PMM - 11 (b)

10.6K 730 21
                                    

Mereka sudah kembali ke villa tepat setelah melihat sunset bersama. Huh.. hari ini adalah hari yang sangat spesial bagi mereka. Bersenang-senang dan menghabiskan waktu bersama setelah semua beban hilang. Ternyata rasanya menikah itu begini, jika tahu seperti itu Ali pasti sudah akan menikahi Prilly sejak dulu tanpa ditunda-tunda pekerjaan.

Mereka sudah selesai mandi, malam-malam dingin seperti ini enaknya meminum teh bersama orang tersayang dan ditemani oleh pemandangan malam yang indah dari atas balkon.

Prilly sudah kembali menghampiri Ali dengan membawa nampan berisi dua teh hangat. Prilly meletakkan nampan tersebut di meja lalu ia duduk tepat dihadapan Ali.

Pandangan Ali jadi teralihkan oleh hadirnya Prilly. Ali tersenyum, Prilly juga. Sepersekian detik kemudian, Ali merasakan kepul asap teh itu menelusup hidungnya. Hingga ia menawarkan Prilly untuk menyeduh teh bersama.

Teh ini. Teh buatan Prilly. Perpaduan yang sangat pas. Ali suka. Bahkan sangat. Pintar sekali istrinya membuat teh kesukaan Ali. Lagipula darimana Prilly tau?

"Teh kamu enak," kata Ali sebelum menyeduh teh itu kembali. Menyisakan setengah. Begitu juga Prilly. Prilly senang di sanjung seperti ini.

"Sayang, sini deh deketan." Ali menepuk pahanya pelan. Tempat itu, tempat spesial untuk Prilly duduk. Di pangkuan Ali. Prilly pun dengan tersipu mau-mau saja.

"Aku suka wangi kamu." Ali berucap Ali. Ia mencium lekuk leher Prilly dan menghirup aromanya dalam membuat Prilly sedikit merinding. Oh Tuhan, Prilly tidak kuat. Ia ingin menjerit. Tapi jangan... bisa-bisa Prilly nanti akan merusak momen sweet seperti ini. Prilly tidak mau.

Di balkon villa ini udaranya sangat dingin. Wajar saja, musim musim seperti ini memang musim dingin. Prilly memeluk dirinya dalam dekapan hangat Ali. Sebelumnya, Prilly tak pernah membayangkan bisa menikah dengan aktor tampan tersebut. Bahkan mimpi pun ia tak pernah. Namun, mengingat jika dirinya sudah tidak--, oh jangan, jangan bahas itu lagi. Prilly muak bahkan sangat membenci hari itu.

Tiba-tiba Prilly terisak, lirih sekali. Bahkan Ali pun tak mendengar isakannya. Ali tetap bertahan dalam posisinya. Ia sudah sangat nyaman berposisi seperti ini. Ia mendekap tubuh Prilly dalam pangkuannya. Kepala Ali berada di atas leher Prilly. Sedangkan kepala Prilly berada di dada bidang Ali. Oh, sangat manis.

Lama-kelamaan napas Prilly menderu. Ia sudah membuat Ali terganggu dengan posisi seperti ini. Terlebih lagi, ia telah membasahi pakaian yang membungkus tubuh Ali dengan air matanya. Ali melepas pelukannya. Dan dengan secepat mata berkedip, Prilly langsung menghapus air matanya. Ia tak mau Ali mengetahui.

Ali menatap wajah Prilly dengan dahi yang berlipat setelah ia melihat bajunya basah oleh air mata... Prilly? Seolah Ali bertanya 'kamu kenapa?' namun urung saat Prilly turun dari pangkuannya dan berjalan menuju kamar. Ada apa sebenarnya?

Ali berdiri. Ia berjalan menyusul Prilly ke dalam. Sebelum itu, ia tak lupa membereskan gelas sisa tadi untuk di bawanya ke dalam.

Ali sadar. Bahkan sangat sadar jika ada perubahan di dalam diri Prilly. Ali merasa ada yang disembunyikan, tapi apa? Apa Prilly marah karena pestanya tak semewah dan semahal Raffi-Nagita? Apa karena sikap Ali yang kurang romantis? Atau Prilly sudah bosan?

Dan... atau mungkin Prilly tidak mencintai Ali sepenuhnya?

Tidak. Semua opini Ali salah. Prilly mencintai Ali. Ali lebih mencintai Prilly. Apa yang kurang?

Tahan... Ali tidak ingin hari spesialnya ini rusak hanya gara-gara ketidakterbukaan. Akan ada saatnya, Prilly akan mengatakan hal yang sebenarnya.

Ali melihat Prilly sedang menyelimuti tubuhnya. Ia hendak tidur, tanpa mengajak... Ali? Huh... Ali bingung. Apa salahnya?

Ali meyusul. Ia tidur di samping Prilly yang memunggunginya. Dan mematikan lampu. Ali hanya ingin tahu, apa salahnya, namun ketika melihat Prilly sudah tertidur pulas, ia tak tega. Lebih baik besok saja.

"Selamat tidur, sayang," kata Ali sambil mengecup kening Prilly pelan.

Tanpa Ali sadari, Prilly menahan tangis yang sangat menyesakkan dadanya. Ia tak bisa menopang masalah ini sendiri. Prilly butuh teman. Tiwi? Ah, jangan. Kasihan jika Tiwi yang saat ini mempersiapkan pernikahannya dengan pacarnya harus mengurus masalah Prilly.

Dalam hati kecil Prilly, ia sangat ingin mengatakan hal yang sebenarnya terjadi sebelum terlanjur. Tapi di sisi lain, ia belum mempersiapkan mentalnya jika sewaktu-waktu Ali tidak akan sudi lagi melihat wajahnya.

TBC!!

Yey.. akhirnya part 11 udah selesai publish. Maaf ya part 11 di bagi 2. Hehe. Selamat membaca...

Please, Marry Me!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang