Yuna's pov
Saat ini aku masih termenung memandangi sepucuk undangan pernikahan antara Kei dengan Junhui. Aku bahkan masih menimang-nimang, apakah ini nyata? Jika tidak, mana mungkin Kei membohongiku dengan susah payah membuat undangan atas namanya beserta pria lain.
"Hei!"
Seseorang membangunkanku dari lamunan panjang. Ternyata dia sudah datang.
"Ada apa? Apa ada sesuatu yang mengganggumu?"
Sekali lagi Eunha mencoba mencari tahu apa yang baru saja aku pikirkan. Kali ini aku memang berencana makan malam bersama dengan sahabatku. Kami jarang sekali menikmati momen bersama seperti, karena dia sibuk dengan dengan pasiennya. Sedangkan aku sibuk dengan urusan kafe.
"Tidak ada."
"Eyy! Aku tahu jika kau sedang memikirkan sesuatu. Oke, sini ceritakan padaku!"
Aku menggelengkan kepala dan malah memilih untuk antri memesan makanan. Setelah semua selesai, aku membawa satu nampan berisi makan malam kami.
"Hei, kau mendapatkan ini juga? Kapan?" tanya Eunha sambil menyodorkan undangan dari Kei tadi yang masih belum sempat aku simpan kembali.
"Oh, kau juga mendapatkannya?"
"Tentu! Apa dia memeberikan ini secara langsung padamu?"
"Ya, Kei dan calon suaminya datang menemuiku tadi."
"Apa?! Jadi kau bertemu dengan Junhui?!" teriaknya secara histeris.
"Iya," jawabku polos.
"Hei, kau beruntung sekali. Bahkan aku menerima undangan ini melalui pos."
"Kau penggemar Junhui?"
"Tentu! Siapa yang tidak mengaguminya. Dia sangat tampan!"
"Tampan mana, Mingyu atau Junhui?" godaku.
"Eyy! Kenapa kau tiba-tiba membahas badboy itu. Ck!"
Sayangnya bukan tersipu malu, melainkan Eunha memasang muka malas. Sepertinya telah terjadi sesuatu antara dia dan Mingyu.
"Kenapa? Kalian bertengkar lagi?"
"Lebih tepatnya dia yang memulai."
Aku terkekeh mendengar cerita Eunha. Asal kalian tahu saja bahwa saat ini cowok gelap itu berhasil memikat hati sahabatku ini. Walaupun begitu, hubungan mereka tak semulus yang diharapkan karena Eunha gampang sekali terpancing emosi akan api cemburu. Sedangkan Mingyu, ia yang senantiasa tebar pesona dan sengaja menggoda Eunha tiada henti. Namun, perjalanan cinta mereka cukup membuatku iri.
"Hei, kau melamun lagi."
"Hah?"
"Sebenarnya ada apa sih?"
"Hmm.. Eunha, menurutmu.. apa yang membuat Kei menikah dengan Junhui?"
"Maksudmu? Tentu saja karena Kei mencintainya. Lalu apa lagi? Kau ini ada-ada saja."
"Berarti Kei sudah tak lagi mencintai laki-laki itu," gumamku.
"Hah? Mencintai siapa?"
"Tidak! Tidak, lupakan!"
"Oh, aku tahu. Pasti Seokmin kan?"
Aku tak kunjung menjawab pertanyaannya, karena memang aku bingung harus jawab apa. Barusan itu aku keceplosan soal masalah Seokmin.
"Ya ampun. Benar banget, tidak ada yang mampu menyaingi posisi cinta pertama di hati kita ya? Haha.."
"Ck! Kau bicara apa sih!"
Eunha masih saja tertawa. Namun, aku biarkan saja. Percuma nanti ia juga akan berhenti sendiri. Aku kembali melahap hotdog yang sudah kupesan tadi.
"Hei, bicara tentang Seokmin, aku penasaran dengan kabarnya sekarang. Aku dengar dari Mingyu, dia sibuk-sibuknya tuh."
"Ya, aku sudah tahu."
"Apa?! Kau masih menguntitnya hingga sekarang? Kupikir kau sudah berhenti."
"Bukan, kau salah besar. Dia pernah beberapa waktu lalu muncul di–"
Aduh, aku keceplosan lagi. Bagaimana ini? Aku memang belum mengatakan apapun pada Eunha mengenai pertemuanku dengan Seokmin beberapa hari yang lalu.
"Muncul? Di mana? Kafemu?"
"Eh.."
Aku tak bisa berkutik lagi. Hanya bisa terdiam sembari menggigit bibir bagian bawahku.
"Wah, beneran ternyata. Hei, kenapa kau baru mengatakannya sekarang?"
"Maaf, aku bingung. Eunha, apa yang harus aku lakukan?"
"Hei, apanya yang bagaimana? Ini kesempatan bagus bagimu. Kei akan menikah dan secara tiba-tiba Seokmin muncul di hadapanmu. Jadi, kau harus membuat langkah besar mulai dari sekarang!"
"Maksudmu?"
"Kau harus mendapatkan Seokmin kali ini."
"Apaan sih? Seperti ia barang saja. Lagian aku juga tak yakin jika ia masih sendiri. Terlebih lagi dia mana mungkin mau denganku."
"Ck! Inilah yang tak kusuka darimu. Kau selalu pesimis sebelum memulai."
"Tapi kan apa yang aku katakan ada benarnya Eunha."
"Iya, tapi apa salahnya jika mencoba lagi? Kali aja dapet."
Aku hanya terdiam sesaat dan memikirkan ucapan Eunha barusan. Apa yang dikatakan Eunha memang benar. Mungkin Tuhan telah merencanakan ini semua dan memberiku kesempatan untuk memenangkan hati Seokmin kembali.
"Jika kau masih ragu, maka tanyakan pada hati nuranimu. Apakah kau masih mencintainya atau kau tetap seperti ini dan membiarkannya."
Hati nuraniku?
"Jika kau telah mendapatkan jawabannya, beri tahu aku. Aku dan Mingyu pasti akan membantumu," ucap Eunha sambil berlalu dari hadapanku. Sepertinya ia telah selesai dengan urusan makan malamnya.
***
Author's pov
Sepulangnya dari makan malam bersama Eunha, Yuna masih memikirkan perkataan sahabatnya itu. Hingga ia sulit untuk menutup mata.
Dia sangat berpikir keras atas jawaban dari pertanyaan Eunha tadi. Simple memang, tapi susah untuk dijawab. Hingga pada akhirnya ia meraih handphone yang sengaja ia simpan di nakas dekat tempat tidurnya.
Kemudian jari-jari panjang nan lentik itu mulai menari-nari di atas layar. Setelah selesai, ia memutuskan untuk pergi ke alam mimpi, karena dia harus bangun pagi besok untuk mengecek bahan-bahan di gudang besok bersama dengan Seungkwan.
Choi Yuna
Baiklah aku akan berusaha
Apa yang harus aku lakukan sekarang?Massage sent
Jung Eunha
Tenang saja
Aku sudah punya rencana
Kau tinggal ikuti permainanku
Biar aku dan Minggyu yang mengatur semuanya
Oke?
😉=TBC=
KAMU SEDANG MEMBACA
Rahasia Secangkir Kopi | Dokyeom Seventeen
FanfictionMain Cast : Lee Seokmin (Dokyeom Seventeen) Choi Yuna (Yuju GFriend) Ini sebuah cerita di mana seorang Choi Yuna yang dipertemukan kembali dengan cinta pertamanya di SMA. Bersetting utama di sebuah cafe yang dikelola Yuna sendiri. Akankah Seokmin me...