Part 10 | Mulai Dekat

236 40 2
                                    

Yuna's pov

Hari demi hari telah kulalui. Setelah pembicaraanku dengan Seokmin, beberapa hari yang lalu. Kini ia semakin sering datang ke kafeku.

Aku pikir dirinya hanya datang sebagai pelanggan biasa yang hanya ingin menikmati seduhan cappuccino favoritnya. Bukan datang karena maksud tertentu, seperti mendekatiku mungkin? Sudahlah, aku tak mau repot-repot berharap lagi.

Selama itu pula aku mulai cukup dekat dengannya. Terkadang jika kondisi kafe sedang lenggang, maka ia memintaku untuk menemaninya mengobrol. Untung saja kami punya beberapa bahan obrolan yang tak terkesan basa-basi. Sehingga suasananya tak begitu canggung.

Dari sinilah aku mengetahui bahwa sikapnya tak sedingin yang lalu, atau mungkin karena efek dari tuntutan pekerjaan yang merubahnya. Namun yang jelas, aku sangat nyaman dengan dirinya yang sekarang.

Author's pov

Gedung yang menjulang tinggi dengan hiasan beratusan kaca menghiasi di setiap sisinya tengah berdiri kokoh menantang langit. Entahlah tak tahu apalah fungsi dari sekian ratusan kaca itu. Namun, di sinilah saksi bisu dari seorang pengusaha tampan nan sukses membangun karir bisnisnya.

Tok.. tok.. tok..

Terdengar suara ketukan pintu yang kemudian disahuti dengan suara dari si pelaku, "Boleh saya masuk presdir?" Objek yang diajak bicara hanya menoleh sejenak. Kemudian tanpa nafsu menjawab, ia melanjutkan pekerjaannya.

Orang yang mengetuk pintu tersebut sudah biasa dengan respon yang ditunjukkan oleh atasannya ini. Maka dengan segera ia memasuki ruang yang tebilang sangat luas. Bahkan luasnya setara dengan sebidang lapangan tenis.

"Ada apa?" sahut pemilik ruangan yang masih enggan untuk melepas konsentrasi pada tumpukan kertas-kertas di depannya.

"Ah.. ayolah, Seokmin. Ini sudah jam istirahat. Kau tak ada niatan untuk beristirahat sejenak dan menikmati hidangan lezat?" goda pria yang tidak lain dan tidak bukan adalah sekertaris sekaligus sahabat semasa SMA dulu. Ia berusaha sesantai mungkin jika sedang berdua saja dengan Seokmin.

Mendengar perkataan Mingyu, Seokmin mengangkat sebelah alisnya. Berpikir sejenak, sambil melirik jam tangan yang bertengger manis di lengan kirinya. Benar juga, pikirnya.

Ini sudah memasuki jam makan siang. Segera Seokmin bangkit mengambil jas hitamnya yang sengaja ia sampirkan di punggung kursi.

"Yes! Kau memang yang terbaik, Pak!" sentak Mingyu menampilkan wajah yang berbinar sambil mengacungkan kedua jari jempol tangan, karena menganggap rayuan yang ia lontarkan telah berhasil.

"Maaf, Mingyu. Aku akan makan siang sendiri. Kau ajak saja Wonwoo atau mungkin pacarmu itu. Mereka bisa diandalkan," ucap Seokmin tergesa-gesa.

"Apa?! Lagi? Hei, aku tak mau makan bersama Wonwoo lagi. Bisa-bisa dompetku menipis," protes Mingyu sambil memasang muka cemberut.

"Kau kan bisa mengajak pacarmu?"

"Tidak mungkin mau dia. Eunha itu selalu sibuk dengan pasiennya."

"Memang kau mau makan dengan siapa sih?! Cewek ya?" tebak Mingyu asal.

"Tidak aku makan siang sendiri."

Seokmin masih saja berdiri membelakangi pintu keluar, karena ia memang tak tega meninggalkan Mingyu yang masih ingin mengajaknya berbicara. Alibi saja! Seokmin tak tega dengan Mingyu, tapi dirinya tega menolak ajakan makan siang dari sahabatnya itu.

"Hei, kalau mau makan sendiri, kenapa kau tak mengajakku saja!" protes Mingyu.

"Tidak bisa. Aku harus sendiri."

"Aku mulai curiga padamu. Atau.." uacap Mingyu menggantung sambil berjalan menghimpit Seokmin.

Seokmin yang diperlukan seperti itu, mulai gugup. Ayolah, siapa yang tak gugup jika berada di posisinya sekarang. Bukan itu yang ia maksud, tapi Seokmin memanglah pria jantan. Pria normal!

"Aa.. ap.. apa..?"

"Kau gugup?" ucap Mingyu sambil menyeringai jahil. Ia puas sekali dengan respon yang Seokmin berikan.

"Kau.."

"Akan makan siang dengan Yuna kan?" bisik Mingyu sepelan mungkin.

Prang..

Suara piring pecah sepertinya sangat cocok untuk dijadikan bgm mini drama yang Mingyu buat sekarang.

Skakmat!

Seokmin hampir dibuat membeku dengan penuturan Mingyu barusan, karena apa yang dikatakan Mingyu hampir benar adanya.

Hampir!

"Tidak! Tidak kok!" sangkal Seokmin dengan wajah pucat pasi.

"Hah! Ya sudahlah. Aku tak akan mengganggu acara kalian berdua," ucap Mingyu akhirnya. Mendengar penuturan sahabatnya membuat Seokmin merasa lega. "Tapi!" lanjut Mingyu tiba-tiba yang masih ingin bermain-main dengan atasanya ini. Hingga membuat Seokmin harus menelan ludah susah payah.

"Kau jangan lagi melakukan kesalahan yang sama. Seperti halnya hubunganmu dengan Kei dulu," sambung Mingyu mengakhiri sesi ceramahnya.

Puk.. puk..

Mingyu berlalu sambil menepuk bahu lebar Seokmin serta meninggalkan ruangan.

"Fighting, bro!"

=TBC=


Rahasia Secangkir Kopi | Dokyeom SeventeenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang