~Rafael~
Aku terpaku di tempat saat melihat bayangan orang yang paling kubenci. Entah mengapa dirinya bisa ada di sini saat ini juga. Aku benar-benar tidak tahu apa yang ada dipikirannya. Aku terus melihat ke arahnya saat ia mendekat ke arahku. Saat dirinya berdiri di dekat cahaya, aku bisa melihatnya secara jelas. Wajahnya terlihat tidak terawat karena kumis-kumis yang tidak dicukur terlihat memenuhi wajahnya. Kantung matanya terlihat menumpuk, seakan-akan dirinya tidak tidur selama beberapa tahun. Walau bagaimana pun dia tetap terlihat rapih dengan setelan jas yang dipakainya.
"Son.." Bisiknya pelan dengan tatapan yang tidak dapat kuartikan.
"Why do you here? What do you want from me!" Kataku ketus sambil menatapnya dengan sinis. Aku tahu aku baru saja membuat diriku menjadi pusat perhatian di tengah keramaian ini.
"I.. I just.." Serunya dengan terbata-bata.
"If you come here to say sorry or try to explain anything. I don't want to hear it and I don't care!" Kataku dengan nada yang disentakkan sambil memalingkan wajahku darinya.
"Okay. I get it. I just want to see you and say sorry. I regret what I have done to you and your mom. And I wanna see you. You have been a handsome young man." Serunya.
"Of course you regret it. But why now? You can say it was a long time ago before she met another man. You can fix it but you won't. You just care about yourself!"
"I know I'm wrong but. I wanna fix it. If you give me a second chance. Can you?" Tanyanya dengan penuh harap.
"I'm done with you! Just go away and never come back. Never search for me and meet me again. I'm already sick of you." Makiku kepadanya. Mungkin aku terlalu kasar kepadanya, namun aku benar-benar tidak peduli. Dia telah menoreh sebuah luka di hatiku dan aku sama sekali tidak tahu apakah luka ini akan sembuh.
Dia hendak mengatakan sesuatu hanya saja dia seperti ragu untuk mengatakannya. Dia pun berbalik dan pergi tanpa mengucapkan satu katapun kepadaku. Kurasa dia sangat kecewa dengan sikapku. But you know what! I don't care what he is thinking.
Setelah kepergiannya aku masih tertuduk di tempat yang sama. Rasanya ingin sekali menghajarnya tapi tentu tidak bisa. First mom will get angry at me. Second I don't want to humilate my self anymore. And third I really hate him and I dont want to reggret what I have done latter.
Setelah duduk cukup lama mencoba menenangkan emosiku, aku segera berjalan di tengah hujan yang sangat deras. Aku baru sadar kalau selama aku berbincang dengannya hujan telah turun dengan derasnya. Dengan amarah yang masih tersisa aku berlari untuk melelahkan diriku sendiri. Aku bahkan tidak mengetahui kemana arah yang kutuju. Setelah cukup lelah dan merasa puas menghabiskan seluruh tenagaku, aku berhenti di salah satu pagar pembatas jalan yang menghadap ke arah jalan tol. Di sana aku berteriak sekencang-kencangnya dan dengan sendirinya otakku mengulang kembali kejadian-kejadian masa kecilku. Mungkin saat ini orang-orang di bawah sana mengira diriku adalah orang gila.
Setelah kurasa cukup untuk melepaskan emosiku aku terduduk sambil bersandar ke pagar. Aku mendongakkan kepalaku menikmati buliran air hujan yang menerpa wajahku. Rasanya cuaca saat ini benar-benar menggambarkan emosiku. Petir-petir yang menyambar entah mengapa saat ini benar-benar membuatku tenang.
Tiba-tiba aku merasa getaran dari handphoneku. Aku melihat banyak sekali missed call dari mom. Sepertinya orang itu memberitahu mamah soal ini. Melihat itu aku mengeluarkan kata-kata kasar sambil memakinya. Sampai saat ini aku masih tidak mengerti bagaimana mamah bisa memaafkannya. Aku mengabaikan panggilan dari mamah karena aku tidak akan sanggup untuk menerima omelannya saat ini. Yang aku perlukan adalah mengalihkan pikiranku dari pria itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Prolog✓
Teen Fiction"Apa yang kau mau?" Tanyanya. "Tidak ada." Jawabku singkat. "Lalu kenapa seharian ini kau seperti berusaha mendekatiku?" Tanyanya dengan curiga. "Karena aku penasaran denganmu." "Bisakah kau tidak menggangguku dan membiarkanku menikmati ketenangan?"...