12. Dansa Pertama

16.4K 634 45
                                    

Catatan penulis: Walaupun nggak eksplisit, ada adegan dewasa. Berbijaklah dalam membaca.

.

.

.

Chrystell sampai malu sendiri mendengar teriakan suaminya yang menggelegar.

"Udah, sih, Pak, eh, Mas. Cuma kecipratan saus sedikit, teriak-teriaknya kaya udah ketemu kecoa," bisik sang office girl sambil menyeka wajah suaminya dengan kain serbet.

Alex hanya mendengus. "Kenapa nyuruh gue niru Tramp."

"Kenapa nurut?"

Alex mendengus sekali lagi.

Akhirnya mereka melanjutkan makannya dengan normal tanpa meniru Lady dan Tramp lebih lanjut. Gitaris yang dipanggil Alex telah kabur ketika sang CEO berteriak.

Alex tetap tak mau menyerah. Pokoknya ia harus menaklukkan hati Chrystell pada bulan madu mereka. Ia yakin pasti akan berhasil. Apa, sih, susahnya membuat gadis absurd itu jatuh cinta padanya? Gadis-gadis lain saja berebut menjadi kekasihnya.

Samar-samar ia teringat kejadian saat ia meminta Chrystell berpura-pura jadi pacarnya. Alasan ia memilih Chrystell adalah karena gadis itu tak tergila-gila padanya.

Kalau begini, sih, bakalan susah, gerutunya dalam hati.

Ia terlalu biasa memenangkan hati para wanita dengan mudah sehingga meremehkan usahanya merebut hati Chrystell. Ia tak tahu bahwa gadis itu telah memasang tameng hati supaya tak mudah jatuh cinta dengannya. Padahal sebenarnya Chrystell sudah mulai tertarik sejak pertemuan pertama. Maklum, siapa yang tak tertarik pada pria tampan? Namun tertarik tak berarti cinta, kan?

Setelah makan, mereka berjalan-jalan di Piazza San Marco. Bangunan tua bersejarah di sekitar piazza terlihat semakin gemerlap dengan lampu-lampu yang menghiasi sisi-sisi jendelanya. Masih banyak pelancong yang berjalan-jalan di sana, menikmati keindahan pemandangan yang diiringi alunan musik yang dimainkan oleh sekelompok musisi di salah satu pojok Piazza.

Alex mengulurkan tangannya kepada Chrystell untuk mengajaknya berdansa. Namun gadis lugu itu malah menjabat tangan sang CEO.

"Buat apa, Mas?" tanyanya heran.

"Ayo berdansa denganku."

"Aku nggak bisa dansa, Mas."

"Biar kuajari."

Alex menarik Chrystell mendekat ke tubuhnya. Jantung gadis itu berdebar tak karuan ketika kepalanya berhadapan dengan dada Alex -- ya, karena tinggi tubuhnya hanya segitu. Lelaki itu harus membungkukkan tubuhnya dan Chrystell harus menengadahkan kepalanya agar mata mereka dapat saling bertatapan.

Alex jago berdansa. Tentu saja, seorang CEO mempesona harus pandai berdansa supaya dapat merayu para wanita. Namun Chrystell merasa amat canggung. Meskipun ia berusaha mengikuti gerakan Alex, ia tetap saja beberapa kali menginjak kaki suaminya dan menabrak dadanya.

"Mas, susah!" rajuk Chrystell. "Mendingan aku joget dangdut aja."

Alex menyabarkan dirinya. "Masa joget dangdut, sih, Chrystell?"

Chrystell melepaskan tangannya dari Alex dan mulai berjoget dengan gayanya sendiri. Ia mengikuti melodi musik. Alex berhenti sejenak lalu memandangi istrinya yang sedang asyik sendiri. Benar juga, sih. Kalau tak suka berdansa ala waltz, untuk apa dipaksa? Bukankah tujuan menari adalah untuk bersenang-senang?

Alex mulai melemaskan dirinya dan mengikuti joget Chrystell. Perlahan, ketika mereka berdua sudah lepas dan tak kaku lagi, ia mengulurkan tangannya kepada sang istri. Chrystell meraihnya dan mengangkatnya, lalu berputar dengan manis. Roknya mengembang di depan mata Alex.

My Hot, Cold, Jerk, Billionaire, Badboy CEO ♧Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang