Embrace The Wind Part 27

8.3K 1.1K 128
                                        

Sebulan kemudian...

Pemakaman itu begitu mengerikan. Begitu sepi sehingga semakin mempertegas kesan menyeramkan dan menyedihkan yang ada di pemakaman itu. Belum lagi hujan yang turun dengan sangat derasnya tanpa ada tanda akan segera berhenti, membuat setiap orang yang ada di luar rumah akan berlarian pulang.

Namun, sepertinya hal sepertinya hal itu tidaklah berlaku bagi seorang pria dengan jas serba hitam yang menatap gundukan tanah kuburan yang masih belum begitu lama yang ada di hadapannya.

Hujan deras itu tetap mengenai sedikitnya jasnya walau Derrick dengan setia berbagi payung hitam berukuran besar itu dengan Ashton. Derrick sendiri hanya bisa menatap bos sekaligus temannya itu dengan sedih. Sudah sepantasnya Ashton sangat terguncang sekarang.

Hannah. Nama yang tertera di batu nisan yang tertera di sana. Sudah hampir satu jam Ashton memandangi batu nisan itu dalam diam dan tanpa ekspresi hingga Derrick sendiri tak tahu, apa yang sekarang di ada pikiran pria sempurna itu.

Ashton sekarang bergulat dengan pikirannya. Sejak pertama kali bertemu dengan Hannah dan mengetahui Hannah hanya sendiri di dunia ini, Ashton langsung merasa sangat iba dan juga sangat ingin melindungi Hannah saat itu. Ashton mulai berpikir, apakah ia melakukan itu karena ia mencintai Hannah atau karena ia merasa berhutang budi? Ia sendiri juga tak tahu.

Ashton merasa begitu bersalah hari itu. Hari di mana Hannah sadar bersamaan dengan Shania dan Ashton lebih memilih melihat Shania terlebih dahulu. Ashton bahkan terus melihat Shania dari jauh di rumah sakit itu hingga malam, hingga gadis itu kembali terlelap dalam mimpi indahnya. Dia tak pernah benar-benar pergi dari rumah sakit itu walau sebentar. Sehingga ia melupakan fakta bahwa Hannah juga sadar di rumah sakit lainnya.

Ashton pergi melihat Hannah tepat setelah Shania tertidur pada malam itu. Namun, bagai di sambar petir, Ashton kaget saat melihat Hannah telah ditutupi oleh kain putih yang begitu menakutkan. Dan Dokter Clark hanya bisa mengucapkan bela sungkawa sekaligus penyesalannya tak bisa menyelamatkan Hannah.

Dokter menjelaskan bahwa Hannah hanya sadar untuk beberapa menit sebelum kemudian di tiba-tiba saja kembali kritis dan kejang-kejang hingga akhirnya benar-benar meninggal di tempat.

Ashton semakin merasa frustrasi. Shania yang ia cintai tak mengingatnya lagi, dan wanita yang selama ini selalu ia jadikan sandaran, mati begitu saja tanpa sempat Ashton menyapanya atau mengucapkan selamat tinggal. Rasanya ia benar-benar mendapat cobaan yang berat. Hingga membuat fisik dan mentalnya begitu syok.

Beberapa hari ini, Ashton menghabiskan waktunya di rumahnya dengan begitu kacaunya. Menyalurkan semua masalahnya pada sedikit minuman-minumanan beralkohol yang mewah dan beberapa batang rokok. Ia hanya merasa butuh sendiri setelah semua yang ia lewati. Muncul dan berakhir secara tiba-tiba.

Hanya Derrick yang sering menyadarkan Ashton dari perasaan kacaunya. Derrick membuang semua minuman mahal Ashton beserta rokok-rokok itu sehingga terkadang ia mendapat teriakan kesal Ashton, tapi seperti anjing menggonggong, Derrick mengabaikannya. Ia lebih suka didamprat daripada harus melihat Ashton seperti orang gila. Hanya saja, Ashton tak boleh terus begitu.

Ashton kembali mengingat saat ia pertama kali bertemu dengan Hannah beberapa tahun yang lalu. Saat itu ia baru saja lulus dari gelar masternya di usianya yang 26 tahun dan kemudian memegang perusahaan ayahnya.

Saat itu dia baru saja selesai makan siang di salah satu kafe yang berada di dekat gedung kantor ayahnya. Jaraknya begitu dekat dengan kantor sehingga Ashton hanya butuh menyeberangi jalan untuk pergi makan siang di sana. Dia adalah tipe pemimpin yang berbaur, jadi dia tak perlu selalu pergi ke tempat mewah hanya untuk sekedar makan siang. Apalagi jika ia sudah benar-benar kelaparan.

Embrace The WindTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang