6. The Devil: White Lie

1.8K 170 2
                                    

Rian, Deni, serta beberapa cowok yang juga ikut geng berandalan SMA Madana berkumpul semuanya di depan gerbang sekolah dengan menaiki motor ketika sore saat lingkungan sekolah sudah sepi. Yosi juga bersama dengan mereka—sama-sama menunggu seseorang.

"Memangnya Rian ke mana?" tanya Yosi pada Deni.

"Nggak akan lama kok. Dia cuma mau ngambil mobilnya."

"Trus kita sebenernya mau ke mana? Main lagi?"

"Nggak juga. Karena Rian bilang itu bisa dilakuin lain kali lagi, dan katanya juga malem ini kita semua kumpul buat lo, jadi lo enjoy aja ntar."

Kening Yosi berkerut tidak mengerti. Kepalanya menoleh saat mendengar beberapa cowok di sana menggumamkan sesuatu dengan pandangan mereka sama-sama terarah ke sebuah mobil hitam berlogo Lexus.

"Akhirnya dikeluarin juga." Yosi mendengar Deni menggumam.

Mobil itu mendekati mereka hingga sampai di depan Yosi dan Deni. Ketika kaca jendela bagian samping depan turun, Yosi bisa melihat wajah Rian. Cowok itu menoleh ke arahnya.

"Masuk," suruhnya. "Kita mau beli bom."

Yosi membelalak. Saat mulutnya membuka untuk bertanya apa maksudnya, Deni telah lebih dulu menarik lengan cewek itu kemudian memaksanya masuk ke bangku belakang mobil. Deni duduk di sebelahnya, lalu satu orang cowok lagi masuk kemudian duduk di sebelah Rian sementara sisanya mengendarai motor.

Muka Yosi berubah kesal. Dalam hati dia mengumpat, menyesal karena telah mengiyakan ajakan Rian kali ini. Harusnya dia tahu kalau semua kegiatan geng itu tidak ada yang masuk akal dan legal. Rian melihat perubahan ekspresi Yosi lewat kaca dan dia pun tersenyum.

Sekitar lima belas menit kemudian, mobil itu memelankan lajunya di kawasan kios seperti pasar malam. Rian menghentikan mobilnya lalu menurunkan kaca di sebelahnya lalu sedikit melongok keluar setelah mengambil setumpuk uang dari tas.

"Beli sebanyak yang kalian mau," kata Rian pada salah satu dari teman mereka. Cowok itupun mengangguk. Dia mengajak yang lain kemudian pergi bergerombol. "Kita tunggu bentar lagi," ujar Rian pada Yosi. Sadar kalau Rian memandangnya lewat cermin, cewek itupun langsung memalingkan muka.

Tidak lama kemudian, gerombolan itu kembali dengan membawa beberapa plastik besar yang entah apa isinya. Kalau dikaitkan dengan bom, Yosi berpikir mungkin saja itu berisi beberapa kilogram bubuk mesiu. Dia melihat mereka memasukkan plastik-plastik itu ke dalam bagasi mobil. Yosi mendesah memikirkan hal mengerikan apalagi yang akan mereka lakukan.

"Perfect...," gumam Rian pelan. Dia lalu melajukan kembali mobilnya. "Gue nggak sabar liat reaksi lo nantinya, Yos."

Yosi mendelik. Rian sengaja menyulutnya.

Perjalanan mereka kali ini memakan waktu yang lebih lama. Mereka masuk ke kawasan di mana bangunan rumah mulai jarang telihat. Penerangan di sana minim. Yang ada hanyalah tanah berumput luas yang masih dibiarkan kosong. Mereka bersamaan turun dari kendaraan masing-masing. Beberapa mengeluarkan lagi barang yang mereka beli dari bagasi mobil.

Yosi tidak bisa menyembunyikan kegelisahannya. Dia berdiri mematung dengan bagian belakang tubuhnya tetap menempel pada mobil sebelum akhirnya Rian menarik lengan cewek itu. Mereka berjalan ke tengah-tengah tanah berumput itu kemudian Rian memintanya untuk duduk dan dia pun melakukan hal yang sama.

Mereka mau ngebom lapangan rumput? Yosi mendadak meragukan jalan pikirannya tadi.

Cowok-cowok itu mengambil posisi masing-masing di titik yang berbeda. Kalau saja ada yang merekam dari atas, mungkin saja mereka tengah membentuk suatu pola. Setiap orang membawa beberapa petasan dengan bentuk menyerupai jet. Perlahan, Yosi bisa menebak dengan benar apa yang akan mereka lakukan.

Fallen AngelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang