Oleh : Septi Nofia SariPada tanah merah kuziarahi dirimu
Menyimpan jiwa-jiwa yang tlah lama pergi, menemanimu
Tinta jingga tergores pada kanvas putih, sedikit kelabu
Kamboja menatapku sendu, membawaku pada seberkas kenangan tentang cintamuTak adakah kau ingat hari itu?
Hari dimana kau bikin aku tertawa karena leluconmu,
Masih terpatri ucapanmu kala itu, padaku"Hei, kau gadis ikal! Biar seribu tahun kau keluarkan air mata pun, tak kan mampu kau ubah lebah jadi kupu-kupu!" katamu.
Hari itu aku berhenti menangis tergugu, meratapi nasibku yang selalu kelabu
Aku menatapmu, gadis kecil dengan kulit gelap, dan mata berbinar memperhatikanku"Lalu kenapa kalau hidupmu kelabu? Tegakkan wajahmu, dan genggamlah tanganku maka akan kau temukan keindahan dibalik abu-abu." katamu
Mulai saat itu kau ajarkan padaku cara mencintai abu-abu
Tak perlu kuubah warnaku jadi ungu, atau biru, bahkan merah jambu
Bersyukurlah pada abu-abu
Abu-abu tak selalu berarti hidup kelabuTak adakah kau ingat, hari dimana meringkuk badanku mengutuk kepedihanku?
Kau berlutut, mengusap rambutku seraya berkata, "Bersyukurlah, sahabatku..."
Hari itu, tak tahu aku bahwa napasmu tinggal seujung kukuPada makam ini, kuhayati seluruh kenangan dan cinta
Tentangmu yang mengubah lebah jadi kupu-kupu
Tentangmu yang membuat indah sang abu-abu
Tentangmu, yang mengajarkanku tersenyum pada abu-abu, meski Izrail tengah memicing mengincarmuMakam ini, makam cinta
Tempat peristirahatanmu, jauh pada dimensi ruang dan waktuMakam ini, makam cinta
Kuhayati riwayat dan kenangan cinta, sahabatku
Magelang, 22 Juli 2017