Part 6 | Sepanjang Jalan

304 51 0
                                    

Author's pov

Pagi yang cerah, menyapa siapa saja yang akan memulai aktifitas. Udara segar menambah suasana nyaman pagi ini. Terlihat bahwa wanita cantik sedang berdiri menunggu bis untuk tiba di halte dekat rumahnya. Dia adalah Yuna, dirinya memang terbiasa memakai kendaraan umum untuk berangkat ke kafe. Alasannya karena ia tak terlalu pandai menyetir mobil.

Bis telah tiba, tapi suasana pagi dalam bis cukup ramai. Maka dari itu akan sangat susah untuk mendapatkan tempat duduk. Sama seperti saat ini dia harus rela berdiri sambil berdesakan dengan penumpang lainnya.

Selama perjalanan, dia mencoba mengedarkan pandangan ke segala penjuru bis guna mengisi kejenuhannya. Entah tanpa sebab yang pasti, tatapan matanya berhenti tepat pada pasangan muda-mudi yang sedang dimabuk asmara. Mereka tampak serasi duduk berdua di deretan kursi bagian belakang.

"Cih! Aku jadi iri pada mereka," gumam Yuna tanpa sadar. Namun, selanjutnya ia menyunggingkan senyuman manis di bibirnya. Tatkala mengingat kejadian di masa lalu.

***

Yuna's pov

Teeet.. teeet.. teeet.. teeet..

Bel pulang telah berbunyi. Akhirnya aku terbebas dari siksaan bahasa munafik ini.

"Baiklah anak-anak karena bel pulang sudah berbunyi. Saya akhiri pelajaran Bahasa Inggris hari ini, sekian dan sampai jumpa di lain waktu."

"Sampai jumpa, Bu."

Sorakan gembira dari teman-teman menggema. Aku juga bergegas mengemasi barang-barangku. Entah mengapa hari ini rasanya aku ingin sekali pulang lebih cepat. Setelah selesai dengan urusan barang-barangku, aku menghampiri Eunha. Seperti biasa aku akan mengajaknya untuk pulang bersama.

"Eunha, ayo pulang."

"Yuna, maaf. Aku masih ada urusan dengan Bu Choi. Beliau ingin membahas urusan festival olahraga bulan depan denganku. Jadi, maaf ya."

"Baiklah tak apa. Aku akan menung–"

"Tidak, jangan! Aku jadi tidak enak padamu. Mungkin ini akan selesai sore."

"Oh begitu."

Eunha hanya mengangguk tanda mengiyakan ucapanku.

"Apa hanya kau saja?"

"Ya, anggota OSIS lain akan aku beritahu di rapat selanjutnya."

"Lalu.. kau nanti pulang dengan siapa?"

"Aku bisa meminta sopirku untuk menjemput ke sekolah."

"Benar juga. Oke, aku akan pulang sekarang."

"Iya, hati-hati di jalan."

Aku membalas ucapan Eunha dengan anggukan kepala sambil melambaikan tangan. Kini aku mulai berjalan menuju halte sendirian.

Saat bis tiba, langsung saja aku menaikinya. Terlihat bahwa suasana dalam bis nampak ramai. Aku bahkan hampir tak mendapat tempat duduk. Untung saja ada dua bangku kosong di deretan kursi paling belakang. Tanpa basa-basi lagi aku terpaksa duduk di sana, karena aku tak mau berdiri sepanjang perjalanan pulang.

Saat bis mulai berangkat, tapi tiba-tiba bis ini harus terpaksa berhenti. Kemudian muncul sosok laki-laki masuk sambil menunduk dan mengatakan minta maaf, karena nampaknya sopir bis sedang mengomelinya. Tak hanya itu saja, tatapan seluruh penumpang tertuju padanya, termasuk diriku.

Aku kaget saat tahu sosok laki-laki tersebut. Ia bahkan datang padaku dan duduk di sebelahku.

Mimpi apa aku semalam, dia yang selalu aku pandangi dari kejauhan kini nampak jelas duduk di sampingku. Garis wajahnya, hidungnya, bibirnya, bahkan dapat aku rasakan pula paha kami saling bersentuhan satu sama lain.

Aku harap kalian jangan berpikir yang tidak-tidak ya. Ini terjadi karena aku satu-satunya seorang wanita tepat duduk di pojok dekat jendela. Dengan himpitan pria-pria berbadan besar. Bayangankan saja, sesaknya seperti apa.

Posisi ini tetap tidak berubah. Aku senang karena mendapat kesempatan untuk melihat langsung wajah tampannya bahkan dalam jarak yang sedekat ini. Namun, di sisi lain aku juga tidak nyaman duduk di tempat seperti ini. Sedari tadi jantungku terus berdebar dan aku juga sesekali melirik ke arahnya. Sungguh aku tak bohong, dia tampan sekali.

Merasa ada yang memerhatikannya, dirinya lantas menoleh kepadaku. Aku yang sudah terlampau malu, langsung membuang muka menghadap kaca jendela bis. Aku tak mampu bertatapan langsung dengannya.

Hingga beberapa menit kemudian, bis berhenti di halte berikutnya. Ada salah satu penumpang bapak-bapak yang duduk di sampingnya, kini turun di halte ini.

"Nah, sekarang kau bisa duduk dengan nyaman," ucapnya.

Perasaanku lega sekali, akhirnya aku tak lagi duduk berdesakan dengannya. Namun, tetap saja jantungku masih berdebar kencang. Manakala Seokmin berkata kepadaku bahwa sekarang aku dapat duduk dengan nyaman.

"Aduh, bagaimana ini?" cicitku. Aku masih tak mau memalingkan muka kepadanya. Bahkan hingga sekarang aku hanya menatap jalanan melalui kaca jendela bis.

Aku berharap, agar waktu berjalan sangat lamban kali ini. Bahkan aku tak peduli lagi akan kenyataan bahwa aku sekarang pulang seorang diri tanpa adanya Eunha yang menemani, atau bahkan aku telah melupakan keinginanku untuk pulang cepat-cepat tadi. Hal yang terpenting adalah ia bersamaku saat ini.

***

Author's pov

Bis yang ditumpangi Yuna dan Seokmin kini berhenti di halte berikutnya. Saatnya Yuna untuk turun. Berat hati rasanya, mengingat dia harus turun terlebih dahulu sebelum Seokmin.

Tak apa, setidaknya Tuhan telah berbaik hati untuk mengabulkan permohonan Yuna selama ini.

=TBC=

Rahasia Secangkir Kopi | Dokyeom SeventeenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang