedatangan Zahra, Aldi dan Reni. Mereka datang dan menggebrak meja Via dan Alyssa membuat seisi kelas tegang.“Siapa yang berani ngaduin gue ke guru BP?!” Zahra berteriak. Wajahnya memerah.
Seisi kelas saling tatap. Tidak ada yang berkomentar entah takut atau memang bukan salah satu diantara mereka yang mengadu. Kelas yang tenang kembali gusar.
“Ayo ngaku! Dasar pengecut beraninya main belakang!” racau Zahra.
“-hey pecundang, kalo berani sini tunjukin muka lo sa gue!” lanjutnya sambil berkacak pinggang. Menantang siapa saja yang berani mengakui pengaduan itu.Tetap tidak ada respon. Bahkan ketua kelas belum melakukan tindakan apa-apa. Bagas sudah menyenggol-nyenggol Debo berharap Debo segera menghentikan Zahra.
“Bodoh! Pecundang!” lanjutnya.
Via berdiri dari bangkunya. Dia memandang Zahra lekat-lekat.
“Siapa yang ngaduin mereka ke guru BP teman-teman? Aku ucapkan terimakasih!” kata Via tak kalah kerasnya dengan nada suara Zahra.
Bagas menepuk jidat. Debo tersenyum.
Alyssa menunduk dalam. Seisi kelas diam memperhatikan kelanjutan cerita. Sementara Zahra melototi Via.“Biar kalian sadar perbuatan jahat itu ganjarannya lebih pahit! Masih mending di hukum Pak Rusdi, daripada di hukum Tuhan langsung kena azab kamu!” Via berceloteh ria. Tidak ada beban sedikit pun untuk membalas.
“Nggak usah bawa-bawa Tuhan, dasar picik!”“Kamu yang picik!”
“Pecundang!”
“Nggak tau malu!”
Terjadi adu mulut antara Via dan Zahra hingga akhirnya Zahra maju dan mulai menjambak rambut Via dengan keras. Tentu saja Via tidak mau kalah, hingar binger dan semakin ramai. Para perempuan mulai menjerit-jerit melihat perkelahian Via dan Zahra, teman laki-laki juga ikutan heboh meneriaki Via dan Zahra.
Gloria dan Alyssa mencoba melerai Via. Duwi dan Bagas mencoba memegangi Zahra. Beberapa menit kemudian mereka terpisah dengan keadaan rambut yang acak-acakan. Rambut Via kehilangan ikat rambutnya begitupun dnegan Zahra. Kedua gadis SMA ini tiba-tiba menjadi brutal.
“AAAA! Gue ulek muka lo sampek jadi sambel, Via!” Zahra masih histeris.
“Ini muka ningrat ya, emang muka kamu kayak cabe buat diulek!” balas Via.
Debo berjalan dan berdiri di tengah-tengah Via dan Zahra. Memencet-mencet handphone-nya lalu memperlihatkan Video yang di dalamnya ada Via dan Zahra sebagai tokoh utama.
“Mau dikirim ke grup Keluarga besar SMA Safir atau ke Pak Rusdi saja? Pilih!” kata Debo penuh karisma.
“Lo gila?!” Zahra mencoba merebut HP Debo, tapi tidak cukup baik caranya meraih.
“Kalian yang gila. Berani-beraninya kalian bikin kelas rusuh. Kalian pikir mereka seneng liat kalian berantem gini? Nggak! Senep adanya. Lihat, Duwi harus berhenti belajar buat misahin kalian, Jaki gak jadi makan gara-gara kalian, Alyssa sampai mau nangis ngeliat kalian, jangan nangis, Lyssa.” Kata Debo santai. Dengan sedikit canda untuk Alyssa.
Alyssa kebingungan. Dia tidak menangis dia hanya khawatir pada Via.
“Mau lo apa hah?!” pekik Zahra.
“Kalian diem! Baikan. Jangan sampai ada rusuh di kelas ini. Udah nggak jaman rusuh pakek otot, sekarang pakek otak! Ngerti maksudku, kan?”
Zahra melepas cekalan Duwi dan Bagas di tangannya. Dia berjalan ke mejanya diikuti Aldi dan Reni. Via sudah tenang dengan Alyssa yang memberi petuah-petuah.
KAMU SEDANG MEMBACA
CAHAYA DARI ALYSSA [Sudah Terbit]
Spiritual🍓 Follow me first for best reading... Alyssa siswa pindahan dari pesantren harus duduk di bangku SMA Safir, SMA Favorite di kotanya. Dia yang biasa dengan lingkungan religius serba teratur dari pesantren memulai kehidupan baru di SMA Safir yang s...