Prolog

18.7K 1.4K 97
                                    

"Bagaimana ini?" rengek perempuan itu bercampur kesal di sepanjang jalan besar jantung kota yang sangat ramai.

Rasanya ia ingin sekali berteriak dan menangis sekeras mungkin. Ia sesekali mencoba melampiaskan semua kekesalannya dengan menendang beberapa kerikil jalanan yang malah semakin membuat kekesalannya memuncak hingga ke ubun-ubunnya.

Awalnya ia ingin menendang kerikil itu hingga terlempar sejauh mungkin. Namun, untuk kesekian kalinya, kerikil itu tetap berada di tempatnya. Kakinya menembus kerikil-kerikil itu seakan dirinya hanyalah sebuah angin yang menyapu permukaan benda-benda di sekitarnya. Membuat perempuan itu semakin merengek seperti bayi besar.

Perempuan itu memakai gaun selutut berwarna putih bersih dengan renda-renda kecil di ujung gaunnya. Ia juga memakai flat shoes serta rambut cokelat yang bergelombang—sedikit berantakan sehingga beberapa poninya yang sepanjang wajahnya itu pun hampir menutupi setengah wajahnya—dengan ujung rambut belakang yang terurai di punggungnya. Walaupun terlihat mengenaskan, wajah manis perempuan itu tetap tak dapat disembunyikan. Tak heran jika banyak yang mengagumi kecantikannya dulu.

Dengan kekesalan yang meledak, dia berusaha menendang semua bebatuan namun hasilnya tetap sama. Nihil. Kaki-kakinya terus menembus bebatuan itu sehingga membuat ia sekarang sudah berada di ambang batas kesabarannya. Seolah memang ada beberapa material yang tak bisa ia sentuh. Mengingat ia masih bisa berdiri atas tanah tanpa tenggelam ke dasar inti bumi.

Ia akhirnya memutuskan berjalan cepat ke halte bus. Duduk di tempat kosong di antara beberapa orang yang tampak beristirahat dan juga menunggu bis. Ia bersyukur setidaknya ia masih bisa duduk di kursi halte bus, membuatnya tak harus duduk di tanah.

Shania Mitchell, perempuan itu langsung menjerit sekeras mungkin setelah merasa duduknya telah nyaman. Kemudian menangis dengan suara yang sama kerasnya. Semua air mata kekesalan, kesedihan bercampur kepasrahannya akhirnya keluar juga saat merasa semua yang ia coba berakhir sia-sia. Ia berharap menangis sekeras mungkin akan dapat membuatnya merasa sedikit lega.

Tak perduli seberapa keras Shania menangis, orang-orang di sekitar itu tetap diam tak memperdulikannya.

Shania tahu bahwa semua orang akan bertingkah biasa saja, tak perduli apapun yang ia lakukan, ia tetap akan diabaikan karena sejak beberapa hari yang lalu hingga sekarang, semua orang selalu menganggapnya tak ada. Seakan ia bukanlah manusia yang kasat mata.

Semua orang, kecuali satu orang itu.

Pria berwajah tampan nan tegas serta setelan jas yang terlihat sangat rapi, terlihat memegang dua kantung belanja. Pria itu seketika tersentak kaget saat menyadari seorang perempuan yang baru saja duduk tepat di sampingnya, langsung menjerit dengan sangat keras begitu saja tanpa memperhatikan sekitarnya.

Ia pun semakin kaget dan bingung saat perempuan itu mulai menangis, lalu menjerit, dan menangis lagi. Terus mengulangi kegiatannya penuh emosinya berulang kali, sehingga membuatnya merasa tak nyaman berada di samping perempuan yang sesekali mengacak rambutnya dengan frustrasi.

Melihat orang-orang yang berada di sekitarnya baik-baik saja dan seperti tak menyadari kehadiran Shania, membuat pria itu sekuat tenaga berusaha mengabaikan tingkah aneh Shania. Jika orang-orang itu bisa mengabaikan suara melengking Shania seakan tak ada perempuan itu disini, kenapa dia tidak bisa?

"Sial!!"

Umpatan Shania itu berhasil membuat pria itu langsung menoleh. Ia menatap perempuan yang masih mengeluarkan air mata itu dengan terpesona. Dalam artian mencemooh. Ia baru pertama kali melihat seorang perempuan begitu berani berteriak, menangis, dan mengumpat di tengah keramaian. Sungguh mengagumkan sekaligus memalukan.

Tatapan tajam mata pria itu ternyata cukup menyilaukan Shania dan membuat Shania menyadari kehadirannya.

Shania seketika membalikkan wajahnya membalas tatapan elang pria itu membuat pria itu kembali tersentak kaget, sehingga dengan secepat kilat ia kembali membalikkan wajahnya ke depan.

"Apa tadi dia menatapku?"

***

Beberapa jam yang lalu...

***

To be continue...

-------------------------------------------------------

Hi, I'm back with a new story. Hahaha maaf, janjinya comeback bulan agustus malah bulan september. I'm just really busy with college life right now. Sebenarnya ada banyak beberapa cerita yang muncul di kepalaku selama hiatus. Tapi yah, karena sedikit terbatasnya waktu menulis cukup sulit diatur, membuatku sedikit susah mewujudkan semuanya dalam sekejap.

Cerita ini sendiri salah satu cerita yang sudah sangat lama di laptop. Hanya aku revisi dan aku tambahin beberapa konflik karena cerita ini cukup pendek dan hanya beberapa part aslinya. Jadi, daripada nganggur di dalam laptop, ceritanya aku revisi dan aku pos di wattpad. Dan juga daripada makin lama hiatus, jadi aku buat cerita dari yang sudah lama ada. I'll make sure cerita ini juga seseru cerita-ceritaku sebelumnya hehehe. I hope you'll guys will love it.

Untuk part 1-nya, akan aku pos malam minggu depan(bukan malam minggu ini yah). Aku hanya pos prolog dan sinopsis dulu saat ini untuk melihat respon kalian. Jadi, pastikan beri votes dan juga comments. Cuz, i would love to see it.

Dan untuk castnya, aku sendiri belum tahu. Jadi, kalian bisa membayangkan siapapun. Yng mau kasih masukan tentang castnya boleh. Nanti aku review hehehe*wink

See you next week :*

Embrace The WindTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang