Part 17 | Kebenaran

141 25 0
                                    

Flashback on

Seokmin's pov

Hari-hariku semasa sekolah telah berakhir. Kini aku memutuskan untuk melanjutkan studi di Busan. Meninggalkan orang-orang yang kusayang tak terkecuali Kei, kekasihku.

Awalnya aku pikir hubungan kami akan berjalan lancar saja. Di awal semester, Kei sering mendatangiku. Entah itu karena ia sedang ada urusan pemotretan di sini atau dengan insiatifnya sendiri. Namun, hal tersebut tak berlangsung lama.

Saat semester lima, aku mulai sedikit mengabaikannya. Diriku mulai disibukkan oleh rentetan kegiatan kampus. Baik itu jadwal kuliah hingga kegiatan beberapa organisasi yang sempat aku ikuti.

Belum lagi semester depan ada kegiatan KKN dan magang. Dilanjut dengan persiapan proposal dan skripsi. Sehingga waktuku terpotong banyak untuk fokus pada kegiatan akademik.

Aku tipikal orang yang hanya bisa fokus dalam satu hal yang menurutku paling utama. Kemudian baru aku dapat fokus keperihal lainnya. Maka dari itu, tak heran jika aku lebih sering mengabaikan pesan-pesan yang masuk dari Kei. Juga tak jarang pula aku sengaja tak mengangkat telpon darinya karena hanya ingin fokus pada sesuatu yang yang ingin kucapai.

Hal inilah yang menjadi celah baginya untuk mencari sandaran lain yang menurutnya lebih nyaman. Diriku ingat saat itu di mana musim libur semester tujuh, aku berencana kembali pulang untuk sekedar melupakan penatnya kehidupan mahasiswa semester tua. Serta menghibur diri untuk bertemu dengan Kei karena sudah hampir tiga bulan ini kami tak memberi kabar satu sama lain.

Berbekal niat yang nekat, aku datang ke apartemennya. Iya, dia sudah semandiri itu. Menabung untuk masa depannya kelak. Hal ini terkadang menghantuiku.

Kami seumuran, tapi dirinya lebih sukses dariku yang notabene sebagai pihak laki-laki.

Ah, sudahlah lupakan!

Aku tak mau membahas hal ini lagi karena kami sering bertengkar perihal ini. Hingga berujung Kei mengalah dan memberikan nasihat kepadaku bahwa taraf sukses seseorang dalam hidup itu berbeda-beda.

Sekarang di sinilah aku, berdiri tercengang melihat pemandangan di depanku. Dirinya dengan mesra bercumbu dan merangkul pria lain sebelum masuk ke unit apartemennya.

Diriku yang dikala itu tersulut emosi, langsung saja mendobrak pintu apartemennya. Ekspresinya kaget ketika melihatku di sana. Terdiam dan menunduk.

Aku tak ingin mengingatnya lagi kejadian setelah itu, yang jelas dia hanya mengelak dan berdalih jika pria lain yang bersamanya saat itu adalah hanya sekedar rekan kerja saja. Mereka hanya saling berbagi cerita tentang suka duka menjalani pekerjaan sebagai model.

"Aku tak akan marah dan berbuat kasar padamu. Kau tak pantas mendapatkan itu, tapi aku menginginkan kejujuranmu, Kei. Baik, kulangi lagi dengan tegas pertanyaanku tadi. Jadi, siapa dia?"

Kei hanya menghela nafas panjang kemudian dia perlahan mengangkat kepalanya. Kini aku dapat menatap dengan jelas mukanya, tapi tak sedrama yang aku pikirkan. Dia tak manangis.

"Ya kau benar. Asumsimu semuanya benar. Selama ini aku menganggap hubungan di antara kita telah berakhir, walaupun tanpa ada kata akhir yang terucap. Kau tahu, aku lelah dengan semuanya. Dari awal aku sadar bahwa perempuan yang kau nanti bukanlah diriku. Jadi untuk apa aku bertahan lebih lama lagi denganmu?"

"Lalu langkah inilah yang kau ambil?" ucapku yang semakin dibuat kecewa olehnya.

"Iya, ini terbaik untuk kita berdua. Aku hendak menjelaskannya kepadamu dalam waktu dekat. Namun, sepertinya aku tak diijinkan untuk mengulur waktu lebih lama. Seokmin, maafkan aku. Maukah kau berdamai denganku?"

Rahasia Secangkir Kopi | Dokyeom SeventeenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang