Bunyi pintu depan diketuk, membuat Adam segera beranjak turun dari kamarnya yang ada di lantai atas. Melepaskan gerendel kunci kecil di sana, Adam mendapati Yosi sedang memeras rambut panjangnya yang basah kuyup berkat hujan.
"Kak Yosi ke mana aja? Sampai malam gini. Keujanan lagi."
"Aku mau mandi," kata Yosi tanpa menghiraukan pertanyaan Adam. Sebelum masuk ke dalam rumah, dia lebih dulu melepaskan jaket, sepatu, dan kaos kakinya yang benar-benar basah.
"Mau aku rebusin air?" tawar Adam karena udara malam itu sangat dingin.
"Nggak usah."
Yosi menghilang ditelan tembok untuk pergi ke kamar mandi. Tidak lama kemudian terdengar suara kucuran air dari kran. Melihat ekspresi cewek itu tadi, Adam menyimpulkan kalau suasana hatinya pasti sedang tidak baik. Pasti terjadi sesuatu hingga membuatnya pulang terlambat bahkan dirinya juga sengaja membiarkan hujan menyiram badannya habis-habisan. Yosi benci hujan. Saat tetes-tetes air dari langit itu berjatuhan, dia pasti akan berteduh lebih dulu—menunggu reda. Jika terpaksa karena hujan itu tidak kunjung berhenti, Yosi pasti akan menghubungi Adam untuk menjemputnya. Kalau tidak terlalu jauh, Adam akan berjalan kaki membawa dua payung.
Beberapa detik barulah Adam sadar kalau dirinya melamun. Dia buru-buru mengambil jaket, sepatu, dan kaos kaki Yosi yang ditaruh sembarangan, kemudian membawanya ke tempat cuci. Menengok sebentar ke arah kamar mandi, Adam sempat membatin akan membuatkan Yosi minuman hangat.
Sementara itu sembari menunggu air kran memenuhi bak, setelah melepaskan semua bajunya, Yosi melihat pantulan dirinya sendiri ke cermin. Bekas kemerahan masih nampak di leher cewek itu. Cekikan yang kuat. Bahkan oleh Yosi yang merasa telah mengenal benar Rian, tindakan itu terkesan sungguhan. Benar itu Rian, tapi sorot matanya tidak sama. Sekilas Yosi pikir cowok itu akan benar-benar membunuhnya.
Yosi tidak sanggup bertanya. Setidaknya tidak secara langsung pada Rian. Wajah cowok itu telah menyiratkan segalanya hingga rasanya semua hal yang akan dilakukan atau dikatakan Yosi padanya akan urung. Mendesah sekali, cewek itu memejamkan matanya beberapa saat lalu menyiramkan air dari bak dari ujung kepala.
Lebih baik jika untuk malam ini saja, dia berhenti untuk berpikir karena kepalanya seperti mau pecah.
***
Ares menyumpal telinganya dengan headset sementara tangannya kadang membalik lembar demi lembar komik yang dia baca. Tetap seperti itu hingga dia berpura-pura masih menyimak cerita saat sudut matanya menangkap sosok Yosi yang baru saja masuk ke kelas. Ares tidak akan menyapanya karena dia tahu benar kalau cewek itu sendiri yang akan menghampiri. Mereka duduk bersebelahan.
Yosi meletakkan tas selempangnya ke atas meja lalu duduk dan menyilangkan tangan. Cewek itu tidak mengatakan apa pun pada Ares. Pandangannya keluar melalui jendela. Sedetik kemudian dia melamun.
Ares menoleh pada Yosi. Rambut cewek itu diikat tinggi ke atas hingga dia bisa melihat lehernya. Semuanya tampak normal. Tidak ada bekas kemerahan yang diperkirakan Ares. Namun daripada memikirkan hal itu, Yosi sendiri terlihat tidak bersemangat. Sebenarnya itu wajar. Hanya saja Ares merasa tidak nyaman. Komik yang awalnya dia bacapun ditutup lalu dia letakkan ke atas meja. Headset yang dia pakai juga dilepas, lalu dimasukkan ke dalam kantong baju.
"Lo mau ketemu Rian lagi?" tanya Ares.
"Buat apa?" balas Yosi tanpa mengalihkan perhatiannya.
"Kali aja lo mau nonjok dia."
Yosi diam.
"Lo nggak marah sama dia?"
"Berhenti omongin dia," kata Yosi. Kali ini dia menoleh bahkan menatap Ares langsung ke matanya. "Apa pun masalah yang lagi dia hadapin.. biarin dia selesaiin sendiri. Gue.. gue udah diancem buat nggak ikut campur."
KAMU SEDANG MEMBACA
Fallen Angel
ActionStatus: COMPLETED Setelah sadar dari koma dan mendapati diri lupa nyaris segalanya, Yosi dihadapkan dengan Rian--cowok yang paling ditakuti seantero sekolah dan pentolan geng pembuat onar di kotanya. Cowok itu memperlakukannya seperti boneka, di sat...