Embrace The Wind Part 14

7.7K 901 55
                                    

"Ayo, kita pergi berkencan."

Seakan ditimpa oleh ribuan bunga indah namun sangat berat, Shania tertegun mendengar ajakan yang terdengar seperti perintah itu. Entah kenapa ia merasa semangat sekaligus juga sedih.

Mendengar ajakan itu tiba-tiba saja membuat dadanya berdebar tak percaya. Seakan itu adalah ajakan kencan yang pertama kalinya untuknya. Seolah ia adalah anak sekolah menengah atas yang sedang kasmaran.

Shania hanya terus berusaha mempercayai bahwa tubuh Hannah yang bereaksi pada kekasihnya, bukannya dia yang membuat tubuh itu bereaksi dengan perasaan itu. Karena jika memang itu dirinya, ia menolaknya. Ia tak boleh berdebar untuk pria itu.

"Maksudku, aku ingin pergi kencan dengan Hannah. Raga Hannah. Aku merindukannya. Walaupun hanya raganya, tak apa. Aku ingin melihatnya. Melihat Hannah yang kucintai. Kau bisa, kan?"

Seakan mengerti dengan kebingungan yang dirasakan Shania yang tak bersuara, Ashton kembali berbicara dan menjelaskannya.

"Jadi, kumohon bantuanmu."

Shania meringis, dia sangat tak menyukai nada itu. Nada penuh permohonan Ashton yang seakan tengah sekarat dan meminta bantuan agar diselamatkan secepat mungkin itu sangat mengganggunya.

Apa lelaki itu punya masalah yang berat hingga ia hanya ingin Hannah yang ada menghiburnya?

Rasa itu, rasa berjuta emosi yang mendonominasi kebingungannya muncul di hati dan pikirannya. Perasaan aneh itu benat-benar membuatnya bingung. Ia merasakan bahagia dan sakit di waktu yang bersamaan.

Seakan bisa merasakan sesuatu yang menyiksa Ashton, Shania mengangguk—walau dia tahu Ashton tak akan bisa melihat anggukan pelan namun pastinya—diikuti kata persetujuan.

Shania tahu, pria itu pasti sangat merindukan kekasihnya. Jadi, sebagai balas budinya, setidaknya dia harus membiarkan Ashton menumpahkan rasa rindunya pada raga yang ia gunakan. Bagaimanapun, ia sekarang memanfaat tubuh perempuan ini.

Pasti berat bagi Ashton untuk memandang perempuan yang menyandang status sebagai kekasihnya, tetapi yang ada di dalam sana bukanlah kekasihnya.

"Baiklah." Shania tersenyum tanpa bisa dilihat oleh Ashton yang berada di ujung telepon. "Jemput aku satu jam lagi."

"Dan..."

Saat Shania hendak menutup telepon itu, Ashton dengan ragu kembali bersuara, membuatnya kembali mendekatkan layar ponsel itu ke telingannya.

"Bisakah kau bersikap seperti Hannah, lembut dan tenang? Aku tahu mungkin itu agak sulit, tetapi kumohon cobalah."

Pria itu benar-benar merindukan kekasihnya, begitulah simpul Shania. Semua kata itu sudah menyiratkan bahwa dirinya harus bersikap seperti Hannah. Tentu saja itu agar Ashton bisa melihat sosok Hannah dengan jelas, mengingat perbedaan antara Hannah dan Shania sangat besar, pasti agak sulit membayangkan mereka sebagai satu orang yang sama.Sifat mereka sangat berbeda antara langit dan bumi, setidaknya itulah yang bisa Shania ketahuan selama beberapa hari ini.

Shania mendesah pasrah. Walau sepertinya itu akan sulit karena sifat ceroboh dan tak bisa diamnya cukup sulit dikendalikan, tetapi demi orang yang telah membantunya, akan ia coba sekuat tenaga.

"Aku akan mencobanya," jawab Shania jujur karena dia memang berniat mencobanya, mencobanya sebaik mungkin menjadi Hannah yang diinginkan Ashton.

***

Ashton terdiam sejak menjemput Shania hingga sekarang. Sedangkan Shania membuktikan kata-katanya tentang mencoba menjadi Hannah.

Sebenarnya Ashton sedikit ragu saat perempuan itu mengatakan akan mencobanya. Mengetahui perempuan itu sangat keras kepala dan tak terkontrol, dia menjadi sedikit pesimis bahwa Shania akan menuruti keinginannya tanpa masalah.

Embrace The WindTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang