18. Nasib, Nasib

9.3K 493 91
                                    

Catatan penulis: Kabar gembira untuk kita semua! Kulit manggis kini ada ekstraknya #yaelahJokeLamaKali 

Hm, yang beneran, cerita ini bakal tamat 20 bab. (Kabar sedih kali ya.) Dan gak bakalan ada sekuel. Ini cuma novella ringan, ga seru kalau dipanjang2in. Kabar baiknya, bakalan ada beberapa bonus setelah tamat. Selain itu, aku masih akan bikin cerita parodi lagi, dengan isu lain (tokoh2nya ganti tapi bisa aja ada kameo dari sini). Tunggu aja pengumuman selanjutnya. 

.

.

.

Bu Acton dan Mbah Tari mengajak Chrystell bertemu di sebuah kafe. Bu Acton memesan cafe latte. Chrystell memesan green tea latte. Sedangkan Mbah Tari tak memesan apa-apa, namun ia mengeluarkan botol minum berisi jamu temulawak campur kunyit yang disiapkannya dari rumah tadi. 

"Chrystell ..." Bu Acton memulai. "Kami mau minta maaf. Kami bikin kamu menderita karena menikah dengan Alex."  

Mbah Tari mengeluarkan saputangannya dan menyeka bagian bawah matanya yang tak berair. Lalu menyemburkan hidungnya ke saputangan. "Nak Kiki ... ini salah Mbah, Nak. Mbah yang maksa kalian menikah." 

SROT! SROT!

Chrystell memicingkan matanya. Heran melihat sang nenek yang berlebihan. Namun ia memegang tangan Mbah Tari. "Mama, Mbah Tari, Kiki ... Kiki nggak nyalahin kalian, kok. Kiki pernah bahagia."

Mbah Tari mengangguk-angguk. "Kamu sangat besar hati, Nak Kiki. Kamu pantas dapetin yang lebih bagus dari Alex." 

Chrystell menatap Mbah Tari tak percaya. "Maksudnya?"

"Maksudnya," ujar Bu Acton lembut, "kalau kamu mau bercerai dengan Alex, silakan saja. Kami nggak akan mencabut bantuan kepada keluargamu. Ibu nggak keberatan." 

Chrystell terdiam. Berpikir. Ia sangat terkejut dengan kedatangan ibu dan nenek Alex. Sekarang ditambah lagi, ia diizinkan bercerai dengan Alex. Ia merasa bagaikan berada di dalam sangkar, namun pintunya telah terbuka. Ia dapat berjalan keluar dengan bebas. 

Tunggu apa lagi? Segera ceraikan Alex, lah! pikir hati kecilnya. 

Namun ia sadar, ini keputusan besar. Ia harus mempertimbangkannya baik-baik. Dan harus yakin apakah Bu Acton dan Mbah Tari berkata jujur. Siapa tahu, ini jebakan. Maka ia harus menggali lebih dalam lagi.

"Aku ... aku butuh info lebih lanjut, Ma. Alex udah diberitahu soal ini?" 

Bu Acton menggeleng. "Ia mabuk semalaman dan masih tidur ketika kami pergi. Sepertinya ia baru saja mengacau di apartemennya."

Chrystell menggigit bibirnya dan mengangguk pelan. "Jadi kalian nggak nanya pendapat Alex dulu?"

"Buat apa," gerutu Mbah Tari. "Anak yang masih bergantung sama orangtua sepenuhnya seperti dia, nggak butuh ngasih pendapat. Nggak usah khawatir sama Alex, Nak Kiki. Kami akan mendidiknya supaya lebih becus. Kamu pikirkan aja dirimu sendiri."

Chrystell kembali berpikir. Otaknya membayangkan apa yang ia pikirkan semalam. Obrolan dengan Randu membangkitkan kembali impiannya untuk membuka warung nasi goreng pete. Mungkin saatnya ia meninggalkan Jakarta. Bercerai dengan Alex kedengarannya menggiurkan. Ia bisa benar-benar terlepas dari CEO kamvret tersebut. 

Tapi ... kenapa ada sebagian dari hati kecilnya yang tak rela?

"Kamu boleh mikirin dulu, kok, Sayang," tutur Bu Acton, memahami kebimbangan Chrystell. 

Chrystell memeluk Bu Acton dan Mbah Tari sebelum berpamitan. 

***

Akhirnya, setelah pertimbangan panjang (yang seharusnya tidak panjang-panjang amat), Chrystell memutuskan untuk menggugat cerai Alex dengan alasan diperlakukan secara buruk. Seperti katanya, ia memang pernah bahagia, ketika ia diajak jalan-jalan ke Eropa bersama suaminya. Namun, kebahagiaan sementara tak cukup untuknya. Kehidupan pernikahan yang ia harapkan tak seperti ini. Penuh kepalsuan dan keanehan. Chrystell masih ingin mengejar impiannya. Ia ingin menjadi wirausaha, melanjutkan kuliahnya, dan menikah dengan lelaki yang menyayanginya dan memperlakukannya dengan baik. Oleh sebab itu, ia bertekad bulat berpisah dengan Alex. 

My Hot, Cold, Jerk, Billionaire, Badboy CEO ♧Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang