Oleh : Septi Nofia Sari
Untukmu, kutulis bait-bait sederhana di malam-malam penuh kenangan tentangmu
Bait ini berisi rindu
Ma, tahukah kau? Betapa kerinduanku ini selalu setiap waktu?
Pada hari-hari di mana aku pulang ke hunian kita, sehabis menuntut ilmu,
Aku selalu berlari, pada setiap orang selalu kutanyakan, "Di mana Mama?"
Setiap detik yang berlalu, aku selalu merindukanmuBait ini berisi cintaku
Tahukah kau? Betapa kau adalah kekasih pertama dan terakhirku di dunia?
Aku selalu ingat, tiap kali kau terlibat perdebatan kecil dengan ayahku, yang juga suamimu
Aku selalu berdiri di pihakmu, tak peduli pada salah atau benarmu
Karena bagiku, kebenaran selalu tampak di mataku... untukmu
Karena bagiku, kau adalah penjelmaan malaikat yang Tuhan kirimkan hanya untukku
Selalu tuna runguku, selalu tuna bibirku, selalu tuna netraku, tiap kali aku bersamamu
Begitulah caraku mencintaimuBait ini berisi tentang cinta dan kasihmu,
Ma, hari itu... kali pertama badai datang menghampiri masa bermainku
Badai itu mengoyak, mematahkan, juga melumpuhkan sayap-sayap yang kurajut dengan benang harapan dan impian
Sayapku lumpuh, aku tak bisa terbang, nanar netraku memandang masa depan yang terlampau panjang, sedangkan di sini terseok-seok aku berjalan. Mulai hancur hidupku.
Hari itu kau mengepakkan sayap terindahmu, "Terbanglah, sayang. Jika bukan dengan sayapmu, maka pakailah sayapku. Berjalanlah sayang, kakiku masih sangat sanggup kau gunakan sebagai kakimu," katamu
Hari itu, betapa kusadari cinta dan kasihmu takkan lekang oleh waktuBait ini berisi tentang ketergantunganku padamu,
Ma, tahukah kau?
Pada malam-malam di mana sel-sel sialan ini menggerogoti tubuh, mencabut paksa dari mimpi indahku, "Ma... sakit, tolong aku..."
Bibir hatiku selalu membisikkan itu, aku selalu membutuhkanmuBait ini berisi kekecewaanmu... padaku
Ma, hari itu, genap sewindu sejak sayap-sayap itu direnggut paksa dariku, kesekian kalinya jiwa ini terjatuh pada jurang terdalam
Aku berbicara tentang Izrail
Ma, aku mengharap Izrail datang, membebaskanku dari jerat siksa sel-sel ini, aku lelah...
Hari itu, binar kekecewaan tampak di matamu... kau kecewa padaku
"Sudah seberapa banyak gunung-gunung pahala yang kau bangun untuk kau serahkan pada Tuhan? Yakinkah kau, bahwa Tuhan sudi memelukmu sedang masih begitu bertumpuk-tumpuk dosamu? Jangan begitu... Jika Izrail datang menjauhkanmu dari dunia, dan juga dari jangkauanku, lalu bagaimana aku bisa memelukmu? Tetaplah di sini, bersembunyi lah dalam dekapan hangatku..."Bait ini masih berisi kasih dan sayangmu
Tercetak jelas dalam tempurung kepalaku, kala aku menemukan kembali cahaya harapan itu,
Kau bersedia jadi kakiku, jadi mataku, jadi telingaku, jadi harapanku
Lagi-lagi, hanya ini yang keluar dari bibir pucatku,
Aku mencintaimu, selaluMa, hukum alam selalu menang, bukan?
Setiap ada pertemuan pasti akan datang perpisahan
Begitu pun kita, Ma
Dalam keremangan malam ini,
Dalam detik-detik yang makin mencekam
Kupersembahkan sajak-sajak sederhana ini untukmu
Bila waktu tak lagi mengijinkan kita lebih lama untuk bersama,
Sajak-sajak ini, hadiah terakhir untukmu,
Sebagai pengingat cintaku padamu,
Pada setiap langkah yang kau berikan untukku, di masa-masa kenelangsaanku, wujud besarnya cintamu untukkuAku mencintaimu... selalu... tiap waktu... tak terhalang oleh dimensi ruang dan waktu
Magelang, 05 Agustus 2017