25. The Devil: Run Away

1.1K 106 0
                                    

Jalan memutar melewati rerumputan berduri lebih jauh daripada masuk begitu saja lewat gerbang utama. Daniel menuntun Yosi pada sebuah pintu kayu yang terkunci dari dalam. Ditinggalkan cukup lama, pintu itu masih sanggup menutup rapat walaupun di sudut-sudutnya Yosi mendapati gunungan rumah-rumah rayap. Cewek itu menempelkan telapak tangan kirinya sejenak di sana. Simpulnya, pintu tidak akan membuka kalau tidak sengaja didobrak.

Daniel menyembunyikan kedua tangannya ke dalam saku celana dan menghela napas sekilas karena bisa menebak apa yang akan dilakukan Yosi berikutnya. Cewek itu mundur satu langkah, mengambil jarak dari pintu kemudian melompat serta melayangkan tendangan. Kakinya tepat mengenai kuncian gembok dan seketika terbuka. Yosi langsung masuk begitu saja sedang Daniel menyusul sesaat kemudian sambil mengedarkan pandangan ke sekeliling.

Garis kuning dipasang menghiasi jendela-jendela di mana tidak ada kaca-kacanya yang tidak pecah. Daniel menghentikan langkahnya ketika merasakan sesuatu yang ganjil. Dirinya lalu menoleh ke belakang, ke kunci gembok yang tadi berhasil dipatahkan Yosi. Dia mengerutkan kening melihat besi gemboknya mengkilap baru. Warna hitamnya pun masih bagus. Mengingat berapa tahun tempat itu terbengkalai, benda itu harusnya berkarat.

Yosi memasuki bangunan gedung utama di mana pintu masuk belakangnya juga dipasang garis polisi. Dia pun membungkuk melewatinya tanpa mengalihkan perhatian dari suasana kotor di dalam. Ketika melihat di bawah, banyak jejak sepatu bersliweran masuk dan keluar. Jantungnya memompa lebih cepat saat dia memutuskan untuk masuk lebih dalam, ke ruangan besar di mana pernah mayat seseorang tergeletak di sana. Akhirnya dia menemukannya. Ruangan yang penuh dengan serpihan kayu tajam. Ada tanda putih yang membentuk tubuh seseorang di lantainya. Bercak-bercak darah kecokelatan masih tampak.

"Lo tahu gimana dia meninggalnya?" tanya Yosi berjongkok memandangi bekasnya tanpa menoleh.

"Kena pukulan fatal di belakang kepala," jawab Daniel datar.

"Dia pasti dihajar dulu kan sebelum itu? Darahnya ada di mana-mana.."

Daniel tidak merespon. Yosi dalam posisi memunggunginya dan membisu. Daniel bisa mengira-ngira apa yang dia pikirkan. Bahkan mungkin dia tahu bagaimana perasaan cewek itu. Sebabnya sama seperti dulu hingga membuatnya kesal bahkan marah. Daniel benci mengakui dia masih bisa merasakannya sekarang.

Langit di luar tidak lagi seterang tadi. Waktu mulai beranjak sore. Berbahaya kalau mereka berlama-lama di sana. Tidak ada yang tahu siapa yang tiba-tiba akan datang nanti. Kalau bukan Rian dan kroninya, pastilah mereka yang punya niat berseberangan.

"Sampai kapan di sini terus? Gue keluar," kata Daniel lalu berbalik pergi.

Yosi mendengar namun tidak menanggapi. Pikirannya kacau sekarang. Andai saja bisa menemukan sedikit saja cercah kalau bukan Rian yang melakukannya, dia akan sepenuhnya percaya pada cowok itu. Bukan saja untuk saat ini, tapi juga waktu-waktu setelahnya.

Rian.

Pemilik nama itu entah sejak kapan begitu berarti. Bahkan ketika Yosi pernah melupakan semuanya tentangnya, tidak bisa dipungkiri cewek itu selalu menyimpan rasa sayangnya. Bukan dengan perlakuan lembut ataupun kata-kata manis, Rian selalu memberinya ikatan rasa yang tidak biasa. Meskipun dalam ancaman, cowok itu melindunginya. Walaupun Rian hampir selalu melukainya—baik secara fisik maupun psikis, namun berkatnya Yosi menjadi kuat. Mereka nyaris tidak pernah bicara langsung mengenai hati masing-masing, tapi baik Yosi maupun Rian bisa saling mengerti. Hanya saja untuk sekarang, Yosi mendapatkan posisi serba salah.

Rian terpuruk dalam palung yang tidak terukur. Yosi tahu dari sorot matanya. Tapi sedikitpun tidak pernah dia tahu alasan di baliknya.

Yosi terduduk dalam lamunan—tidak peduli debu dan pasir mengotori pakaiannya. Dia memeluk kakinya sendiri kemudian menenggelamkan wajahnya ke lutut.

Fallen AngelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang