Cowok itu bernama Daniel. Dia sendiri yang memberitahukan namanya. Viola tidak tahu ada hubungan apa dia dengan Yosi. Tapi jika benar dia diminta Rian untuk mencegah mereka pergi, pastilah orang ini tidak ada bedanya dengan komplotan Rian yang lain. Viola dan Amarta sendiri sampai sekarang masih duduk dekat ruang tunggu. Tidak seperti Viola, Amarta jelas sekali menunjukkan kegelisahannya. Sementara itu tidak jauh dari mereka, Daniel berdiri sambil punggungnya bersandar pada dinding. Cowok itu memang mengutak-atik ponselnya terus sejak tadi, namun saat Viola ataupun Amarta bergerak, wajah cowok itu pasti terangkat dengan mata menyorot setajam elang.
***
Daniel mendebat sendiri dalam hati dan akhirnya memutuskan untuk pulang ke rumah ketika bunyi ponselnya yang nyaring mengurungkan niatnya. Dahinya berkerut melihat deretan nomor tidak dikenal mencoba menghubunginya. Setelah menimbang hanya berselang dua detik, cowok itupun menanggapi panggilan itu.
"Halo?"
"Ini gue."
Daniel berkedip heran. Itu suara Rian. Bukankah mereka baru saja mengobrol—kalau bisa dibilang seperti itu—tadi? Bukannya dia sedang menemui Yosi? Mau apa lagi dia?
"Kalau lo punya ribuan tanya, gue bakal jawab nanti," kata Rian cepat seolah bisa menebak pikiran Daniel. "Dengerin gue baik-baik, jangan nyela."
Nada suara Rian terdengar sangat serius hingga membuat Daniel tidak punya pilihan selain menurut. Cowok itu—cowok yang dia benci setengah mati—sampai sekarang masih punya pengaruh pada Daniel, walaupun dia juga benci mengakuinya.
"Sebentar lagi, ada dua cewek yang bakal keluar. Yang satu rambutnya panjang, poninya miring, terus satu lagi berambut pendek dan poninya rata. Muka mereka mirip biarpun nggak sama persis. Lo cegat mereka. Jangan sampai mereka keluar. Gue bakal ke sana bentar lagi. Dan kalau seumpama mereka nolak nurut, bilang aja kalau itu artinya mereka udah cari masalah sama gue."
"Kenapa gue harus lakuin itu?" tanya Daniel yang tidak suka diperintah.
"Karena gue tau lo masih peduli sama Yosi," kata Rian. Tepat ketika Daniel hendak membalasnya untuk menyangkal, Rian meneruskan, "Dia nggak inget sama lo. Sama gue juga temen-temen gue yang lain."
Daniel tertegun. Sebelum dia bertanya mengapa, Rian menambahkan satu kalimat lagi sebelum sambungan itu diputus.
"Yosi sempat kecelakaan parah dan dia lupa nyaris semuanya."
***
Dan di situlah dia, menunggu dengan sabar sampai batang hidung Rian muncul. Cewek yang berambut panjang duduk diam tanpa bergerak dengan tangan menyilang dan wajah tanpa ekspresi. Entah apa yang tengah dia pikirkan. Sementara cewek yang satu lagi yang berambut pendek tidak bisa diam. Cewek itu tampak gelisah sambil sesekali memencet tombol ponsel flip-nya.
Tampaknya Daniel tidak perlu khawatir mereka akan kabur karena dua cewek itu pasti tahu benar siapa Rian. Meskipun mereka lari sekarang dan Daniel tidak bisa mencegahnya, Rian pasti tidak akan melepaskan mereka lain kali.
Beberapa menit kemudian, datanglah Rian. Daniel, Viola dan Amarta langsung menoleh ke samping. Langkah Rian berhenti dekat dua cewek itu. Wajahnya datar. Matanya sempat melirik pada Daniel.
"Mau keluar sekalian makan malam?" tawar Rian pada Viola dan Amarta. Terdengar tidak masuk akal karena jelas-jelas cowok itu mengancam mereka lewat Daniel tadi.
"Bilang saja sekarang mau apa," kata Viola pendek. Dia dan Amarta akan baik-baik saja selama mereka tetap berada di tempat umum seperti ini. Rian tidak akan senekat itu menggunakan kekerasan di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fallen Angel
ActionStatus: COMPLETED Setelah sadar dari koma dan mendapati diri lupa nyaris segalanya, Yosi dihadapkan dengan Rian--cowok yang paling ditakuti seantero sekolah dan pentolan geng pembuat onar di kotanya. Cowok itu memperlakukannya seperti boneka, di sat...