Oleh : Septi Nofia SariPada sepertiga malam, kau bersimpuh di hadapan Tuhan
Dalam bilik cahaya temaram, segala keluh kesah kau tumpahkan
Tetes-tetes air mata bercucuran, membasahi sajadah usang
Namun kemesraanmu pada Tuhan serta merta terbuyarkan kala telinga dibelai suara rintihanKau bangkit, beranjak menghampiri suara yang amat menyedihkan
Dan kau dapati gadismu terisak dalam alam bawah sadarnya,
Seketika ulu hatimu bak terhantam palu godam, tiada terperikan
Kau hampiri tubuh ringkih tergerogoti lapuknya zaman,
Tersiksa di balik sang waktu yang berulang kali mempermainkanTangan lembut penuh kasihmu memberinya belaian,
berharap siksaan itu sedikit berkurang
Sudut matamu kembali basah, tersakiti oleh kegundahan pada buah hati yang kau sayangIngin sekali rasanya sakit itu kau gantikan,
memberi ruang untuknya menikmati dunia dengan tenangNamun kau tahu,
teramat tahu
Gadismu tak selemah itu
Gairah hidup terpancar dari binar pucat itu,
Ketangguhan tersungging dari senyum pada bibir putih ituKau tahu, teramat tahu
Tangan lemahnya senantiasa menggenggam mimpi itu
Mimpi yang tak pernah dia lepaskan walau tubuhnya tertusuk ribuan sembilu,
tiap waktu"Ma, aku ingin menulis." ucapannya kala itu buatmu ragu sekaligus terharu
Mulai hari itu ia impikan rak kecilnya dipenuhi buku-buku, buah tangannya yang makin membeku
Dalam binar matanya dapat kau lihat sajak-sajak mimpi ituDan hatimu makin pilu kala kau dapati bibirnya bergetar tersebab tangan lemahnya menarikan pena di atas kertas yang selalu dimintanya,
Betapa besar mimpinya, menjadi bagian dari luasnya dunia
Meski siksa semakin mendera,
Dan malaikat maut selalu mengintip di balik kuat semangatnya,
Tak pernah kau dapati ia mendesah, menyerah
Meski di malam-malam begini alam bawah sadarnya tak pernah mau ikut berdusta macam bibirnya,
Siksa mendera, di atas mimpi-mimpi untaian tulisannyaNamun kau selalu tahu, teramat tahu
Ia gadismu,
gadis kuatmuMagelang, 10 Agustus 2017