"Ja ... tolongin gue buat bikin janji suci dong!"
"..."
"Lo gitu amat sama gue. Ini bentar lagi acaranya mau mulai nih."
"..."
"Oke deh oke! Saran lo boleh juga."
"..."
"Tapi badan gue panas dingin banget ini, Ja. Beda sama ijab qobul kemarin. Mungkin bedanya ini di lihat lebih banyak orang kali ya."
"..."
"Tapi saranin dong. Gue takut banget kalau gue ini nggak romantis. Gue nggak bisa bikin kata-kata, Ja. Terus nanti kalau di--"
Ucapan Ali terhenti saat terdengar pintu kamar hotelnya terbuka. Semua orang memang sudah berkumpul di tempat pesta--termasuk Prilly. Hanya Alilah yang masih berada di kamar mempersiapkan diri untuk janji suci yang sangat mendadak ini. Sebelumnya tidak ada persiapan sama sekali. Otaknya terlalu menolak untuk memikirkan hal penting tersebut. Mungkin juga karena padatnya jadwal shoot dan kondisi badan yang cukup melelahkan. Ditambah lagi Prilly yang tidak bisa dihubungi, katanya handphonenya jatuh saat memasak. Dan entah sampai kapan Prilly mau membeli handphone lagi. Padahal ia punya lebih uang untuk membeli iPhone 7 atau bahkan meminta Ali untuk mengabulkannya. Tapi ia tetap diam, diam, dan diam.
Ali yang tadinya bingung, mondar-mandir di jendela dengan telepon yang masih tersambung pada Baja menjadi membalikkan tubuhnya dan ia mendapati Bundanya yang sedang menghampiri dan menatap gemas ke arah Ali.
"Ali. Kamu gimana sih? Dua puluh menit lagi acara mau mulai sedangkan kamu masih asik-asikkan di sini?" omel Bunda Resi menjewer telinga Ali.
Telinga Ali memerah, ia mengusap-ngusap telinganya yang sakit. "Ja, udah dulu. Bunda gue lagi ceramah," ucap Ali menutup sambungan teleponnya.
"Ali lagi panik, Bun! Bukan lagi asyik-asyikan."
"Panik gimana? Orang kamu udah di tungguin para undangan. Prilly tadi juga mau nyamperin kamu nih di sini. Tapi Bunda cegah, kamu nggak kasihan apa liat istri kamu kecapekan gitu mukanya? Bunda curiga ya, kamu apaain Prilly semalam? Akhir-akhir ini wajahnya jadi murung, nggak seceria dulu," oceh Bunda yang mendapat helaan pasrah dari Ali.
"Iya," jawab Ali singkat dan langsung menarik tangan Bunda Resi untuk diajak turun ke bawah. Ali tidak sanggup mendengarkan omelan bundanya yang tiada ujungnya.
Sambil berjalan, otak Ali sedang merancang kalimat janji suci yang akan ia ucapkan nanti. Ia terus mencerna saran Baja yang mungkin saat ini ia sedang berkumpul di pantai bersama dengan yang lainnya.
Ali sudah melihat Prilly berpenampilan anggun dengan gaun selutut yang belakangnya terdapat bagian ekor gaun yang jatuh dengan begitu indahnya. Ditambah lagi gulungan rambut yang dicepol dengan kepangan gaya sanggul membuat tingkat kecantikan seorang Prilly bertambah seratus persen. Dengan tepi rambut kanan-kirinya yang bergelombang tergerai indah. Sejenak, dunia Ali serasa terhenti melihat Prilly yang berpenampilan sangat beda.
Prilly yang tak sengaja melihat Ali berdiri tak jauh darinya dengan penampilan yang sudah rapi memakai tuxedonya, ia hampiri. Prilly memegang bahu Ali, membuat dirinya tersentak. Prilly terkekeh melihat reaksi Ali. "Ngelamunin apa sih, hm?" tanya Prilly lembut.
Ali tersenyum. Ia tak menjawab ucapan Prilly. Karena mengerti, sesaat lagi acara akan di mulai. Ia menarik tangan Prilly lembut menuju papan jalan putih yang menuntun mereka menuju tenda yang dihias sedemikian rupa yang semuanya bernuansa ungu cerah. Apalagi di kedua samping jalan telah dihiasi bunga aster asli, Ali sengaja menyuruh wedding organizer untuk menaruh bunga aster di tengah-tengah pernikahan mereka. Selain lambang dari bunga aster itu adalah kesabaran dari cinta mereka yang berujung pernikahan, ternyata setelah Ali mencari tahu, diam-diam Prilly juga menyukai bunga aster. Diatasnya dekorasi resepsi ada balon-balon yang melayang terbawa angin yang masih terikat oleh tiang bambu yang tersedia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Please, Marry Me!
ЮморTernyata benar. HATTERS itu adalah penggemar yang tertunda. Aku membencinya, mungkin karena dia selalu wara-wiri di televisi. Sepertinya televisiku ini sudah dipenuhi oleh satu nama; Aliando Syarief. Tapi siapa sangka, setelah aku bertemu denganya...