Ma, Katamu...

931 24 2
                                    


Oleh : Septi Nofia Sari

Ma, katamu... Mendung menyapa langit sebelum ritmis hujan turun
Ma, katamu... Angin berhembus tatkala hujan merintik
Angin menari di antara bulir-bulir hujan... Itu katamu, Ma
Terkadang... Petir berkilat datang menyambar-nyambar
Hujan... Angin... Petir... Itu badai 'kan, Ma?
Ma, katamu... Usai badai pelangi akan datang 'kan?

Tapi Ma, mendung tak pernah menyapa langitku yang cerah
Hujanku merintik pada tanahku yang indah
Anginku tak berhembus apalagi menari lembut di antara hujanku
Anginku mengamuk, Ma...
Merobek benang-benang mimpi yang kurajut dengan jemari mungilku
Menjadikannya berantakan
Badaiku mengoyak jiwa, petirku menyambar senyum ceria
Menjadikannya gosong dan hitam

Ma, katamu... Pelangi datang setelah badai berlalu
Katamu... Pelangiku pasti akan datang bukan?
Katamu... Pelangiku tengah mencari benang-benang mimpi bukan?
Harus kunanti, sebab ia butuh jemariku untuk merajutnya
Memperbaiki mimpiku yang robek, berantakan

Tapi Ma, hingga mimpiku makin robek, tak bakal dapat diperbaiki
Hingga jiwaku makin koyak, senyum ceria lenyap entah kemana
Pelangiku tak jua kunjung datang, Ma
Kemanakah ia, Ma?
Tak tahukah ia... Letihnya aku menantinya?

Pelangiku tak kunjung jua datang, Ma
Hingga kesanggupan itu lenyap, penantianku tlah sampai pada batasnya
Ma, bilakah pelangiku datang,
Dan waktuku tlah sampai pada penghujungnya
Sampaikan ini untuknya, Ma

"Kunanti kau sebagai tempat kakiku meniti jembatan surgawi"

Magelang, 13 Juli 2017

Poetry : Suara HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang