"RIAN!! RIAN!!!" Yosi menjerit sekeras-kerasnya dan dia berlari ke arah cowok itu.
Daniel terpaku di tempat.
Sementara itu, preman-preman tadi ketika sadar apa yang telah dilakukan salah satu komplotannya langsung panik. Mereka langsung menjauhkan pria yang telah menikam dari Rian. Ketakutan akan hal lain yang di luar rencana, mereka langsung kabur bersamaan.
Yosi panik menghampiri Rian. Cewek itu panik luar biasa mendapati darah yang merembes baju Rian di bekas dua tusukan pisau yang menikamnya.
Rian menutup mata dan terduduk dengan bersandar ke dinding. Dia masih sadar walau menahan rasa sakit luar biasa yang menjalar sampai otaknya. Kedua tangannya sama-sama menekan kuat lukanya, berharap hal itu bisa sedikit memperlambat pendarahan. Ketika dia membuka matanya pelan-pelan, dia melihat Yosi yang begitu frustasi dengan mencoba merobek lengan jaketnya sendiri. Dia pun menggigit bibir begitu merasakan ngilu di tangan kanannya yang retak atau bahkan patah.
Rian pun mengangkat tangannya menyentuh tangan Yosi untuk mengurungkan niatnya menyobek lengan jaketnya.
Yosi mengerti maksud Rian namun dia kehabisan kata-kata.
"Kita musti ke rumah sakit secepatnya," kata Daniel mendekati mereka. Dia berjongkok melihat luka Rian dan seketika miris karena melihat begitu banyak darah. "Lo bisa berdiri? Gue bantu lo keluar." Namun ketika dia menarik lengan cowok itu untuk memapahnya, Rian langsung melepaskannya. Dilihat dari air wajahnya, sepertinya gerakan tidak seberapa tadi membuat rasa sakitnya bertambah berkali-kali lipat. Darah yang keluarpun semakin banyak.
"Lo bisa gendong dia di punggung?" tanya Yosi yang nyaris putus asa.
"Gue nggak yakin..," jawab Daniel. Kepalanya masih pusing dan pandangannya agak buram. Energinya belum pulih benar.
Yosi terdiam beberapa saat.
"Kalau gitu, kita panggil ambulans," katanya. "Mana hape lo?"
Daniel meraba saku celananya kemudian mengerjap bingung.
"Hape gue nggak ada."
"Nggak ada gimana?"
"Sepertinya jatuh waktu kita lari tadi.."
Yosi kecewa. Pandangannya beralih pada Rian yang tidak mengatakan sepatah kata pun. Sorot mata cowok itu menerawang ke bawah. Sesekali dia memejamkan mata. Entah karena lelah ataupun rasa sakit yang menderanya.
Tetes air mata mendadak jatuh persis di kaki Rian. Daniel tertegun.
"Maaf...," ucap Yosi dengan bibir yang gemetar. "Maafin aku... kalau aja aku nggak datang ke tempat itu... kalau aja aku nggak sebodoh itu..."
Yosi terisak.
Alih-alih berempati, justru timbul perasaan tak suka dan marah dalam diri Daniel.
"Sampai kapan mau gitu terus?" kata cowok itu kemudian bangkit berdiri. "Gue cari dulu hape gue. Lo bisa cari jalan keluarnya lewat mana pun, terserah lo! Cari bantuan!" Dan setelah mengatakannya, cowok itu pergi dengan kaki yang setengah diseret.
Yosi menyeka pipinya yang basah dan kembali menatap Rian. Kali ini cowok itu tidak lagi menunduk, dia menatap Yosi penuh arti. Ketika tangannya yang berlumur darah terangkat untuk menyentuh wajah Yosi, cewek itu bergeming.
Namun Rian tetap tidak mengatakan apa pun.
"Tetaplah di sini. Aku bakal balik lagi ke sini nanti," kata Yosi. Cewek itu pelan-pelan berdiri kemudian berlari pergi menemukan jalan keluar dari sana dan mencari bantuan pada siapa pun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fallen Angel
AksiStatus: COMPLETED Setelah sadar dari koma dan mendapati diri lupa nyaris segalanya, Yosi dihadapkan dengan Rian--cowok yang paling ditakuti seantero sekolah dan pentolan geng pembuat onar di kotanya. Cowok itu memperlakukannya seperti boneka, di sat...