5

165 19 0
                                    

Hisyam’s pov.

Dingin.

Aku membuka mataku. Lampu sudah di matikan sejak 1 jam yang lalu tapi aku masih belum tertidur, sedangkan teman-temanku sudah memasuki alam mimpi mereka masing-masing.

DUK! DUK!

“Grrrrhhhhh….Grrrrrhhhh” suara geraman halus itu tertangkap telingaku.

Aku berdiri, kemudian berjalan ke balkon.

2 zombie menggedor gerbang depan, berusaha untuk masuk ke dalam rumah. Aku memikirkan bagaimana kehidupan 2 zombie itu sebelum mereka terinfeksi. Mungkin mereka hidup bahagia, atau sebaliknya.
Apa mereka masih mempunyai kenangan tentang kehidupan mereka sebelum terinfeksi?.
Apa mereka merasa kalau dirinya masih hidup?. Apakah mereka masih ingat siapa dirinya?.

“Grrrrhhhh….Grrrrhhh” 2 lagi zombie yang datang.

Kuperhatikan kedua zombie itu.

Wajahnya tidak asing?.

Deg!.

“Cornelia? Audina?” tanpa kusadari nama itu keluar begitu saja dari mulutku.

Cornelia Widyadhari Gita P. dan Audina Dea Rosalinda.
2 dari teman sekelasku yang tidak beruntung dalam bencana ini. Mereka berdua tergigit di pundak dan kaki saat kami masih di gudang.

Mereka masih mengenakan seragam sekolah kami. Atasan batik warna biru dan rok panjang dengan warna yang lebih muda.

Wajah mereka masih sama dengan sebelum mereka terinfeksi. Hanya saja kulitnya sekarang berwarna hijau kehitaman,  mulut penuh dengan lendir kemerahan, dan dengan luka gigit yang menganga di bagian pundak dan kaki mereka.

Apa mereka merasakan kehadiran teman-temannya yang selamat disini?.

Tanyaku dalam hati.

21 Desember 3012, 07.35 a.m

Belona’s pov.

Hari ini sepertinya akan mendung seharian. Matahari bersembunyi di balik awan kelam. Udaranya menjadi dingin.

Pagi ini aku terbangun karena udara dingin pagi ini. Rambut hitamku yang berantakan mungkin sudah seperti rambut singa saat ini.

Aku menguap, kulihat Ares masih terlelap di tempat tidurnya dengan selimut ditarik sampai leher.

Kemudian, aku berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.

“Aaaahhh dingiiiinnnn!!!!” teriakku di dalam kamar mandi saat air dari shower langsung membasahi kulitku.

Segera ku selesaikan acara mandiku kemudian mengenakan pakaianku secepatnya. Aku sudah tidak tahan dengan dinginnya udara hari ini.

Hari ini aku mengenakan pakaian yang kutemukan di lemari. Celana jins panjang, kaos putih polos berlengan panjang serta sweater berwarna hijau tosca.

Setelah mandi dan mengenakan pakaianku, aku berjalan ke dapur untuk memasak sarapan.

Aku membuat wafel belgia dengan siraman sirup maple dan taburan blue berry segar.

Kata nenekku, wafel belgia adalah makanan favorit orang tuaku.

Bicara tentang orang tuaku. Aku ingin sekali mereka berada di sampingku saat ini, walaupun aku juga bersyukur mereka berada di tempat yang aman dari dunia terinfeksi ini. Aku bersyukur mereka hanya dapat menyaksikan kehancuran dunia, tidak ikut andil di dalamnya.

Tanpa kusadari, perlahan-lahan air mataku jatuh membasahi pipiku. Semakin aku mengenang orang tuaku, semakin deras air mata mengaliri pipiku.

“Morning” sapa seseorang di belakangku.

Dari suaranya saja, aku sudah tau kalau itu Ares. Sebelum ia mengetahui aku menangis, segera ku hapus air mata yang mengaliri pipiku.

“Too” balasku kemudian menoleh dan tersenyum padanya.

“Huuaaahhh….dingin sekali” kata Ares.

Aku diam saja. Aku terus saja kepikiran tentang keluarga ku.

“Bel?” tanya Ares.

Aku tetap tidak menyahut.

Air mataku kembali mengaliri pipiku. Aku tak peduli lagi dengan Ares yang melihatku menangis tidak jelas.

“Bel, are you find? Kenapa tiba-tiba menangis? Apa aku mengatakan sesuatu yang salah sehingga membuatmu menangis?” cemas Ares.

Aku hanya menggeleng.

“Aku…Aku ingat orang tuaku” kataku sambil terus terisak.

Aku melihat Ares berjalan mendekat, kemudian…

Hangat.

Aku merasa hangat.

Ares memelukku.

Ia hanya memelukku dalam diam. Tidak mengatakan apapun. Membiarkanku menumpahkan seluruh bebanku padanya.

Beberapa menit kemudian, aku melepaskan diriku dari pelukannya walaupun sebenarnya hati kecilku tidak mengijinkan.

“Merasa baikan?” tanyanya.

Aku hanya menganggukkan kepalaku dan tersenyum.

Kemudian ia juga tersenyum.

“Thanks” ucapku.

Ares menganggukkan kepalanya kemudian tersenyum lagi.

Oh tuhan…jadikan senyum indahnya hanya untuk diriku, buat dia menjadi penyemangatku, selamanya.

Aku berdoa dalam hati.
.
.
.
.
.
.
.
.
Halo readers 👋
Thanks buat yang udah vote cerita saya 😊
Thanks buat yang udah baca cerita saya.
Terus baca + vote chapter2 berikutnya ya 😉
Kritik dan sarannya jangan lupa 😀

3012Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang