Jiyong duduk di sofa sofa yang sengaja ditaruh dilantai dasar, lobby gedung itu menunggu lisa dan begitu lisa duduk disebelahnya, jiyong mematikan lagu yang sedang didengarnya
"Bagaimana?" tanya jiyong
"Aku melihat pria berjas hitam tadi membawa hantu wanita tadi pergi, tapi aku tidak bisa mengejar mereka,"
"Kenapa kau ingin mengejar mereka?"
"Aku ingin tau siapa aku dan kenapa aku masih disini,"
"Kau bilang tidak penasaran soal itu?"
"Tapi kalau aku tidak mengetahuinya aku akan terus risau karena bisa saja salah satu keluargaku sedang dalam kesulitan dan aku harus menolong mereka, seperti wanita tadi yang tidak bisa pergi karena mengkhawatirkan anaknya,"
"Kau punya anak?"
"Apa aku terlihat begitu?"
"Tidak sih sebenarnya, mungkin adikmu?"
"Aaaa... aku tidak dapat mengingatnyaa..." lisa mulai terlihat sedih, jiyong tidak tega tapi tidak tau cara membantunya,
"Mau bersenang senang?" tanya jiyong "hm... main di taman?"
"Ayunan?"
"Ayo kesana," sebuah ajakan sepele dari jiyong membuat lisa sangat kegirangan. Lisa seakan baru saja hilang ingatan dan kembali melupakan hal yang membuatnya sedih tadi, dengan senyum diwajahnya lisa bergandengan dengan jiyong dan melangkahkan kaki mereka ke taman didepan apartement itu, sebuah taman bermain dengan banyak mainan disana.
Lisa duduk di sebuah ayunan dan jiyong duduk di ayunan sebelahnya, mereka berayun bersama dan menikmati angin menerpa wajah mereka
"Kau senang?" tanya jiyong
"Senang~"
"Bagaimana caramu bisa senang dengan sangat mudah?"
"Hanya mengatakan pada diriku sendiri kalau aku senang,"
"Hanya itu?"
"Sedih itu seperti jerawat yang meradang, muncul sendiri lalu sembuh, sakit lalu tidak lagi, akan sembuh sendiri jika kubiarkan, dan akan sangat sakit jika ku pecahkan,"
"Jadi kau akan membiarkannya? Tidak akan menyelesaikan masalahmu?"
"Kita sedang membahas sedih kan? Bukan masalah? Perasaan sedih?"
"Ah aku mengerti maksudmu, tapi kau sedih karena sebuah masalah, lalu apa yang akan kau lakukan dengan masalah itu?"
"Kalau hanya masalah kecil, biarkan saja, dia akan sembuh sendiri, tapi kalau masalah itu besar kurasa aku harus mengobatinya?"
"Hidupmu lebih simpel dari kelihatannya ya, kau tidak perlu makan, tidur, dan bisa melakukan apapun yang kau mau,"
"Jangan pernah mau menjadi sepertiku karena kesepian dan ditakuti itu menyakitkan, kesedihan yang terjadi karena kesepian seperti kanker stadium akhir yang sulit disembuhkan, dia menggerogoti jiwamu sampai rasanya mati dan dibersihkan dineraka akan lebih baik,"
"Apa yang ingin kau lakukan jika kau bisa hidup lagi?"
"Hm... aku ingin memastikan keluargaku baik baik saja sebelum aku mati lagi,"
Mereka terus mengobrol sambil mengayunkan ayunan masing masing. Tertawa bersama dan jiyong semakin terpesona pada senyuman dan tawa lisa. Sejak awal melihat lisa ia memang menyukai cara gadis itu tersenyum dan tertawa, tapi jiyong menepis pikiran pikirannya itu jauh jauh karena tau kalau lisa bukanlah gadis yang dapat di kencani.
Mereka kambali ke apartement jiyong berjam jam duduk diayunan itu sambil mengobrol dan begitu tiba di apartement jiyong, si pemilik apartement langsung masuk kedalam kamarnya, berniat untuk tidur
"Oppa nyalakan tvnya," pinta lisa dan jiyong menyalakan tv dikamarnya
"Menontonlah disini, aku akan tidur,"
"Aku akan mengganggumu,"
"Tidak, aku bisa tidur bahkan di tengah concert, suaramu tidak akan menggangguku," ucap jiyong dan masuk kedalam selimutnya. Lisa duduk disebelahnya, diatas ranjang king size jiyong yang empuk.
Jiyong memimpikan hal yang sama malam itu, memimpikan seorang gadis yang tengah menari dan meminum sebotol whiskey di club, mimpi yang sama persis, sayangnya jiyong tidak dapat mengenali gadis dan pria di mimpinya. Ia hanya seperti menonton sebuah adegan pesta di dalam club malam dengan gadis itu sebagai tokoh utamanya.
2 jam jiyong tidur dan matahari sudah mulai menyusup dari celah tirai. Jiyong membuka matanya dan melihat lisa masih duduk disebelahnya .Pertama kali mambuka matanya dan melihat gadis itu membuat jiyong berfikir kalau gadis itu sama sepertinya dan bisa ia kencani. Tapi setelah melihat gadis itu diam tanpa bicara, tanpa berkedip, dan tentu saja dadanya tidak bergerak karena gadis itu tidak bernafas jiyong sadar dimana posisinya dan seberapa jauh perbedaan mereka. Kali ini benar benar berbeda, bukan hanya berbeda status sosial, status ekonomi atau hal hal sepele lainnya. Kali ini jiyong benar benar merasa ada jarak yang sangat jauh diantara dirinya dan gadis disebelahnya.
Jiyong mencari tangan lisa dan menggengamnya, masih memejamkan matanya, membuat lisa menoleh untuk melihatnya
"Sudah bangun?" tanya lisa
"Hm..."
"Sudah jam 7 pagi, mau berolahraga pagi?"
"Tidak lelah?"
"Oppa lelah?"
"Tidak takut sinar matahari?"
"Oppa takut matahari pagi?"
"Jawab aku dan jangan memberiku pertanyaan baru,"
"Tsk... aku bukan vampire yang takut cahaya matahari, aku arwah, arwah orang mati yang tidak bisa pergi ketempatku seharusnya,"
"Tsk... haruskah memperjelas itu?! Aku sudah tau! Aku hanya menanyakan matahari dan kau malah membahas hal menyebalkan itu?! Fuck it!" Maki jiyong dan pergi ke kamar mandi, lisa tidak mengerti kenapa jiyong marah, padahal sejak tadi jiyong tertidur. Jiyong pun menyesali kata katanya barusan, tapi mendengar lisa menyebut dirinya arwah membuat jiyong marah, ia merasa seperti baru saja di pukul sebuah kenyataan bahwa ia tidak bisa mendapatkan lisa.
£££
KAMU SEDANG MEMBACA
{P} The Girl In Black
Fanfiction[END] Gadis itu cantik, tapi tidak terlihat. Aku mencintaimu, tapi kia tidak akan pernah bisa bersama, kenapa begitu tidak adil?