Tiga hari ditinggal Ali dan di rumah sendirian membuat hari-hari Prilly melambat seketika. Padahal Ali sudah menyuruh Prilly tinggal di rumahnya bunda atau mama, tapi tetap saja, keras kepalanya mulai kambuh, Prilly tetap kekeh tinggal sendiri di rumahnya. Alhasil, setiap jam kosongnya ia selalu menelepon Ali. Kadang ketika Ali telat menjawab pun Prilly bisa marah dan menduga-duga hal negatif yang membuat Ali jenuh.
Seperti saat ini. Prilly sudah menelepon Ali lebih dari enam kali tapi tidak ada satupun yang terangkat.
"Hapenya Ali kenapa sih? Nggak kangen apa sama aku? Apa jangan-jangan Ali selingkuh? Mentang-mentang bebas dari jangkauan aku! Awas ya nanti kalau di angkat."
Prilly menggerutu sendiri di dalam kamar sambil mondar-mandir tidak jelas sesekali menghentak-hentakkan kakinya ke lantai karena kesal.
Akhirnya panggilan kesebelas pun baru terdengar suara Ali dari sana.
"Ali! Kamu kenapa sih lama banget ngangkat teleponnya? Kamu ngapain aja di sana? Sama cewek lain ya? Terus kapan kamu pulangnya? Kamu mau ninggalin aku sama anak aku gitu di sini? Kamu nggak mau ngabulin ngidam-ngidam aku? Kamu nggak mau tanggung jawab? Aku nggak penting gitu buat kamu? Jadi kamu lebih milih pekerjaan daripada aku? Aku ngizinin kamu keluar cuma empat hari ya! Melebihi hari itu aku udah nggak mau deket-deket sama kamu. Oh iya, sia--"
"Aku lagi take. I love you more. You are very important for me, panda. Jaga diri baik-baik. Secepatnya akan pulang. Salam kangen buat kamu sama anak kita."
Nada sambungan terputus mulai terdengar. Membuat Prilly bertambah kesal. Ia membating iPhonenya di atas kasur dan setelah itu ia membanting tubuhnya sendiri di kasur empuk itu. Tega sekali Ali meninggalkan dirinya di rumah sebesar ini. Pikir Prilly.
***
"Li, mending hape lo, lo silent deh biar nggak ada yang ganggu kita lagi."
"Kasihan. Dia pasti butuh banget gue di sampingnya."
"Istri lo nggak pengertian banget sih.''
"Yang nggak pengertian itu gue, udah tahu Prilly lagi hamil, masih aja gue tinggalin. Mana ada sih istri sebaik itu?"
"Prilly hamil? Anak lo?"
"Why? Nggak masalah kan?"
"Iya sih. Tapi pasti lama-lama Prilly nggak betah deh kalau lo ninggalin dia selama itu."
"Lo tau apa tentang hubungan gue sama Prilly, Dar? See, selama ini nggak ada masalah apa-apa. Udah ya gue mau istirahat. Capek."
Ali beranjak dari tempat duduknya dan pergi meninggalkan Dara yang kebetulan menjadi lawan mainnya. Entah kenapa perasaan Ali selalu nggak enak dekat sama Dara. Tetapi Ali mencoba seprofessional mungkin ketika beradu acting dengan Dara.
Ali menghela napas lega saat agenda shooting hari ini selesai dan berjalan dengan lancar. Ia segera menuju basecamp dan membersihkan badannya setelah itu ia menidurkan tubuhnya sambil menghubungi istrinya lewat benda kotak pipih itu.
"Panda... angkat dong. Came on."
"Panda... jangan marah dong. Apa gini ya, rasanya lagi butuh tapi orangnya nggak ada?" Ali bergumam sendiri seraya menahan kesalnya. Kemana Prilly? Lagipula setiap jam setelah telepon, pasti tak lama Prilly akan telepon lagi. Ini sudah hampir tiga jam dan tidak ada tanda-tanda Prilly akan telepon.
KAMU SEDANG MEMBACA
Please, Marry Me!
HumorTernyata benar. HATTERS itu adalah penggemar yang tertunda. Aku membencinya, mungkin karena dia selalu wara-wiri di televisi. Sepertinya televisiku ini sudah dipenuhi oleh satu nama; Aliando Syarief. Tapi siapa sangka, setelah aku bertemu denganya...