Part 16

6.9K 265 0
                                    

Belanja selesai, Riri menggendong Mirna yang tertidur. Dibelakangnya ada Alfath yang membawa banyak barang.

Riri masih di kamar Mirna ketika Alfath mengajaknya bicara.
"Ri.."

"Iya?"

Secara pelang Alfath mengucapkan basmalah, masih sanggup didengar oleh Riri.

"Mau kah kau menikah denganku?"

Ces!

Mereka berdua terpaku saling tatap, beberapa detik kemudian Riri menunduk. Senang, haru atau apakah ia tak tau perasaan yang kini ia rasakan, yang jelas jantungnya berdebar lebih kencang dari biasanya. Alfathpun begitu. Beberapa hari ia sudah mempersiapkan diri. Bunda malah mempermudah jalannya, sepertinya bunda punya niat yang sama. Ia sadar, masih mencintai Riri. Dan ia tak ingin menyiakan kesempatan yang Allah beri untuknya, sebelum Riri jatuh pada pelukan orang lain. Mungkin ia sedikit bersalah pada kakaknya, namun ia tidak berdosa kalau menikahi istri kakaknya, yang telah diketahui kakaknya telah meninggal dunia.

"Maaf, kamu bisa berfikir ulang, aku bisa menunggu jawabannya, aku akan ke kamarku"

Alfath melangkah keluar, Riri spontan berdiri dan mengikutinya.

"Tunggu. Kalau sekarang bisa kenapa harus menunggu jawabannya esok hari."

"Aku sudah berfikir lama dari kemarin, dan kenapa tidak."

Alfath berbalik.
"Jadi?" ia mengembangkan senyumnya.

Riri merespon dengan senyuman yang menawan.

"alhamdulilah" ucap Alfath.

"Jadi ada yang bunda, tidak ketahui hari ini?" ucap bunda Ami menginterupsi.

Alfath dan Riri terkaget. Rupanya diam-diam bunda mendengarkan pembicaraan mereka. Bunda Ami yang ingin ke dapur, menghentikan langkahnya bersembunyi dibalik sofa yang ada di dekat kamar Mirna.

Bunda Ami lantas memeluk Riri sembari mengucapkan terimakasih.

******
Beberapa hari kemudian, keluarga bunda Ami disibukkan dengan perayaan pernikahan Riri dan Alfath. Sebenarnya Alfat tidak ingin ada pesta, tapi bundanya memaksa. Harus ada yang berkesan, ini kan pernikahan sekali seumur hidup untuk nya, walaupun bukan untuk Riri.

Riri sendiri merasakan hal yang berbeda, ia merasakan debaran menjadi calon pengantin, sekalipun ini kedua kali untuknya. Yang ini lebih terasa, mungkin karena menikahnya dengan Alfath. Membayangkan ia bersanding di pelaminan, lalu malam pertama membuat jantungnya kian menggemuruh dan pipinya bersemu merah.

"Kenapa nak, bahkan ini seperti pengalaman pertama.."

"Apaan sih buk"

Riri memang sudah dipulangkan sementara ke rumah ibunya di Jogja, jelas dikarenakan ia akan menikah dengan Alfath, kalau ia terus tinggal di sana pranikah, berasa nggak ada gregetnya. Jadi bunda menyuruh Riri untuk ke Jogja dulu.

"Bunda, semakin dipendam, rasanya semakin gelisah. Bunda mau tau sebuah kebenaran?"

"Apa itu nak?"

"Bunda, Riri sebenarnya.."

*****

"Bujuk.. Temen gue akhirnya nikah." ucap Arman.

"Alhamdulillah" ucap Alfath.

"Selamat ya, jodoh emang nggak ke mana."

"Makasih."

"Mau tau kabar gembira nggak?"

"Apa?"

"Gue bakal jadi ayah. Usia kandungannya 1 bulan. Doain istri gue sehat dan nggak ngidam aneh-aneh ya"

"Wah selamat ya.. Aku doain dah."
Ia membayangkan Arman dengan istri dan anaknya kemudian ia yang juga memiliki anak dengan Riri. Ia tersenyum.

"Kenapa lo?"

"Eh.. Nggak."

"Ngomong aja kalau lo juga lagi bayangin punya anak dari Riri."

Alfath tertawa canggung, menandakan tebakan Arman 100% benar. Melihat itu, Arman malah tertawa terbahak-bahak, membuat karyawan yang diambang pintu tidak jadi masuk.

*****

"Mau tau kabar heboh nggak?" tanya Hendro pada teman-temannya.

"Apaan?" tanya mbak Desi.

"Yang lain kepo nggak sih?" tanya Hendro lagi.

"Iya iya" sahut Hana dan Vina, pegawai baru yang menggantikan Riri.

"Riri mau nikah sama mas Imam"

"Sumpeh lo?" tanya Hana.

"Gila tu anak. Mau nikah nggak bilang- bilang."

"Maaf Riri siapa ya? Mas imam juga siapa ya?" tanya Vina spontan.

"Oh ya, lu kan baru." seru Hana.

"Riri itu pegawai sebelum kamu, dia resign karena ada urusan keluarga, kalau mas Imam, ya mas yang sering imamin kita sholat itu."

"Oh.. Mas ganteng itu ya, siapa nama nya?"

"Awas calon laki orang. Namanya Alfath"

"Ayo kita telpon si biang kerok."

Mereka akhirnya menelpon Riri. Yang ditelpon banyak mengeluarkan cengiran, dan ucapan maaf. Mereka hanyut pada pembahasan sampai ada inspeksi mendadak dari bos yang menanyakan Hendro kenapa nggak segera ke ruangannya. Pasahal Hendro sudah di ambang pintu. Tapi karena mendengar gosip hot, ia malah kembali ke kubikel.



*******

Thanks for reading :)
Don't forget to voment :D
Salam hangat dari author.
Ig : panggilsayalisa

Assalamualaikum JodohTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang