Chapter 9~ Phobia

339 22 0
                                    

~Rafael~

Kemarin ketiga teman idiotku pulang larut malam sekali. Sehingga hari ini kita berempat kompak datang terlambat ke sekolah. Sialnya jam pertama adalah sejarah, dimana sang guru, Pak Erik, adalah wakil kesiswaan. Jadi kami diberi hukuman sebelum pulang sekolah.

Hari ini seperti yang direncanakan kemarin, Andrea akan datang ke rumahku. Aku tidak sabar untuk cepat-cepat pulang, namun tidak dapat dipungkiri terdapat rasa gugup juga. Berduaan dengan Andrea di apatermenku. Dapat kupastikan hari ini aku akan sport jantung. Entah aku harap aku tidak melakukan hal-hal bodoh di depan Andrea.

Sayangnya sebelum melakukan hal itu aku harus membersihkan kelas bersama ketiga teman idiotku. Andrea dengan baiknya mau menunggu kami sambil duduk mengamati dari bangkunya dan mulai membaca buku.Dia sangat cantik saat sedang serius membaca buku seperti itu. 

Setelah menunggu cukup lama akhirnya kami selesai membereskan kelas. Aku dan Andrea langsung keluar sekolah dan sayangnya langit sangat hitam dan rintikan hujan telah turun perlahan. Aku lupa untuk membawa payung akibat terlambat bangun sehingga kami terpaksa untuk hujan-hujanan. Setelah turun dari bis kami berlari menuju apatermentku. Aku memegang tangannya agar dia tidak terlalu jauh tertinggal di belakang.

Saat sebentar lagi sampai di depan gedung apatermentku, Andrea menarik tanganku menandakan unutk berhenti sebentar. Secara otomatis aku berbalik untuk melihatnya yang terdiam menutup mata. Dia terlihat kecapaian akibat berlari. Jarak terminal dengan apatermentku cukup jauh, tak heran jika dia kecapaian. Apalagi berlari ditengah hujan seperti ini.

"Kamu gak apa-apa Dre?" Tanyaku khawatir. Aku berjalan perlahan mendekat kepadanya. Entah mengapa dia malah tersenyum dan tertawa senang sambil menutup matanya dan medongakkan wajahnya ke atas seperti sedang menikmati buliran air hujan yang turun di wajahnya. Dia sangat-sangat cantik saat seperti ini.

"Tau gak Raf?" Katanya sambil tetap menutup matanya menikmati air hujan. Aku tidak membalas perkataannya dan menunggunya untuk melanjutkan sendiri apa yang akan dia katakan.

"Aku sudah lama tidak menikmati hujan seperti ini. Aku gak pernah seseneng ini saat hujan turun." Katanya sambil tersenyum dan dengan perlahan membuka matanya dan melihat ke arahku.

"Makasih karena sudah mau menjadi temanku. Lagi-lagi kamu membawa cahaya dalam hidupku." Katanya dan langsung memelukku.

Akibat gerakannya yang tiba-tiba memelukku, aku terdiam seperti patung. Aku yakin detak jantungku pasti udah gak karuan. Setelah beberapa menit seperti ini aku tersadar dan meyadari bahwa dia bisa sakit jika terus-terusan terkena air hujan.

"Masuk yu. Nanti kamu sakit." Kataku lembut sambil melepas pelukan kami dan menarik tangannya menuju apatermentku.

Sesampainnya di rumah aku langsung mengambil handuk untuk mengeringkan tubuh kami masing-masing. Dari tadi Andrea menggunakan jaketnya dan saat dia melepaskan jaketnya yang basah itu aku dapat melihat baju seragamnya yang basah, sehingga membuat seragam itu menempel dengan tubuhnya.

Seketika aku mengalihkan pandanganku dari tubuhnya dan aku sangat yakin jika wajahku memerah. Pemandangan ini bisa membuatku gila. Pakaian dalam Andrea terlihat karena seragam putih yang basah itu.

Aku segera pergi ke kamarku untuk mencarikan baju yang cocok untuk Andrea, namun tak kutemukan sama sekali baju yang cocok dengan ukurannya, mengingat tubuhnya yang kecil itu. Walaupun aku menemukan baju terkecil yang kupunya tapi aku yakin jika baju itu tetap akan kebesaran untuknya. Setelah berganti baju aku segera keluar sambil membawa baju untuknya.

"Nih pakai ini. Aku tidak mau kamu sakit jika memakai baju basah." Kataku sambil menyerahkan bajuku.

"Tidak usah Raf aku bisa memakai bajuku sendiri. Aku tidak mau merepotkanmu." Katanya sambil menyerahkan kembali bajuku.

Prolog✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang