.
.
.
Yein mengetukkan kakinya kesal. Sudah sejak satu jam yang lalu bel pulang sekolah berbunyi tapi Jeon Jungkook belum juga menampakkan batang hidungnya. Ia sudah menunggu di depan gerbang seorang diri seperti orang bodoh.
"Ish kemana anak itu!" gerutu Yein kesal. Jika suasana hatinya seperti ini setiap hari, Yein bisa-bisa mengalami penuaan dini. Kesal lebih dari tiga kali sehari itu sungguh melelahkan hati. Kalian tahu kan bagaimana rasanya?
Lima menit kemudian, Yein melangkahkan kakinya kembali memasuki gedung sekolah. Menuju ke gedung Barat karena letak kelas satu ada di sana. Jungkook berada di kelas paling ujung di lantai dua. Kelas 10-6. Tempatnya para murid yang sama sekali tidak bisa dibanggakan. Pantas saja Jungkook tidak beranjak pintar.
Kepala gadis itu melongok melalui celah pintu. Kedua alisnya mengerung. Ternyata anak itu ada di kelas seorang diri dengan kain pel di tangannya. Lantai itu tidak bisa dikatakan baik-baik saja. Ya Tuhan, lumpurnya banyak sekali!
"Kenapa tidak bilang kalau hari ini jadwal piketmu?" seru Yein galak dari daun pintu yang terbuka. Kedua tangannya bertolak di pinggang. Jungkook mendongak menatap Yein kemudian menunduk lagi. Melanjutkan pekerjaannya yang –tidak beres.
"Yak! Aku bicara padamu!"
Yein berjalan masuk dengan langkah lebar. Sudah ditunggu malah diabaikan! Siapa yang tidak kesal?
"Lagipula kenapa kau piket sendiri? Mana teman-temanmu?" tanya Yein lagi setelah sampai di hadapan Jungkook. Pria itu menggeleng berkali-kali.
"Kau ini piket hari Senin! Dan ini hari Kamis, apa piketmu jadi seminggu dua kali?" karena tidak sabar menunggu jawaban Jungkook, gadis itu menuju depan kelas. Melihat daftar nama-nama siswa petugas piket yang sudah disusun. Lalu kepalanya menggeleng karena sama sekali tidak ada perubahan jadwal.
Ya Tuhan, Jungkook dikerjai lagi. Dasar anak-anak nakal itu!
"Ini bukan jadwal piketmu! Jangan mau melakukannya!" omel Yein. "Ayo kita pulang! Tinggalkan ini, aku yang akan bilang pada guru supaya mereka semua dihukum!" Yein merebut lap pel yang dipegang Jungkook.
"Ye-in jangan," cegah Jungkook takut.
"Jangan bagaimana? Sebentar lagi aku ada les tari. Kalau aku menunggumu terus, aku bisa terlambat!" seru Yein keras.
"Ye-in pergi sa-ja."
"Jangan membuatku kesal Jeon Jungkook! Kau suka aku dimarahi ibu ya? Kau senang? Kau puas? Kau mau balas dendam karena aku sering memarahimu?" tanya Yein bertubi-tubi. Karena emosi, kekesalan Yein jadi merembet kemana-mana. Pria itu kembali menunduk dalam.
"Tidak. Jungkook ti-dak mau Ye-in su-sah." Kedua mata bulat itu sudah menitikkan air mata. "Jung-kook tidak ma-u Ye-in dipu-kul mere-ka. Biar Jungkook sa-ja. Ye-in pulang sa-ja."
Yein mengerutkan alisnya bingung. "Dipukul?" Yein mendekatkan wajahnya pada Jungkook yang sejak tadi pria itu sembunyikan. Ia meraih dagu Jungkook untuk melihatnya. Benar saja, ada luka di sudut mata dan bibir kiri Jungkook. Pantas saja sejak tadi pria itu selalu menghadap ke kanan.
"Kenapa kau dipukul? Siapa yang memukulmu?" nada suara Yein melunak.
"Jung-kook tadi ti-dak mau pi-ket. Jungkook to-lak ka-rena Ye-in sudah menunggu," Jungkook menangis sesenggukan. "tapi me-reka pu-kul Jung-kook. Jad-i Jung-kook ker-jakan ini."
Ya Tuhan, tega sekali anak-anak itu. Karena kesal, Yein jadi tidak menyadari jika penampilan Jungkook cukup berantakan. Beberapa bagian seragamnya terkena noda lumpur. Kemeja yang biasanya dimasukkan, keluar dari celana. Rambut batoknya juga mencuat kesana kemari.
KAMU SEDANG MEMBACA
Just You (Completed)
FanficAku terlahir sebagai salah satu punuk yang merindukan purnama terangmu wahai bulanku. Manusia bodoh tidak tahu diri yang akan selalu mengejarmu..hanya kamu.. Jeon Jungkook.