Lisa kecil duduk di studio ayahnya, memperhatikan ayahnya yang sedang bekerja dengan musik musiknya.
"Appa," panggilnya, membuat ayahnya berpaling dari laptopnya
"Apa?"
"Besok ulangtahunku,"
"Kau mau sesuatu untuk hadiahmu?"
"Apa aku boleh meminta sesuatu untuk hadiahku?"
"Apa yang kau mau?"
"Belajar jadi model, seperti eomma..." jiyong terdiam mendengar permintaan anaknya itu. Ia ingat permintaan lisa untuk tidak membuat lalisa hidup sepertinya dan seperti ibunya.
"Kau baru akan berumur 14 tahun besok, kau tidak salah meminta hadiah sayang?"
"Nenek sering bilang, kalau eomma selalu ingin menjadi seorang model, aku ingin jadi seperti eomma,"
"Eommamu baru belajar jadi model setelah ia lulus sekolah menengah, kau haru-"
"Aku tidak boleh jadi model?"
"Appa tidak bilang begitu sayang, appa hanya ingin kau menyelesaikan sekolahmu dulu, bukankah eomma menyelesaikan sekolahnya dulu sebelum belajar modeling?"
"Tapi kenapa appa mengajariku musik? Sekolahku belum selesai,"
"Apa kau tidak suka musik?"
"Suka,"
"Appa tidak menyuruhmu belajar musik, appa hanya bisa mengajarimu tentang musik kalau kau memang ingin mencobanya," jiyong tetaplah jiyong yang tidak selalu benar benar tertarik pada semua jenis topik yang dikatakan orang padanya, walaupun itu anaknya sendiri yang sudah hampir 5 tahun menemaninya. Jiyong berpaling dari anaknya, kembali pada laptop didepannya, kembali mengedit musiknya. Sementara lalisa, anaknya yang tentu saja mewarisi gen-nya menekuk wajahnya, kesal karena tau ia akan diabaikan karena pekerjaan ayahnya.
"Aku mau menemui mino oppa saja," ancam gadis kecil itu sambil berdiri. Gadis kecil itu bukan kekasih jiyong, tapi sama seperti ibunya, gadis itu selalu bisa membuat jiyong cemburu. Cemburu karena anaknya lebih memilih belajar musik pada orang lain.
"Ayo kita pulang lalisa," perintah jiyong sebelum anaknya itu keluar dari studionya "kita harus menyiapkan pesta ulangtahunmu besok,"
"Ulangtahunku atau persembahan untuk eomma?"
"Persembahan untuk eommamu lalu pesta ulangtahunmu,"
"Appa akan memasak banyak makanan kan? Aku tau eomma sangat suka ayam goreng, tapi bukannya kita harus mempersembahkan makanan lain?"
"Kita lihat nanti,"
Jiyong membereskan barang barangnya, sementara anaknya hanya menonton pria itu dengan pandangan malas. Tidak lama, hp lalisa berbunyi dan gadis kecil itu melompat kegirangan. Sang ayah yang melihatnya menatapnya heran karena senyum cantik gadis kecilnya itu tiba tiba merekah.
"Ada apa?"
"Yedam oppa mengajakku makan siang besok, boleh kan appa??"
"Yedam? Bang yedam?"
"Ne~~ ya ya ya? Boleh ya appa?"
"Kemana?"
"Dia tidak bilang, dia hanya bilang kalau dia mau makan siang bersamaku besok,"
"No,"
"Appaaaa...." rengek lalisa yang pasti diabaikan ayahnya.
Jiyong menggandeng anaknya yang masih merengek keluar dari studionya hingga langkah kedua orang itu terhenti begitu melihat seorang gadis 20 tahunan berdiri di hadapan mereka. Lisa.
"Lisa?"
"Eomma?" Ucap jiyong dan lalisa bersamaan, namun si gadis hanya menatap mereka.
"Kenapa kalian bertengkar?" ucap lisa sambil tersenyum
"Eomma!!" Jerit lalisa dan berlari menghampiri lisa, namun semakin lalisa berusaha mendekat, lisa justru mundur semakin jauh.
"Appa... itu sungguhan eomma kan?" Lalisa kembali menghampiri jiyong, memegang tangan ayahnya, merasa sedih karena tidak bisa mendekati ibunya
"Lisa, bagaimana bisa kau-"
"Oppa, apa yang anakku minta? Kenapa kau tidak memberikannya?" tanya lisa, jiyong mendekatinya namun lisa justru semakin menjauh
"Mendekatlah kalau kau mau bicara," suruh jiyong
"Hanya ini yang bisa kulakukan," jawab lisa "jadi, apa yang kau minta lalisa? Kenapa appamu melarangnya?"
"Aku ingin pergi makan siang dengan seseorang besok, besok ulangtahunku tapi appa melarangnya," lalisa mengadukan appanya pada eommanya
"Kenapa oppa melakukannya?" tanya lisa pada jiyong
"Kenapa dia harus pergi di hari ulangtahunnya? Di hari peringatan kematianmu dan ibumu? Kau tidak mau ikut appa ke makam ibumu?" tanya jiyong pada anaknya
"Memang ke makam harus seharian? Biarkan saja dia pergi oppa," ucap lisa membuat jiyong menatapnya tidak percaya "anniyo, aku tidak ikut campur, terserah oppa, jangan menatapku seperti itu," lanjut lisa
"Eomma....." rengek lalisa
"Jangan bertengkar dengan appamu lalisa, jangan terlalu kejam pada anakmu oppa, gadis cantikku tidak bisa di kekang," ucap lisa "haruskah aku kembali kesini setiap kali kalian bertengkar? Aku ingin menunggu kalian saja," sedikit demi sedikit, disetiap kata yang diucapkan lisa, ia menjadi semakin transparant dan lama lama ia menghilang bersama angin.
***

KAMU SEDANG MEMBACA
{P} The Girl In Black
Fanfiction[END] Gadis itu cantik, tapi tidak terlihat. Aku mencintaimu, tapi kia tidak akan pernah bisa bersama, kenapa begitu tidak adil?