"Yos, lo hari ini musti temenin gue latihan," kata Rian memutuskan seenaknya kemudian melempar begitu saja tasnya pada Yosi.
Yosi yang baru keluar dari kelas langsung menangkap tas itu refleks. Alisnya terangkat lalu bertaut. Pandangannya bingung mengikuti gerak Rian yang berjalan dengan cepat seperti sedang kesal. Di belakangnya, Deni dan beberapa cowok lainnya menyusul. Mereka hanya melirik sekilas pada Yosi dan tersenyum sambil menggeleng. Ketika Yosi mengira barisan mirip kereta itu habis, pundaknya ditepuk dari belakang. Yosi menoleh dan mendapati Ares memandangnya datar.
Cowok itu membolos di jam pelajaran terakhir hari ini.
"Kalian langganan bolos," gerutu Yosi menyimpulkan.
"Gue nggak," tanggap Ares mengecualikan dirinya. "Nggak setiap hari."
Yosi membalas dengan tersenyum sinis. Dia pun melangkah pergi, hendak menyusul Rian juga. Dia dan Ares berjalan beriringan.
"Latihan nggak sama sama main kan?"
"Kenapa? Kalau nggak mau, lo bisa langsung bilang nggak ke dia," kata Ares.
Mereka saling diam saat melewati akses utama gedung sekolah dekat ruangan untuk guru. Mata mereka menangkap sosok Rian yang sedang tertawa di tengah gurauan teman-temannya. Tawa renyah yang bersinar. Yosi terpaku di tempat. Meskipun tahu dan tidak menyukai alasan Yosi memandang Rian dari jauh dalam diamnya, Ares tidak berniat menyentak cewek itu. Yosi yang lupa nyaris segalanya, akan lebih baik menilai sendiri orang seperti apa Rian. Untuk kedua kalinya.
Ares akui, ketika pertama kali dia melihat Rian, apa yang dia pikirkan tidak berbeda jauh dengan Yosi kini. Tawa lepas yang seolah tanpa beban itu, siapa yang tahu apa yang jadi sebabnya. Mungkin Ares akan membiarkan Yosi pelan-pelan mendekat lagi pada Rian. Kalau keberuntungan ada di pihaknya, Yosi akan menjauh dari Rian dengan sendirinya. Tapi jika yang terjadi sebaliknya, itu mungkin pertanda kalau Areslah yang harus menyingkir.
"Dia mau pergi." Yosi melihat Rian hendak keluar gerbang. Setelah lebih dulu menoleh pada Ares, dia lalu berlari kecil ke sana. Ares menghela napas panjang lalu mengikuti dengan berjalan cepat.
Mendekatnya Yosi ke sisi belakang Rian bersamaan dengan keluarnya seorang cewek dari sebuah mobil yang diparkir di samping jalan, tidak jauh dari sana. Rian berhenti melangkah. Dia mengerutkan alis serta menekan bibirnya. Yosi mengikuti arah pandangan Rian dan melihat seorang cewek seumuran mereka memakai seragam identitas sekolah lain: atasan lengan panjang dengan pita samping kerah bermotif kotak-kotak merah, dan bawahan rok dengan motif yang sama.
Cewek itu tersenyum lebar ketika pandangannya bertemu dengan Rian. Dia pun berjalan ringan mendatangi mereka.
"Ada rencana latihan hari ini?" tanyanya. "Gimana kalau ke tempatku aja?"
Sedetik setelah cewek itu menyelesaikan kata-katanya, Rian mengalihkan pandangan kemudian melanjutkan jalan, tampak seperti benar-benar enggan mengacuhkannya. Wajah cewek itu keruh sesaat. Dia lalu menoleh pada Yosi dan tersenyum.
"Lama nggak ketemu."
Yosi balas tersenyum namun canggung. Cewek itu jelas mengenalnya, tapi Yosi tidak bisa mengingat siapa dia.
"Sabin." Ares memanggil nama cewek itu sengaja. "Ke mana aja? Nggak pernah kelihatan."
"Cuma ada acara di luar," jawab Sabin. "Jadi kalian hari ini mau ke mana? Rian kayaknya nggak mau kasih tahu.."
"Rian sama Yosi mau latihan. Kayaknya dia juga mau yang lain ikut."
"Aku boleh ikut juga?"
Ares mengedikkan bahu. "Kayaknya nggak apa-apa sih."
KAMU SEDANG MEMBACA
Fallen Angel
ActionStatus: COMPLETED Setelah sadar dari koma dan mendapati diri lupa nyaris segalanya, Yosi dihadapkan dengan Rian--cowok yang paling ditakuti seantero sekolah dan pentolan geng pembuat onar di kotanya. Cowok itu memperlakukannya seperti boneka, di sat...