Sembilan

7.5K 540 34
                                    

Mulut Gat menganga lebar "hah?" ucapnya ketiga kalinya.

Arai baru saja bilang ia akan membawa Gat kembali ke kota.

"Nanti Gat bisa sekolah di kota" rayu arai dengan mata segirang mungkin menegaskan kalau sekolah itu menyenangkan meskipun arai tidak yakin.

Gat bingung. Pernah sekali Gat melihat Jun pulang dari sekolah dengan wajah lebam dan kaki tergores karena berkelahi. Gat tidak punya atau setidaknya tidak tau apa alasan yang bisa membuatnya tertarik dengan sekolah.

"Gat bisa bertemu dengan ayah tiap hari" sambung arai lagi.

Kemarin mungkin Gat akan setuju dengan mudah tentang bertemu dengan ayahnya,tapi sekarang Gat tidak lagi begitu yakin.

"Maaf, aku tidak bisa. Aku tidak bisa tinggalkan nenek sendirian disini" ucap Gat.

"Tapi aku sudah meminta izin nenek dan dia bilang tidak apa-apa"

Arai berbohong, nenek Gat tidak memberikan izin tapi juga tidak melarang sebenarnya.

Gat masih kebingungan, dibenaknya memang tidak alasan untuk kembali ke kota.

"Aku akan tanya lagi soal ini? "ucap Gat lagi.

Keraguan diwajah Gat bisa dibaca oleh arai, dia tidak bisa apa-apa selain membiarkan Gat bertanya pada nenek nya berharap nenek Gat tidak begitu egois soal Gat.

" Eh, oke, tanyalah sekarang "perintah arai dengan senyuman seramah mungkin.

Bergegas Gat berlari menuju keruang kerja neneknya.

***
Gat baru saja sampai di hadapan meja kerja neneknya yang sedang mengecek beberapa lembar kertas dengan teliti.

" Jadi, kau mau ke kota? "

Tanpa embel-embel apapun nenek Gat langsung melemparkan pertanyaan tanpa beralih fokus terhadap kertas digenggamannya.

" Eh, itu yang mau kutanyakan " jawab Gat sambil berusaha mengatur ritme nafasnya.

Hening sejenak. Nenek Gat melipat kertas digenggamannya lalu melepaskan kacamata kerja yang sedang ia pakai.

Dimulai dengan helaan nafas, nenek Gat menatap Gat lekat.

"Duduklah"  ucap nenek Gat.

Gat menari kursi dihadapannya lalu duduk. Gat membayangkan rasanya bagaimana rekan-rekan kerja neneknya duduk berhadapan, yang diakhiri dengan jabat tangan 'apa aku harus melakukan nya juga?'.

"Aku sayang kau Gat, tapi menahan mu selamanya disini sama sekali tidak adil. Aku benci Aram, sangat. Tapi sekuat apapun aku menyangkal dia tetap ayah kandung mu. Kembali ke kota adalah pilihan yang tepat, kau bisa kenal lebih dalam ayahmu, kau bisa belajar banyak hal dari ayahmu dan arai".

Gat sedikit terhenyak oleh ucapan nenek nya "Tapi aku nyaman disini " sanggah Gat.

" Kau semakin lemah kalau terus disini, bukan maksudku melihat mu jadi seperti arai, jujur kalau kau pulang kesini dengan tubuh besar tinggi  menjulang aku tidak akan beri kau makan berbulan-bulan" ucap nenek Gat berusaha membuat Gat tersenyum, tapi Gat tidak terpancing candaan nenek nya.

Hati Gat mungkin mengatakan kalau ia harus tetap disini tapi otaknya mengatakan lain, nenek nya benar soal ia hanya akan makin lemah disini meskipun Gat tidak mau mengakui secara terang - tegangan.

"Tapi aku tidak akan bisa bertemu nenek" ucap Gat.

"Belasan tahun bertemu aku apa kau tidak bosan?!, matamu itu perlu penyegaran. Lagipula aku akan terus memantau mu dari sini dan kalau kau  ada masalah kau bisa kirimi aku surat".

Kali ini Gat yang menghela nafas, otak Gat sekarang lebih mendominasi dibanding hati nya "nenek yakin tidak apa-apa?".

"Sangat yakin "ucapnya mantap, tidak ada jawaban lain yang lebih tepat untuk di ucapkan.

Beberapa menit Gat bergumul dengan dirinya sendiri.

Sampai akhirnya Gat memaksakan senyumnya sambil meyakinkan diri semua akan baik-baik saja.

" Aku akan ke kota" ucap Gat yakin.

Senyuman Gat dibalas oleh neneknya "Gat tidak butuh banyak alasan, hanya perlu orang yang bisa menjagamu disana dan akan kubuat arai bersumpah untuk menjaga mu disana".

"Kalau kakak tidak mau? " tanya Gat.

" Kita punya banyak stok pupuk kotoran ayam, Aku akan memaksanya makan sampai dia mau" ucap nenek Gat bercanda.

Gat tertawa dengan candaan neneknya.

***

Lemari pakaian Gat sudah benar-benar kosong. Semua pakaiannya sudah berpindah ke dalam tiga tas besar di hadapan nya sekarang. Sedangkan tas milik arai juga sudah ia kemas tanpa ada yang terlupa.

"Tidurlah besok kita pergi" ucap arai yang dari tadi sudah berbaring di kasur.

Sedangkan Gat masih duduk sambil mengelus tas-tasnya "iya, sebentar lagi" jawabnya.

Ini adalah jawaban ketiga kali Gat namun sampai sekarang ia belum juga lari dari tas-tasnya lalu naik ke kasur.

Arai makin geram karna ajakan nya hanya di iya-iya kan oleh Gat.

Arai bangkit dari tidurnya berjalan menuju Gat dan tanpa embel-embel apapun ia menggendong Gat ke kasur "sampai kapan mau mengelus tas?" tanya arai.

Gat hanya diam melongo di satu sisi dia kaget di sisi lainnya karna ia mengantuk.

"Ahh"lenguh Gat terlambat saat arai membaringkannya di kasur, namun malah terdengar seperti desahan nafsu.

Arai menatap Gat lewat mengisyaratkan supaya Gat diam lalu tidur dan Gat paham itu. Gat menunduk dan mulai merasakan matanya makin berat.

Bisa dibayangkan sekarang Gat tidur dengan posisi arai menindihnya hampir sama yang dilakukan arai pada gadis yang di lihat Gat waktu itu.

Di dalam benaknya, Gat mengingat (lagi) peristiwa intip-mengintip nya waktu itu , gadis yang ditindih arai mendesah-desah lalu meracau tak karuan tapi ia tersenyum dan sekarang Gat tahu alasannya karna gadis itu sesak nafas tertindih.

"Kak, sesak.. " ucap Gat pelan tanpa membuka mata sambil menahan diri jangan sampai ia nyeplos ikut-ikutan mendesah lalu meracau.

" Hemm" arai mendekatkan bibirnya ke kening Gat sampai benar-benar menyentuh kening halusnya.

Di dalam benak arai, ia mencium kening adiknya dengan kasih sayang sebagai seorang kakak. Di dalam benak Gat, ia fokus dengan rasa dingin di kening nya berharap basah di kening nya bukan air liur.

Dan satu lagi, Gat bisa merasakan detak jantung arai yang berdegup kencang sama kencangnya dengan degup jantung Gat sendiri 'apa arai juga sesak nafas?' pikir Gat.

***

Far Brother Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang