Ayah. Anakmu Rindu

100 2 1
                                    

Septi Nofia Sari

Pada ayunan langkahmu yang berderap keras,
harapan-harapan itu tetap tersimpan rapat tanpa kau izinkan ada yang mencurinya.

Bahu kekarmu terpampang bak perisai,
hitam tersengat matahari,
menghalau balak yang dapat menghujani riang tawa kami.

Matamu jernih memandang masa depan, menyelipkan doa pada tatap tegas yang kau siramkan di setiap jejak pandangmu di mata kami.

Deras kucuran peluhmu menggambarkan beban hidup yang kau jalani,
hanya demi kami

Ayah,
dalam sepi dan hening aku merindukanmu
Riuh rendah suara burung camar kembali ke sarang,
terkepak serpih-serpih gundah dan risau tersebab rindu yang bergumpal

Ayah,
mataku menerawang mencipta siluet tubuh rentamu
Langkahmu gemetar, tenggelam dalam asam pahit kehidupan
Bahu kekar kini terbungkuk, tertimpa beban hari tua
Sejuta peristiwa telah kau saksikan semasa muda, dan kini tatapmu kabur di sisa usia
Keriput kulit pipimu,
Abu-abu keputihan warna rambutmu
Namun kau tetap tabah

Ayah,
dalam hening dan sepi aku merindukanmu
Angin senja berembus pelan, membawaku pada kerinduan akan dekap hangatmu

Ayah,
Dapatkah kau dengar di sana,
Perihal rintih anakmu yang menanggung rindu?

Magelang, 16 September 2017

Poetry : Suara HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang