"Back To You"
***
"Gue bakal tembak Alana."Cakra masih mempertahankan pandangan pada Farel yang justru nampak enggan menatapnya. Bola mata laki-laki itu detik demi detik mulai menunjukkan siratan perihnya. Cakra tidak percaya. Sangat tidak percaya.
"Oke."
"Tapi, nggak sekarang." Farel menoleh ketika mendengar nada lesu Cakra. "Lo nggak perlu ngerasa terbebani, ngerasa tersaingi atau apa pun. Karena Alana nggak punya perasaan apa-apa sama gue."
"Lo cowok yang mudah dicintai. Kalo gue cewek, mungkin gue udah cinta sama lo dari orok."
Cakra mencoba bercanda meski nyatanya candaan itu terkesan memaksakan. Namun, karena Farel tidak mau menyakiti Cakra, ia terkekeh.
"Cak, mungkin gue suka Alana, tapi lo pasti tau, di antara kita, siapa yang paling dia pilih," ucap Farel, menenangkan. Ia menepuk pundak sahabatnya. "Gue nggak akan pernah rebut Alana dari lo."
Kalimat terakhir itu, cukup membuat Cakra terpekur. Ia mengerjap, memandang Farel tidak mengerti.
Dan seakan paham, Farel melanjutkan kata-katanya, "karena gue nggak sejahat itu buat bikin sohib gue hancur-lebur."
"T-tapi, katanya lo mau nembak—"
"Gue bercanda." Farel tertawa, meremas bahu Cakra pelan. "Alana punya lo, Bro."
"Sialan, lo!" Cakra menendang tulang kering Farel kesal, namun teman tampannya itu malah tertawa.
"Duh, takut banget pujaan hatinya direbut."
Cakra berdecak. "Bukan begitu. Gue cuma nggak mau hubungan gue sama sahabat-sahabat gue hancur cuma gara-gara cewek. Dari dulu, itu pantangan buat gue," jelasnya dan Farel tau Cakra sedang serius.
"Lo bener," sambung Farel. "Itu pantangan. Meski sesuka apa pun gue sama Alana, tapi gue tetep nggak bakal tega liat lo terluka. Sorry, ya, soal pengakuan gue hari ini."
"Lo ... sesuka itu sama Alana?"
"..."
Cakra harap-harap cemas menunggu reaksi Farel, namun yang ia dapat malah tatapan geli dari temannya itu, membuat Cakra jengkel.
"Iya-iya, udah diem aja lo, nggak usah jawab!"
Farel tertawa. "Yah, terlepas dari seberapa suka gue sama Alana, intinya gue tetep lebih milih mundur. Gitu aja."
"Thanks and sorry, Bro."
"Eassy, Brother."
Kemudian keduanya terdiam dengan pikiran masing-masing meski tatapan mengarah pada kontrakan. Cakra memikirkan apakah Farel akan seyasudah itu, dan Farel memikirkan bahwa ia harus rela karena teman bodohnya tersebut sudah banyak masalah. Jangan ditambah lagi dengan beban tentang dirinya yang menyukai Alana.
***
Mentari bersinar terang dan Cakra berjalan seorang diri di koridor yang telah sepi senyap. Benar, Cakra datang terlambat. Itu diakibatkan oleh permainan PES-nya yang masih berlanjut hingga pukul tiga dini hari. Kalau saja tidak diganggu sang papa dengan menaruh alarm di samping telinga, Cakra mungkin masih tidur sekarang."Hoam! Mungkin lain kali, kalo gue mau begadang, mending ke tempat Tama aja, deh."
Setelah sampai depan pintu, Cakra tidak langsung membukanya. Ia bergumam terlebih dahulu, berdoa agar di dalam belum ada guru. Dan ketika hendak dibuka, tiba-tiba dari dalam sudah ada yang membukanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Favorably (Complete)
Teen FictionSeumur hidupnya, Cakra tidak pernah merasa seberengsek ini. Mempermainkan perasaan, mengumbar janji, serta memberikan harapan palsu pada dua orang perempuan. Cakra menghargai perempuan. Untuk yang satu itu benar. Tapi, soal Cakra adalah laki-laki b...